Kuasa Hukum Aktivis Anti Korup : Kebebasan Berekspresi Terancam di Aceh Tengah

Takengon | Lintas Gayo : Advokat publik untuk kasus Pencemaran Nama Baik Bupati Aceh Tengah dengan terdakwa  Hamdani dan Idrus Saputra,  menyatakan ada kecenderungan untuk kepentingan penguasa dalam proses persidangan kasus yang sudah memasuki tahapan pembacaan nota pembelaan yang berlangsung Rabu (10/8) di ruang sidang Pengadilan Negeri Takengon.

“Perkara ini para terdakwa dijerat pasal penghinaan 310, 311 dan 316 KUHP, namun Bupati Aceh Tengah selaku pihak yang merasa keberatan tidak pernah datang dan diperiksa di penyidik serta persidangan, ini kan aneh seharusnya perkara ini gak bisa naik sampai ke pengadilan, hukum tidak memandang jabatan, kaya atau miskin, dimata hukum semua manusia adalah sama, jadi ya harus tunduk dan patuh terhadap hukum yang berlaku”, beber Zulfa Zainuddin, SHI didampingi Moch. Ainul Yaqin, SHI, Kamis (11/8). Keduanya merupakan advokat publik LBH Banda Aceh Pos Takengon

Selain itu, pasal 310, 311 dan 316 KUHP dinilai kuasa hukum terdakwa sebagai pasal yang membungkam kemerdekaan berekspresi yang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2005 tentang Hak Sipil Politik.

Ketiga pasal tersebut, juga dinilai sifatnya sangat karet, mengingat penerapan delik penghinaan umumnya selalu dalam keadaan tidak seimbang antara si penghina dan si terhina. Karena si Terhina selalu dalam posisi kuat baik secara ekonomi, politik, ataupun hukum, sementara si Penghina dalam posisi lemah atau dilemahkan baik secara ekonomi, politik, ataupun hukum.

Kedua advokat terdakwa mengatakan, bahwa tuntutan 4 bulan penjara atau 8 bulan percobaan, bisa menyebabkan trauma mendalam sehingga dapat membahayakan kemerdekaan berekspresi yang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Hak Sipil Politik.

Dalam nota pembelaannya, kuasa hukum terdakwa juga menjelaskan bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai tidak jeli dalam memandang persoalan dan terkesan dipaksakan demi kepentingan penguasa. “Hal ini sangat jelas, bahwa perkara ini hanya lebih kepada persoalan kepentingan penguasa, padahal yang demikian tidak sejalan dengan hukum Hak Asasi Manusia”, cetus Ainul pada saat pembacaan nota pembelaan.

Majelis hakim yang dipimpin oleh Firza Andriansyah, SH. kemudian menanyakan kepada JPU apakah ditanggapi atau tidak nota pembelaan dari para terdakwa, dan  JPU menjawab akan mengajukan tanggapan secara tertulis pada persidangan berikutnya, jawab Sri Wahyuni, selanjutnya ketua majelis menutup sidang. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.