SEORANG nenek berusia renta, hidup seorang diri dengan kondisi mata buta dan tuli, rumahnya terlihat lusuh, isi dalamnya tercium bau yang tak sedap, kasur tempatnya tidur terlihat usang dan disekeliling rumahnya pun jaring laba-laba bagaikan markas Spiderman merentang dari sisi ke sisi rumah nenek itu. Sungguh pemandangan yang tak layak terutama bagi kesehatan seseorang.
Melihat semuanya itu, hati ini bagaikan ngilu disayat sebuah Sembilu yang tajam menyanyat bagian-bagian hati ini. Rasanya ingin menangis melihat seorang nenek dihempasan hutan buru Kecamatan Linge tersebut.
Setara nama nenek itu, kata Suprianto yang mengaku sebagai Kepala Dusun Tero Kemukiman Kemerleng Kecamatan Linge yang menyambut kedatangan rombongan kami, dalam misi sosial membantu nenek itu agar memiliki kehidupan yang layak, Minggu (23/12/2012).
Rombongan yang beranggotakan Wahyuni, Fitri, Nuri, Sila, Uan, Asep, Edi dan Windo yang mewakili forum Gayo Globe dan Hablumminannas Hablumminallah (H2), dan Saya sudah ditunggu oleh masayarakat Kampung sekitar, tidak terlihat pak Gecik dan Pak Imem disana, kedua sesepuh kampung berada diluar Kampung mengikuti acara pernikahan dari warganya. Makanya kedatangan kami disambut oleh Kepala Dusun Tero, Suprianto.
Suprianto mengatakan, nenek Setara kini sudah berusia lebih dari 80 tahun, dirinya tidak memiliki keturunan dan hanya hidup seorang diri dengan kondisi buta dan tuli.
Diusia yang begitu renta, tentu saja nek Setara tak lagi dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, bahkan untuk memasak saja dirinya sudah tak sanggup lagi ditambah dengan kondisinya tersebut.
Nek Setara hanya mengharapkan bantuan dari warga sekitar untuk mengantarkan makanan kepadanya, beruntung Imem Kampung setempat yang peduli kepadanya.
Diceritakan Suprianto, bahwa Pak Kusmadi yang menjabat sebagai Imem Kampung yang selalu mengantarkan makanan kepadanya.
“Pak Imem mengantarkan makanan pagi, siang dan malam”, kata Suprianto bercerita.
Ditambahkannya, karena tidak memiliki keturunan, sehari-hari nek Setara diurus oleh Kak Sede yang tinggal disebelah rumah nenek itu.
Kesehariannya kak Sede, yang mengganti pakaian, memandikan dan mencuci baju nek Setara, boleh dibilang kepada kak Sede lah nekek selalu bercerita, lanjut Suprianto.
Melihat kondisi tersebut, anggota forum Gayo Globe yang sebelumnya sudah mensurvey apa-apa saja yang diperlukan nenek tersebut langsung membongkar rumah nek Setara, barang-barang yang tak layak pakai dikeluarkan dan diganti dengan barang-barang yang sejenis.
Tilam yang usang diganti dengan tilam baru, jaring laba-laba yang meregang didinding-dinding rumah dibersihkan, diberikan penutup dinding agar tak masuk angin kerumah sehingga tak kedinginan, selimut pengusir dingin diganti baru, pakaian yang lusuh diganti baru, serta keperluan-keperluan lainnya juga turut diganti.
Saya juga kaget, diajak untuk mengantar bantuan tetapi yang terjadi membedah rumah nek Setara, tanpa diminta pun saya langsung membantu membersihkan rumah nenek itu. Nek Setara diajak Kak Sede untuk bercerita diluar rumah.
Dibutuhkan waktu 3 jam lebih membersihakn rumah nenek itu, hingga usai maka diajak nenek kembali masuk kerumah, betapa kaget nya nenek setara, mengetahui rumahnya telah berubah.
Meski sudah renta, buta dan tuli tapi ingatan nek Setara masih saja setia, barang-barangnya sebelum rumah dibersihkan ditanyanya satu-persatu, barang-barang sebelumnya ditempatkan sesuai dengan perasaan dan kekuatan feling nya.
“Kusi nge meh pinah kam barang-barang ku ipak (kemana barang-barang saya kalian pindahkan)”, kata Nek Setara setelah mengetahui kondisi rumahnya.
Wahyuni sebagai anggota rombongan menjelaskan satu persatu barang-barang yang dipindahkan, dan mengajak nenek untuk kembali tempat barang-barang dipandu untuk kak Sede.
“Kase Kak Sede si mujelas ne ku nenek isi ton barang-barang nenek”, kata Wahyuni yang terlihat menangis.
Kondisi begitu hening, saat kami semua berpamitan kepada nenek, dengan suara terbata-bata nenek mengucapkan terima kasih kepada kami semua, disambut dengan isak tangis semua orang yang berada diruang kecil itu.
Kami pun berpamitan pulang, kepada semua orang disana dan berpesan untuk lebih sering menjenguk nenek yang sebatang kara itu, warga setempat pun berterima kasih.
Inilah segelintir potret kehidupan di Aceh Tengah, masih banyak sekali orang-orang dinegeri ini yang membutuhkan rasa kemanusiaan, mungkin yang terlihat saat ini kehidupn Nek Setara, tapi ditempat lain masih ada kehidupan orang yang lebih parah dari situ mulai anak-anak yang putus sekolah hingga orang cacat yang tak mampu lagi memenuhi kebutuhan hidupnyu, mari buka hati kita semua untuk membantu sesama, agar kelak daerah kita terhindar dari ketimpangan sosial dan masyarakatnya pun memiliki kehidupan yang layak. Sedikit bantuan kita sangat berharga bagi mereka. (Darmawan Masri)