Oleh : Ketut Wiradnyana*
Analisa karbon yang telah berlangsung pada ekskavasi kali ini atas bantuan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tengah, untuk itu Balai Arkeologi Medan sebagai Unit Pelaksana Teknis yang diantaranya memiliki tugas pokok penelitian arkeologi di wilayah kerjanya, mengucapkan banyak terimakasih, sehingga sebagian kurun waktu aktivitas di Loyang Mendale dapat diketahui dengan pasti.
Kami berharap di tahun mendatang peran Pemerrintah Daerah lebih banyak lagi dalam kaitanya mengungkapkan sejarah budaya masyarakat Gayo. Sejalan dengan itu, kami juga mengucapkan terimakasih atas partisipasi masyarakat Mendale dan Ujung Karang atas segala bantuannya memberikan lahan untuk dijadikan objek penelitian ataupun bantuan lain yang dapat membantu kelancaran kegiatan penelitian. Tidak ketinggalan instansi terkait yang ada di Kabupaten Aceh Tengah yang turut melancarkan kegiatan penelitian kami. Teman–teman media cetak lokal, nasional dan internasional yang telah mempublikasikan penelitian kami, sehingga kawasan Mendale dan sekitarnya, Lut Tawar dan arkeologi semakin dikenal di segala lapisan masyarakat, untuk itu kami ucapkan banyak terimakasih.
Budaya Mesolitik dan Neolitik
Pengamatan atas morfologi dan teknologi artefak batu yang ditemukan di Gua Putri Pukes dan Loyang Mendale menunjukkan adanya indikasi dua babakan masa yang berbeda yang telah berlangsung di kedua lokasi dimaksud.
Babakan masa yang tertua yang ditunjukkan dari sebuah alat batu berupa kapak genggam dengan morfologi dan teknologi dari masa mesolitikum. Hal tersebut juga di perkuat dengan temuan serut sampingpada kedlaman 70 cm yaitu di spit (7) kotak T8 S2 yang juga umum ditemukan di situs-situs yang sejaman dengan periodisasi mesolitikum. Kalau kita perhatikan kotak gali tersebut nampak adanya babakan masa yang jelas berbeda di lapisan kotak gali ini. Dimana sebelum spit (7) atau di bagian atas kedalaman 70 cm nampak adanya temuan gerabah yang merupakan ciri khas dari budaya neolitik dan setelah spit (7) atau setelah kedalaman 70 cm, mencirikan periode mesolitik dengan adanya alat serpih berbahan cangkang kerang dan serut samping .
Keberadaan kapak genggam pada singkapan tanah sisa pengerukan tebing ceruk di situs Loyang Mendale dengan teknologi dan morfologi yang sama dengan kapak genggam di Loyang Putri Pukes semakin meyakinkan bahwa proses hunian yang telah berlangsung di kawasan ini paling tidak dimulai sejak periode mesolitik
Selanjutnya dengan temuan kapak lonjong dan kapak persegi di Gua Putri Pukes dan Loyang Mendale menunjukkan adanya aktivitas di kedua lokasi tersebut yang memiliki periodisasi neolitikum. Sebuah pecahan alat batu berupa kapak persegi pada kedalaman sekitar 10 cm atau di spit 1 kotak T15 S6 menunjukkan adanya aktivitas yang cukup intensif di kotak gali tersebut dalam kaitannya dengan paralatan batu (kapak lonjong dan persegi). Dengan demikian patut diduga bahwa kapak batu masa neolitik di produksi di situs dimaksud mengingat bahan kapak persegi juga ditemukan di kotak gali dimaksud.
