MAHASISWA selalu mempunyai sisi yang menarik untuk diamati, diikuti dan bahkan diceritakan, karena posisi daya tawar mereka yang tidak usah kita ragukan lagi dalam menentukan dan memperbaiki kualitas pemikiran masyarakat, baik dari sisi peran mereka sebagai penyambung lidah rakyat, calon pemimpin masa depan dan juga tentunya sebagai manusia biasa yang tak luput dari rasa serta sipat khas manusiawi.
Mahasiswa menjamur bak jamur di musim hujan, seiring dengan majunya taraf ekonomi masyarakat, pola pikir yang semakin meningkat, perguruan tinggi yang ada di daerah sebagai salah satu lembaga penghasil mahasiswa saat ini. Ketika kita behadapan dengan mahasiswa tentunya kesan intelektual telah melekat pada diri mereka, di tambah lagi dengan jas almamater yang sering mereka pakai sebagai simbol persatuan dan sebagai identitas serta komunitas mereka.
Menjadi mahasiswa adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagi yang menyandangnya atau sedang berprofesi sebagai seorang yang menimba ilmu di perguruan tinggi, siapapun dia ketika seseorang mempertanyakan apakah anda seorang mahasiswa? dengan bangganya mereka mengatakan saya seorang mahasiswa, apalagi saat berdemotrasi menentang kebijakan penguasa yang di anggap tidak prorakyat mereka selalu menggunakan kata mahasiswa, karena daya pikat dan daya gempur yang mereka miliki bertambah jika menggunakan kata mahasiswa. terlebih lagi jika dia kuliah di universitas unggulan atau favorit pasti semakin bertambah rasa bangganya karena sulitnya bisa mendapatkan kartu sebagai penduduk asli kampus tersebut.
Tetapi tidak semua mahasiswa dapat kita gelari sebagai mahasiswa, samakan watak serta tingkat pengetahuannya terlebih saat ini, karena masyarat dan dunia terus berkembang menuntut sebuah harapan terhadap peran mereka dalam membagun generasi. Semua orang yang sedang menimba ilmu di perguruan tinggi di sebut mahasiswa saja karena kata mahasiswa sering di bubuhi tambahan di ujung kata mahasiswanya, layaknya gelar yang disahkan jika seseorang telah menamatkan atau menuntaskan pendidikannya seperti mahasiswa berprestasi, mahasiswa abadi, mahasiswa partai, mahasiswa cari muka, mahasiswa kampungan dan lain-lain. Yang menjadi hal menarik dalam tulisan ini adalah Mahasiswa Kampungan, pasti kita semua merasa heran tentunya bertanya-tanya mengapa ada mahasiswa yang di juluki Mahasiswa Kampungan.
Tetapi sebelum kita masuk lebih dalam alangkah lebih baiknya Kita mengetahui arti kata kampung. Kampung adalah tempat dimana seseorang lahir atau tempat asal serta daerah tempat orang tuanya menetap (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2000.) Kata kampung akan berubah makna serta arti jika di bubuhi akhiran-an. Kata akhiran -an dalam sebuah kata akan mempertegas sipat kata tersebut (balai bahasa imbuhan serta kata, 1990), berarti kata Kampungan bisa di artikan seorang yang memiliki sipat kampungan, norak serta jadul dan kuno.
Ada rasa penasaran mengapa kata tersebut ada hubungannya dengan mahasiswa sedangkan yang saya ketahui mahasiswa kebanyakan memang berasal dari kampung, maka dari itu penulis mulai mencari tau apa penyebabnya?
Hasil dari pengamatan dan penjelasan dari teman-teman sesama mahasiswa, mereka mengungkapkan ada kreteria khusus yang menjadi bahan penilaian seseorang dapat dikatakan sebagai mahasiswa kampungan. Yang Pertama adalah berteman hanya dengan satu suku yaitu suku dari daerahnya atau kampungnya sendiri sehingga tidak pernah menghargai dan mau berteman dengan suku-suku lain yang berada di kampus tersebut padahal di jaman yang multietnis dan multikultur saat ini mahasiswa dituntut untuk bisa menjadi pelopor perubahan terhadap suku dan masyarakatnya dalam arti kata positif, seperti bagaimana mengetahui rahasia serta kiat-kiat keberhasilan daerah lain sehingga mereka dapat mengembangkan dan meningkatkan taraf kesejahteraan masyarat di daerah mereka.
