GMNI Minta DKPP dan Bawaslu Usut Komisioner KIP Aceh Tengah diduga Double job

Takengen| Lintasgayo.com- ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kabupaten Aceh Tengah, Sapurada, menilai ada seorang anggota Komisi Independen Pemilihan (KIP) yang melanggar Kode Etik dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia.

Sapurada dalam keteranganya kepada media ini menjelaskan, seorang anggota KIP Aceh Tengah IA, tidak mengindahkan ketentuan pasal 5 ayat 1 (h)  PKPU Nomor 7 Tahun 2018, dimana disebutkan,  setiap anggota KPU harus bersedia bekerja penuh waktu.

Artinya dalam hal ini setiap anggota KPU tidak dibenarkan melakukan double job ( pekerjaan ganda) dan saudara IA telah melanggar Qanun Aceh nomor 6 tahun 2016.

“Apa yang dilakukan IA telah mencederai integritas lembaga pemilu. Dia  terbukti tidak memiliki komitmen tinggi, memenuhi syarat sebagai anggota KPU Kabupaten Aceh Tengah, sesuai kententuan PKPU nomor 7 tahun 2018 pasal 5 ayat 1 (h),”sebut  Saparuda.

Saudara IA seharusnya memedomani peraturan dan perundang-undangan dengan tidak menjadi manager di PT. THL, setelah dia terpilih menjadi anggota KPU Kabupaten Aceh Tengah

“Saat mendaftar, saudara IA telah membuat pernyataan. Bersedia bekerja penuh waktu, yang artinya totalitas sebagai Komisioner/anggota KIP Aceh Tengah, tapi faktanya, dia mengingkari  hal itu, dia malah  pada saat bersamaan masih menjadi Manajer PT.THL,” jelas aktivis ini.

Dijelaskan, dalam beberapa postingan di media sosial, jelas terpampang, bahwa IA yang saat ini Komisioner KIP Aceh Tengah masih menerima tamu di kantor nya di PT. THL. Dia menerima tamu  di ruang manajer THL di desa Dedalu, Kecamatan Lut Tawar kabupaten Aceh Tengah.

Selain itu, IA juga dengan para pekerja PT . THL melakukan kerjasama penggunaan lahan THL dengan Bupati Bener Meriah.

“Jelas jelas disini dia telah mengingkari pernyataan yang telah ia buat, yaitu bekerja penuh di KIP Aceh Tengah, namun IA malah saat bersamaan justru juga bekerja di PT. THL. Semua bukti ada pada kami,” jelas Saparuda.

Yang Lebih menguatkan lagi, dalam sebuah journal ilmiah, terbitan tahun 2021, penelitian mahasiswa salah satu kampus di Banda Aceh, disitu tertera jelas, Ivan Astavan adalah manajer THL.

Menurut Sapurada, ini  adalah pelanggaran berat, dan semestinya DKPP dan juga Bawaslu Aceh Tengah tidak tinggal diam,” pintanya. (LG013)

Comments are closed.