Sedangkan dari hasil ekskavasi yang telah dilakukan di Loyang Ujung Karang, menghasilkan seperangkat peralatan batu berupa 2 (dua) mata panah berbahan andesitik. Menilik morfologi dan teknologinya kedua alat tersebut kerap merupakan bagian dari budaya mesolitik, namun karena ke dua alat dimaksud ditemukan sekonteks dengan kerangka manusia yang berciri dari budaya neolitik (bekal kubur gerabah yang diletakkan di dada) maka dari aspek morfologi teknologi alat batu dapat dikatakan bahwa aktivitas yang telah berlangsung di situs Loyang Ujung Karang, Mendale dan Putri Pukes telah berlangsung dari sejak babakan masa mesolitik dan neolitik. Namun kalau kita cermati tinggalan lainnya yaitu beberapa fragmen gerabah dan fragmen keramik, maka kawasan Mendale dan sekitarnya telah dihuni dari sejak masa mesolitik hingga kolonial.
Analisa Karbon
Analisa atas 3 (tiga) jenis sampel yang diambil dari Kotak gali U2 T1 di Loyang Mendale yaitu sampel abu pembakaran, sampel tulang manusia dan hewan serta sampel arang. Sampel abu pembakaran diambil pada kotak U2 T1 ekt. 2 pada kisaran spit (4) dengan kedalaman dari muka tanah berkisar 10 cm. sedangkan sampel analisa karbon pada tulang diambil pada ekt 1 dengan kedalaman sekitar 20 cm dari permukaan tanah. Sedangkan sampel analisa karbon pada arang sisa pembakaran diambil dari ekt.2 dengan kedalaman 40-50 cm yang masuk kedalam spit (7) sisa pembakaran. Kalau kita menggunkan lapisan tanah pada sampel dimaksud maka tampak jelas bahwa lapisan abu pembakaran berada pada lapisan di atas dan dilanjutkan dengan lapisan tulang. Sedangkan lapisan arang sisa pembakaran sangat jelas berada di dilapisan di bawahnya.
Adapun hasil dari analisa yang telah dilakukan pada ke-3 (tiga) sampel dimaksud yaitu:
NO | KOTAK | SPIT | KEDALAMAN DARI MUKA TANAH | JENIS SAMPEL | WAKTU |
1 | U2 T1 Ext 2 | 4 | 10 cm | Abu pembakaran | 1740 ± 100 BP |
2 | U2 T1 Ext 1 | Lot 3 | 20 cm | Tulang | 1870 ± 170BP |
3 | U2 T1 Ext 2 | 7 | 40 – 50 cm | Arang | 3580 ± 100 BP |
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hunian dalam babakan masa neolitik yang telah berlangsung di Loyang Mendale berkisar dari 3580 tahun yang lalu hingga 1740 tahun yang lalu atau tahun 270 Masehi.
Namun dari hasil analisa atas morfologi dan teknologi pada berbagai artefak yang ada hunian di situs Mendale dan sekitarnya sangat mungkin jauh lebih tua dari masa itu, dan juga adanya temuan gerabah berglasir serta fragmen keramik menunjukan bahwa hunian di situs itu masih terus berlanjut hingga masa kolonial. Hasil analisa karbon atas tiga sampel dimaksud baru mewakili sebagain dari periodisasi neolitik yang telah berlangsung di wilayah itu dan hanya baru menggambarkan paruh waktu yang pasti atas sebagian aktivitas yang telah berlangsung di Loyang Mendale.
Selain itu hasil analisa karbon dimaksud memberikan gambaran bahwa pada sekitar 3580 tahun yang lalu telah ada kelompok orang yang berbudaya neolitik, telah mengenal estetika (perhiasan berbahan taring hewan) dan berbagai peralatan hidup dan upacara berbahan tanah liat dan batu serta telah mengenal religi, dengan menguburkan salah satu anggota kelompoknya yang telah meninggal dengan cara melipat kaki si mati dan menindihnya dengan bongkahan batu. Orang yang dikuburkan tersebut sangat mungkin merupakan seorang tokoh pada msanya, mengingat serakan tulang yang ada pada lapisan atasnya tidak diberlakukan seperti halnya kerangka di bawahnya. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa penguburan dengan cara menindih orang yang telah meninggal merupakan perlakuan khusus yang diperuntukkan bagi orang yang memiliki kedudukan khusus di kelompoknya.
