Oleh. Drs. Jamhuri, MA*
Ada tiga bentuk penalaran yang dikembangkan dalam ilmu fiqh (ushul fiqh), ketiga bentuk penalaran tersebut adalah : bayani, ta’lili dan istishlahi. Ketiga penalaran ini berguna untuk mengistibathkan hukum dari Al-Qur’an dan hadis (selanjutnya ditulis dengan dalil nash) sebagai dalil.
Penalaran bayani adalah suatu upaya untuk memahami dalil nash dari segi kebahasaan (kaedah kebahasaan), seperti memahami kandungan makna hukum yang ada dalam huruf-huruf, kata-kata, kalimat dan paragraf atau juga memahami nash secara teks dan konteks.
Sebagai contoh kita ambil ayat tentang “wudhuk” , yang memerintahkan seseorang ketika berwudhuk untuk menyapu kepala “famsahu bi ruusikum”. Huruf bi diartikan oleh ulama secara berbeda, ada yang mengartikannya sebagian kepala, ada yang mengartikannya seluruh kepala, sampai ada yang mengartikannya cukup dengan tiga helai rambut. Tetapi jarang sekali ulama mengartikannya dengan “dengan” (dengan kepala). Sehingga diartikan dengan “menyapu dengan kepala”.
Penerjemahan dengan “menyapu dengan kepala” beralasan, bahwa apabila sesorang menyapu air yang berada di tangan dengan menggunakan kepala berarti air yang sebelumnya berada di tangan berpindah kekepala, tangan menjadi kering sedangkan rambut menjadi basah dan itulah yang terjadi ketika orang berwudhuk pada saat menyapu kepala.
Contoh lain bagaimana ketika memahami kata tangan yang ada dalam dalil nash : Ketika tangan dipahami dalam konteks wudhuk, maka artinya mencakup ujung jari sampai siku. Tangan dalam artian tayammum tidak diberi batasan sampai siku, tapi karena tayammum adalah pengganti wudhuk maka di sini juga dipahami oleh ulama dengan tangan sampai siku. Berbeda dengan tangan dalam kaitannya dengan “memotong tangan” pencuri, tangan di sini diartikan dengan ujung jari sampai pergelangan.
Penalaran ta’lili, penalaran ini mencoba memahami dalil nash melalui pendekatan sifat atau keadaan yang ada dalam dalil nash. Contoh yang sering di buat oleh ulama adalah kata-kata khamar, kata khamar mungkin bagi seseorang dipahami dalam makna biasa seperti kata-kata yang lain, namun bila kata ini dipahami dalam kaitannya dengan sifat atau keadaan yang melekat pada kata khamar tersebut, maka dipahami khamar tersebut mempunyai sifat memabukkan. Kata memabukkan itu dijadikan alasan sebagai penetapan hukum haram untuk mengkonsumsinya, karena itu semua benda yang mengandung sifat memabukkan maka hukumnya haram, seperti halnya ganja, sabu-sabu, atau lem cap kambing yang dihisap dapat memabukkan pemakainya. Dalam artian sebenarnya penamaan dengan nama ganja, sabu-sabu atau benda lain yang memabukkan menurut sudut pandang dalil nash itulah khamar.
Penalaran ini juga bisa kita lihat dalam realita keseharian hidup kita, sesorang yang memarkir kendaraan roda dua atau ruda empat, menurut aturannya roda empat dengan uang parkir Rp. 2000,-, roda dua Rp. 1000,-. Dalam peraturan tidak disebutkan berapa lama sesorang boleh memarkir kenderaan dengan uang dua ribu atau seribu, menurut ketentuan adat walaupun sebentar ataupun lama bayarannya tetap, hal itu diakui sebagai aturan yang baik.
Seseorang yang memanfaatkan jasa kamar mandi di terminal-terminal untuk membuang hajat, mereka harus membayar sejumlah uang berdasarkan ketentuannya Rp. 1000, atau Rp. 2000,-, dengan tidak menyebut berapa lama seseorang di kamar mandi bahkan tidak ada suatu aturan berapa banyak air yang boleh dihabiskan. Peraturan ini juga dianggap baik dalam ketentuan hukum Islam.
Penalaran terakhir adalah penalaran istishlahi, penalaran ini kita tidak lagi memahami dalil nash secara teks tetapi pemahaman kita alihkan kepada lingkungan atau keadaan di luar teks, tetapi antara lingkungan atau keadaan dengan dalil nash saling mempengaruhi.
