Membakar Mayat

Oleh: Drs. Jamhuri,MA*

SEORANG mahasiswa bertanya kepada saya tentang, apakah Islam membenarkan membakar mayat seorang muslim yang telah meninggal dunia,  sebagaimana dilakukan oleh agama selain Islam (seperti hindu)?. Secara sepontan jawaban saya berikan, bahwa Islam tidak pernah mempraktekkan hal seperti itu, karena dalam Islam ada aturan dan tatacara yang baku tentang pelaksanaan (tajhiz mayat), sebagaimana kita pelajari di bangku sekolah sejak dari sekolah dasar (SD/MI) sampai ke perguruan tinggi (PT).

Penjelasan lain saya tambahkan, pernahkan kita terbayang satu saat penduduk dunia semakin banyak, tanah-tanah menjadi mahal sehingga tidak ada lagi tempat (tanah) yang dapat dijadikan sebagai tanah perkuburan atau kalaupun ada kebanyakan masyarakat tidak sanggup membeli atau menyewanya. Mungkin kita belum berpikir kearah itu karena luasnya tanah yang tidak hanya dapat digunakan untuk perkuburan tetapi juga masih banyak tanah yang terbengkalai tidak dimanfaatkan.

Hal lain yang pernah terjadi tentang bagaimana menguburkan seorang muslim pada saat terjadinya Tsunami di Aceh, di mana hal tersebut belum pernah terpikirkan oleh ilmuan muslim dan juga belum pernah diajarkan oleh para guru, para ustaz dan juga para tengku atau kiyai. Jumlah orang yang menjadi korban pada saat tsunami mencapai 250 ribu orang, tidak ada orang yang sanggup melaksanakan tajhiz mayat sebagaimana diajarkan dalam kitab-kitab yang telah ditulis oleh Ulama sebelumnya.

Mayat diambil dari tempat-tempat seperti reruntuhan bangunan, mayat tergeletak berdampingan dengan bangkai sapi, kambing dan lain-lain yang pada saat itu semuanya tidak ada harga di depan mata manusia yang lain. Karena pada saat itu tidak ada yang sanggup memberi penghargaan. Lalu mayat-mayat itu dibungkus dengan plastik selanjutnya dijatuhkan kelubang yang telah digali dengan menggunakan alat berat, tapi karena pertimbangan banyaknya tanah yang akan dijadikan kuburan, maka mayat tersebut dirapatkan dengan menggunakan mobil giling seperti merapatkan batu untuk pengerasan atau pengaspalan jalah dan janazah ini ditimbun secara berlapis. Perkuburan ini di Aceh dikenal dengan perkuburan massal.

Sebagaimana telah disebutkan bahwa perlakuan terhadap janazah seperti tersebut belum pernah diajarkan dilembaga-lembaga pendidikan. Demikian juga dengan pembakaran janazah, ulama kita belum membahas dan menulis hukum tentang perlakuan dengan membakar janazah. Para guru, ustaz dan tengku kita juga belum mengajarkan hal tersebut di sekolah dan tempat pendidikan lainnya, ini lebih dikarenakan oleh ketidak perluan kita pada saat ini, artinya kita belum perlu membicarakan hal tersebut dan kalaupun dibicarakan akan menghabiskan waktu dan energi. Namun sebenarnya sudah saatnya para ahli dan tokoh agama kita membicarakaan hal tersebut, dengan dasar pertimbangan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin sempitnya lahan kosong yang tersedia.

Karena jawaban yang saya berikan tidak secara langsung dengan boleh atau tidak boleh, maka ada sebagian mahasiswa merasa tidak puas, bahkan ada yang sampai tengah malam masih meminta jawaban dari saya dengan menggunakan SMS. Beliau (yang namanya tidak terekam dalam HP saya) bertanya, bahwa ia belum merasa puas dengan jawaban yang saya berikan, dan kalaupun itu dibenarkan bagaimana dengan pelaksanaan azab kubur, bukankan azab kubur itu hanya dapat dilaksanakan dalam kubur ?

Sebagai seorang dosen saya merasa bangga, bahwa ada mahasiswa saya yang masih mau menghubungi dosennya sampai waktu tengah malam karena ketidakpuasan dengan penjelasan dari dosen (ini jarang terjadi). Jawaban yang saya berikan dari pertanyaan yang diajukan juga tidak panjang, saya hanya mengatakan kalaupun ada azab kubur maka azab itu bukanlah dalam wujud azab secara fisik, tetapi azab yang diberikan pasti dalam wujud bukan fisik.

Setelah SMS jawaban saya terkirim, saya berpikir kembali. Bukankah kita semua telah diajarkan oleh guru kita, ustaz melalui ceramahnya serta orang tua kita masing-masing memberi tahu bahwa bagi mereka yang mendapat azab kubur akan mendapat pukulan dari Malaikat dengan menggunakan tongkatnya, sampai tertanam dengan kedalaman tanah yang sedalam-dalamya dan selanjutnya akan di congkel dengan menggunakan kuku tangan Malaikat tersebut dan akan terbang setingginya. Dan sulit betul bagi seseorang untuk memikirkan bagaimana bila manusia itu tidak dikubur, seolah tidak adanya kuburan sebagai kita pahami selama ini merupakan usaha untuk menghilangkan jejak dari pencarian Malaikat.

Inspirasi lain dari perlunya kuburan untuk azab kubur menambah bahan analisa bagi kita, yang mana bila kuburan itu dianggap penting maka pastilah yang di azab itu hanya yang mempunyai kuburan lalu bagaimana dengan mereka yang tidak beragama dengan agama yang kita yakini yaitu Islam, apakah mereka yang beragama lain tersebut karena tidak ada kuburan maka azab kubur itu tidak ada. Dan berarti pula azab kubur itu hanya berlaku bagi muslim yang tidak mengamalkan agamanya tidak termasuk kepada pemeluk agama lain.Wallahu a’lam.(jamhuriungel[at]yahoo.co.id)

*Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh dan Peminat Pemikiran Keagamaan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.