Tentu saja hal ini tak mereka temui bila mereka tidak mau membaur dengan orang yang berlainan daerah, sampai ada seorang rekan yang berkata “Apakah mereka tidak pernah bosan.di kampus bareng, di kelas bareng, mau ngapain juga bareng sampai tidur juga bareng” tentu saja ilmu yang di dapat pasti itu-itu saja.
Kedua, organisasi kampungan atau bertaraf Paguyuban, terkadang banyak mahasiswa yang aktif berorganisasi tetapi organisasi yang bertaraf lokal dibentuk dari kampung daerah tempat asal, memang tidak ada salahnya jika kita bergelut diorganisasi daerah asal seperti Paguyuban Aceh Tengah, Bener Meriah dll tetapi kita juga harus aktif di organisasi yang ada di luar suku kita sendiri seperti HMI, KAMMI, dan lainnya, sehingga kita bisa membuka jalan kerjasama antara organisasi yang kita naunggi dengan demikian kita serta organisasi kedaerahan kita mempunyai jaringan atau link yang lebih luas sehingga dampaknya lebih terasa dan ilmu yang kita dapat dari organisasi bertaraf Nasional tadi bisa kita bagi-bagikan kepada teman-teman yang ada di organisasi lokal sehingga kita bisa membuka wawasan mereka juga.
Ketiga. Ketika waktu libur, biasanya ini dilakukan oleh mahasiswa wanita menyempatkan diri untuk pulang ke kampung dengan alasan Home Sick sekian lama tidak bertemu alias rindu, tetapi berbeda dengan mahasiswa pada umumnya Mahasiswa Kampungan selalu berkeinginan untuk pulang kampung setiap ada waktu libur walau hanya tiga hari seperti ada ‘tanggal kejepit’ mereka langsung meliburkan diri untuk pulang kampong, terkadang mereka harus membayar mahal untuk itu semua, misalnya hari senin tidak dapat masuk karena lelah di perjalanan atau seninnya ada ujian ulangan sehingga mereka kurang fokus dalam mengerjakan karena kelelahan dan mengantuk.
Problem ini terjadi pada mahasiswa yang dekat misalnya di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh mahasiswa yang daerah-nya berdekatan atau jarak tempuh 2 jam sampai 8 jam perjalanan, seperti Lhoksemawe, Sigli, Bireun dan lainnya ini saya amati ketika saya masih mengejam pendidikan S1 di kota tersebut.
Ke-empat biasanya ini terjadi pada mahasiswa lelaki jika bertemu dengan rekan sesama daerah selalu fokus cerita atau pembahasan mengenai ‘pacar’ atau wanita, tidak pernah berganti topik dari jaman Semester Satu sampai Semester Akhir, biasanya yang dibicarakan hanya wanita itu saja seputar mantan pacar, pacar sekarang dan yang paling mengherankan pembahsan ini tidak ada habisnya walau setiap bertemu membahas topik tersebut aneh memang tapi ya begitulah ciri-ciri Mahasiwa Kampungan.
Cinta akan kampung halaman sangatlah perlu terlebih ketika kita sedang dalam masa teringat dengan orang tua. Bergaul dengan orang satu kampung atau suku juga perlu tetapi janganlah kita menjadi Mahasiswa Kampungan yang hanya berpikiran ‘kampung’ seperti siapa saja yang sudah menikah di kampung, Si Pulan sudah punya mobil, Si Pulen sudah cerai. Jangan sampai teman-teman kita menjuluki kita sebagai Mahaiswa Kampungan, tunjukan kepada mereka bahwa kita bukan Mahasiwa Kampungan. Karena akan sangat sedih bila mahasiswa, yang seharusnya berperan sebagai ujung tombak berubahan, semoga kita tidak termasuk dalam katagori Mahasiswa Kampungan ini.(irwanputra88[at]gmail.com)
*Mahasiswa asal Bener Kelipah di Bandung