Catatan Kha A Zaghlul*
KOBARAN lidah api menjilat-jilat dinding Masjid Jami’ Baiturrahman, Tetunyung Takengon Timur, Jum’at 20 April 2012, sekira pukul 11.30 Wib. Ini membuat saya ragu naik ke lantai 3 masjid tersebut karena kobaran api tingginya sama dengan tinggi masjid tersebut. Api sedang melalap rumah berbahan kayu disebelahnya. Panas dan asap mengepul.
Saya menonggak kepala ke lantai 3 Masjid tersebut, setidaknya ada 3 orang warga berdiri ditengah kepungan asap hitam. Satu orang diantaranya berkopiah, nampaknya dia bersiap untuk tunaikan shalat Jum’at di masjid tersebut sebelum akhirnya tak ada aktivitas Fardlu Jum’at disitu.
Sosok tersebut terlihat kalang kabut, dia membungkuk-bungkuk mencari sesuatu dilantai tersebut, lalu kembali ke pinggir lantai dan terlihat melempar sesuatu ke kobaran api. Membahayakan untuk dirinya diposisi ditengah kepungan asap dan kemungkinan menjalarnya api ke bangunan Masjid.
Naluri jurnalistik berkata lain, tak puas dengan hanya mengambil gambar dari sejumlah sudut di lokasi kejadian tersebut. Tanpa pikir lagi resiko, saya bergegas menyeruak kerumunan orang yang berdiri diseputar tangga, saya naik hingga ke lantai 3, tempat kubah masjid tersebut berdiri.
Ah, air mata tanpa sadar terurai. Kekuatanku hilang saat menyaksikan api melalap rumah milik 6 warga setempat, 1 rumah dirusakkan hingga ikut rata dengan tanah dan 4 rumah lainnya juga dirusak untuk hentikan menjalarnya api.
Orang-orang semakin banyak di lantai 3 masjid tersebut, namun kembali perhatian saya ditarik oleh aktivitas sosok berjengot ubanan yang saya kenali bernama Alfian tersebut. Dia, ternyata kesana kemari mencari batu dan melempar kobaran api. “Saya sangat cintai masjid ini, bagaimana ini,” ujarnya saat disapa seseorang tentang apa yang dilakukannya itu sia-sia. Taklukkan api mesti dengan air pak Alfian !.
Dia ternyata tak peduli, dia pungut lagi batu, walau hanya sebesar kelereng dia lempar sekuat-kuatnya dengan wajah kebencian kearah api yang dijadikan Sang Pencipta sebagai iblis pengganggu keimanan ummat Islam.
Dalam aktivitasnya mengusir api, air mata Alfian yang ternyata adalah ketua Panitia Pembangunan Masjid tersebut terus mengalir membasahi pipi wajah yang mulai renta tersebut.
Entahlah, Wallahu a’lam bisshawab, lemparan batu-batu kecil itu mengusir api seperti yang dilakukan nabi Ibrahim AS melempar iblis yang menggoda imannya saat akan menyembelih anak tercinta Ismail.AS sebagai ujud cintanya kepada Allah SWT.
Api kian menjauh, menjauh, menjauh dan akhirnya padam ditaklukkan oleh tangan-tangan manusia ikhlas yang berupaya memadamkannya, bukan sekedar menonton seolah kebakaran itu terjadi dalam skenario film. Berbuat baik untuk orang lain walau kecil sangat jauh lebih baik ketimbang animo menonton yang justru menghambat upaya orang lain untuk menghentikan bala bencana.
Semoga upaya pak Alfian diberkahi Allah SWT yang selalu santun bertegur sapa dengan sebut ananda, kakanda, ayahanda kepada orang sesuai dengan umur lawan bicaranya. Batu-batu kecil dari tanganmu telah usir api itu mengusik rumah Allah dikampung yang konon sarat dengan kisah Telege Pitu (Tujuh Sumur:Gayo-red).
Allahu Akbar, terima kasih pak Alfian, menulis kisahmu membuat mata ini keluarkan air mata, lemparan Jumrah-mu mengingatkan atas kelalaianku selama ini mengingat-Nya.
*Pehobi foto, tak faham fotografi, tinggal di Pegasing Aceh Tengah