Lokasi yang sempit dan berada di ujung utara deretan ceruk Mendale dengan posisi yang agak tinggi tersebut digunakan sebagai areal penguburan pada sekitar 3580 tahun yang lalu dan sekitar 1870 tahun yang lalu. Adanya serakan tulang manusia di atas kerangka yang tertindih bongkahan batu, sisa pembakaran dan juga abu pembakaran menggambarkan bahwa aktivitas lainnya juga dilakukan di areal tersebut. Artinya aktivitas di atas penguburan dapat juga dilakukan penguburan lainnya atau aktivitas lainnya seperti pembuatan api, baik untuk menghangatkan badan ataupun untuk aktivitas lainnya seperti aktivitas berdoa di atas penguburan dimaksud. Serakan tulang pada 1870 tahun yang lalu atau tahun 140 Masehi sangat mungkin merupakan kuburan bagi orang biasa atau orang yang tidak memiliki kedudukan istimewa di dalam kelompoknya, sehingga tidak harus ditindih dengan batu.
Secara umum penggambaran atas aktivitas yang telah berlangsung di situs Loyang Mendale dan sekitarnya bahwa telah ada kelompok masyarakat yang berbudaya mesolitik sebelum 3580 tahun yang lalu atau sekitar 1500 sebelum Masehi. Kemudian atas analisa karbon yang dilakukan dapat dipastikan bahwa pada 3580 tahun yang lalu telah ada kelompok orang yang berbudaya neolitik beraktivitas di situs Loyang Mendale dan sekitarnya. Pada tahun 140 Masehi juga terdapat kelompok orang yang tinggal di Loyang Mendale dan mereka menguburkan orang di tempat yang sebelumnya dijadikan areal penguburan. Dari sisa tulang hewan yang ditemukan di areal yang sama diindikasikan juga bahwa mereka beraktivitas (mengolah dengan membakar, mengonsumsi dan juga membuang tulang sisa makanan) di tempat itu. Pada tahun 270 Masehi atau 130 tahun setelah penguburan terakhir kemudian lokasi itu lebih diintensifkan sebagai lokasi hunian. Hal ini ditandai dengan tebalnya abu pembakaran, yang juga menunjukan aktivitas pembakaran yang sangat tinggi sehingga bahan organik sudah tidak nampak lagi. Kalau dikaitkan dengan pemanfaatan lahan maka sangat mungkin aktivitas di lokasi itu berkaitan dengan adanya penguburan.
Orang Gayo dengan Kelompok lain
Bahwa temuan kerangka manusia di Takengon yang memiliki masa 3.580 tahun yang lalu menggambarkan kepada kita adanya kelompok manusia yang telah beraktivitas aktif di sekitar Danau Lut Tawar. Hasil analisa karbon pada konteks temuan kerangka dimaksud mengindikasikan bahwa kerangka itu relatif memiliki masa yang sangat dekat dengan masa kini, artinya ada kemungkinan kerangka manusia yang ditemukan di Loyang Mendale dan Loyang Ujung Karang memiliki keterkaitan yang kuat dengan orang Gayo sekarang ini. Untuk itu masih perlu dilakukan penelitian arkeologis yang jauh lebih intensif di Loyang Mendale dan sekitarnya dan juga di wilayah tanah Gayo, dan juga penelitian dan analisa lainnya seperti karbon, pollen, antropologi ragawi dan juga DNA. Penelitian dimaksud dapat dengan baik membantu merekonstruksi sejarah budaya di Tanah Gayo dan juga proses perubahan budaya dapat dimengerti dengan lebih baik.
Penelitian dalam bentuk ekskavasi di sekitar wilayah Gayo juga sangat diperlukan untuk dapat menginformasikan lebih baik berbagai unsur kebudayaan dan hubungan orang Gayo dengan Orang Karo, hubungan orang Gayo dengan orang Batak Toba atau juga orang Gayo dengan orang Aceh Pesisir.
*Peneliti Madya Bidang Prasejarah di Balai Arkeologi Medan
(Dikirim via email pada Sabtu, 25 Desember, 2010)