Sebagai contoh kita lihat ketika ingin melakukan PEMILUKADA, KIP membuat tahapan pemilu dari pendaftaran para calon baik dari perorangan ataupun melalui partai. Mereka yang mendaftar melalui independen diwajibkan mengumpulkan KTP dengan jumlah yang telah ditentukan berdasarkan persentase masyarakat yang memilih, selanjutnya KTP yang di dapat dikonfirmasi kembali kepada yang punya KTP. Setelah itu baru seorang calon dikatakan sah atau gugur. Demikian juga dengan calon yang berasal dari partai, mereka memerlukan adanya dukungan persentase jumlah kursi yang ada di DPRK/DPRA, ini adalah syarat-syarat yang ditentukan untuk keperluan pemilu itu sendiri.
Tidak cukup dengan syarat-syarat yang telah ditentukan, perlu pertimbangan lain lagi sehungan dengan keamanan bila dilakukan Pemilukada sebagaimana telah ditetapkan, karena itu perlu penundaan tahapan.
Contoh lainnya adalah kewajiban pelaksanaan haji yang merupakan rukun Islam, sebenarnya semua orang Islam tidak bisa dibatasi haknya melaksanakan haji, tapi karena alasan fasilitas yang tersedia di Mekkah dan Madinah, perlu ditentukan jumlah (kuota) setiap Negara atau setiap Daerah yang akan melaksanakan haji. Penentuan kuota ini diperlukan guna kemaslahatan jamaah haji.
Mencari Jodoh & Pemimpin
Penaralasa tersebut di atas mungkin menjadi sulit dipahami bagi mereka yang belum pernah belajar yang namanya ushul fiqh, namun hal tersebut dapat dihasakan secara sederhana dalam kehidupan kita masing-masing.
Bayani, pemahaman dalam artian bayani bisa kita katakan dengan seseorang yang akan mencari pasangan hidupnya, langkah pertama ia lakukan pasti melihat orang yang akan dijadikan pasangan secara fisik. Apakah wajahnya cantik, berkulit putih, sawo matang, berwajah bulat atau oval, badannya tinggi, rendah, besar atau kecil. Sekitar hal inilah yang pertama sekali diperhatikan.
Ta’lili, langkah kedua yang diperhatikan seseorang adalah memperhatikan sifat-sifat yang melekat pada dirinya, apakai ia bertutur kata yang baik apabila ia bertemu dengen orang lain, apakah ia selalu berbuat baik, rajin, telaten, cerdas dan lain-lain yang berhubungan dengan sifat.
Istishlahi, Ketika sesorang yang akan dijadikan pasangan mempunyai wajah yang cantik, berpenampilan menarik, gagah juga mempunyai sifat yang baik. Suka berbuat baik kepada orang lain, cerdas, peduli kepada orang lain, santun dalam bergaul. Maka yang terakhir yang akan ingin diketahui adalah : dia berasal dari mana, apakah daerahnya menganut system kekeluargaan yang patrilinial, matrilinian atau parental. Lalu profesi orang tuanya apakah sebagai seorang guru, petani, pedagang atau nelayan, kemudian bagaimana tanggapan orang yang ringgal dilingkungannya terhadap dia, apakah sifat yang baik tadi juga diakui oleh orang lain atau kebaikan itu hanya dibuat-buat. Ketika hal tersebut telah kita ketahui secara detail maka sudah saatnya kita menjadikan ia sebagai suami atau isteri.
Banyak sekali orang yang berkeluarga pada saat sekarang ini tidak menganggap penting langkah-langkan seperti yang telah disebutkan, baru berkenalan satu minggu menikah, belum mengenal keluarganya secara dekat menikah, juga belum mengetahui bagaimana seseorang dengan rukun tetangganya menikah. Akhirnya angka perceraian setiap tahunnya akan bertambah, lebih banyak angka perceraian dari jumlah hari dalam satu tahun.
Terakhir, tidak salah bila langkah ini kita gunakan untuk menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin kita ke depan: Kenali mereka secara fisik atau pribadi, lihat apakah ia adalah orang baik atau berpura-pura baik, kemudian lihatlah kiprah mereka selama ini kepada masyarakat sekitar, lalu tanyakan kepada orang lain tentang dirinya dan keluarganya dan hubungannya dengan keluarga dan masyarakat sekitarnya.