Potret Keadilan Tuhan Dalam Perbedaan

Oleh: Johansyah*

Manusia diciptakan dari segumpal darah (Q.S. al-Alaq: 2). Quraisy Shihab berpendapat bahwa dari segi pengertian kebahasaan kata alaq antara lain, berarti sesuatu yang tergantung. Memang, salah satu priode kejadian manusia ketika berada dalam rahim ibu adalah ketergantungan hasil pertemuan sperma dan ovum yang membelah dan membelah sambil berjalan menuju dinding rahim lalu bergantung dan berdempet dengannya.

Manusia yang hidup di jagad Tuhan ini memiliki perbedaan dalam banyak hal: warna kulit, suku, karakter, kedudukan, tingkat kemampaun dan perbedaan dari berbagai aspek lainnya. Hal ini menjadi salah media yang diciptakan oleh Allah untuk membuat umat manusia melakukan proses interaksi, membuat antar satu dengan yang lain saling ketergantungan, sekaligus menjadi ladang permasalahan yang menimbulkan serangkaian persoalan masing-masing manusia dan wajib dimiliki siapa pun untuk seterusnya memberdayakan potensi akal dan perasaan untuk mencari sebuah solusi.

Tuhan menciptakan perbedaan antar individu, kelompok dan masyarakat agar satu dengan yang lainnya saling melengkapi, saling membutuhkan dan ketergantungan. Bisa dibayangkan bagaimana jika jenis kelamin yang diciptakan oleh Allah hanya laki-laki atau sebaliknya, tentunya tidak ada umat manusia karena tidak ada proses pernikahan. Atau bagaimana jika cita-cita atau bakat manusia sama, semua menginginkan jadi bupati atau pemimpin, lalu siapa yang akan dipimpin. Begitu siklus perbedaan pada setiap individu dan kelompok yang pada hakikatnya harus berbeda.

Perbedaan dapat dikatakan pilihan manusia, memilih kondisi yang diinginkannya seperti apa. Namun kemampuan untuk memposisikan diri sebagai apa ditentukan oleh kapasitas keiman, perolehan pendidikan, pegalaman dan interaksi sosial . Aspek ini akan mengantarkan seseorang kepada kondisi tertentu yang secara sadar atau tidak akan berada pada posisi tersebut.

Orang awam mungkin cenderung berpikir bahwa perbedaan kondisi seseorang dengan yang lainnya dalam berbagai hal membuatnya berpikiran negatif terhadap Allah dan menklaim Nya kurang adil. Atau dia memahami keadilan Allah apabila kondisinya sama dengan orang lain. Tanpa menyadari bahwa perbedaan tersebut mendatangkan bermacam rahmat.

Kadang-kadang manusia sering berdemonstrasi kepada Tuhan tentang kondisi perbedaan yang dialaminya. Orang susah akan sering mengeluh, mengapa kondisi ekonominya demikian sulit, padahal dia sudah berusaha semaksimal mungkin. Orang yang ditimpa musibah mengadu, resah dan bertanya kepada Allah, ya Allah mengapa aku selalu terkena musibah, sungguh berat apa yang telah menimpaku. Orang pendek mengeluh mengapa ia tidak berbadan tinggi, sementara teman-temannya berbadan tinggi. Staf di sebuah kantor berangan-angan kapankan saya akan jadi atasan, kalau jadi atasan pasti lebih gampang karena tidak sering diperintah.

Pernah terjadi, seseorang mogok shalat lantaran keinginannya tidak dapat tercapai. Apabila diajak shalat maka dia mengatakan untuk apa? Toh apa yang kita inginkan tidak diberikan oleh Nya.

Ternyata hidup ini lebih banyak melihat orang lain senang, bahagia, tidak ada masalah. Si Amat melihat dan menganggap si Doel bahagia dan senang, karena keluarga si Doel tergolong keluarga kaya, lantas si Doel sebaliknya berfikiran, seandainya saya seperti keluarga si Amat saya akan hidup senang. Rupanya orang yang kita anggap senang rupanya berbalik, malah menganggap kita senang dan hidup tenang, karena tidak memiliki banyak permasalahan yang membelitnya. Begitulah hidup kita menganggap orang lain senang, orang lain sebaliknya atau demikian juga dia melihat yang lainnya lebih senang hidupnya dari pada dia.

Hidup ini memang masalah, tapi yang menjadi masalah sebenarnya bukan masalah tersebut, akan tetapi permasalahannya adalah bagaimana manusia menyikapi dan menanggapi permasalahan tersebut. Kecerdasan menghadapi masalah sangat ditentukan oleh kondisi iman dalam diri seseorang. Kesabaran adalah buah dari keimanan. Orang yang tidak memiliki iman kuat tidak mungkin memiliki kesabaran yang hebat, sebaliknya, tidak beriman seseorang jika tidak memiliki kesabaran dalam mengahadapi berbagai persoalan hidup.

Biasanya, orang mempermasalahkan perbedaan ketika keinginannya tidak tercapai atau apa yang diiginkan gagal dia peroleh. Salah satu sifat manusia adalah mengeluh, mengeluh ketika pergi ke kantor tiba-tiba mobilnya mogok dan berfikiran seandainya dia dapat membeli mobil baru seperti kawannya tentu kejadiannya tidak seperti ini. Atau seseorang kecewa ketika gagal bertemu dengan rekannya padahal sebelumnya sudah bermasalahan janji, mengeluh ketika anggota badannya sakit dan sebagainya.

Akhirnya kita harus sadar bahwa perbedaan dalam hidup adalah sesuatu yang mutlak dan memahaminya dalam konteks yang holistik. Di sisi lain manusia harus menyadari bahwa perbedaan adalah media utama untuk berintraksi satu dengan yang lainnya dalam banyak, apakah antar individu maupun kelompok. Manusia harus yakin bahwa perbedaan tersebut tidak akan menjadi sebuah polemik dan permasalahan selama manusia menyikapi dan menjalaninya sesuai dengan ketentuan Allah SWT sehingga salah satu hadits nabi tentang perbedaan “al ikhtilaf baina ummaty rahmah” dapat menjadi motivasi hidup bagi manusia khususnya umat muslim. Hiduplah dengan keimanan sehingga kita masih mampu senyum ketika dihadapkan kepada perbedaan dan menyadari keadilan Tuhan dalam perbedaan. Wallahu A’lam bissawab.

*Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana IAIN Ar-Raniry

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments