Oleh: Frengki Mboy*
KOMBUCHA adalah minuman kesehatan tradisional yang berasal dari Cina. Di Indonesia, Kombucha dikenal dengan nama Kombucha Teh atau disingkat KT. Kombucha merupakan salah satu produk fermentasi cairan teh manis dengan inokulum kultur kombucha. Kombucha memiliki rasa yang unik, asam dan manis. Rasa ini muncul karena proses fermentasi yang berlangsung dalam pembuatan kombucha (Dufresne dan Franworth, dalam Goh et al., 2012).
Kultur kombucha bukanlah kultur murni, kultur kombucha terdiri dari bakteri dan ragi yang bersimbiosis dengan baik dan dikenal dengan sebutan “scoby” (symbiotic colony of bacteries and yeasts). Bakteri pada scoby adalah bakteri asam asetat seperti Acetobacter xylinum (Liu et al., Balentine, Teoh et al., dalam Goh et al., 2012) dan ragi pada scoby yang melakukan proses fermentasi dan oksidasi seperti Saccharomyces ludwigii(Mayser et al., Liu et al., Teoh et al., dalam Goh et al., 2012). Kultur kombucha akan mengubah gula menjadi alkohol serta menghasilkan asam organik seperti asam glukoronat dan asam laktat, vitamin, asam amino, dan enzim.
Fermentasi cairan teh manis oleh kultur kombucha menghasilkan dua macam produk, yaitu minuman kesehatan kombucha teh dan selulosa mikroba. Kombucha sebagai minuman kesehatan untuk pencegahan dan penyembuhan berbagai macam penyakit sebenarnya sudah lama dilakukan oleh kalangan rumah tangga di beberapa negara Asia.
Minuman ini untuk manusia telah terbukti dapat meningkatkan stamina tubuh, meningkatkan kerja usus halus, menurunkan berat badan, menurunkan kolesterol, menormalkan fungsi organ-organ tubuh, mengobati asam urat, mencegah kanker dan meningkatkan kekebalan tubuh (Alick dan Barthomelow, 2002; Harriman 1995; Williams, 2000 dalam Anugrah, 2005). Selulosa yang diperoleh dari proses fermentasi pada pembuatan kombucha adalah termasuk jenis polisakarida mikroba yang tersusun oleh serat selulosa yang dihasilkan oleh strain xylinum (Philip G.O. dan William P.A.,2000).
Menurut Valentine (1993) dalam majalah Search for Health menyatakan bahwa teh kombucha meurpakan minuman penawar racun dalam tubuh, karena teh kombucha mengandung unsur metabolis, yaitu asam glucuronic dan asam laktat serta unsur keseimbangan semua vitamin B. Asam glucuronic inilah yang berperan membantu dalam menetralkan racun dalam tubuh.
Selulosa merupakan biopolimer utama di bumi yang biasanya didapatkan dari tanaman dengan pengolahan yang memerlukan energi yang besar dan bahan kimia yang berbahaya bagi lingkungan. Oleh karena itu diperlukan alternatif sumber penghasil selulosa, yaitu selulosa mikroba. Selulosa bakteri mempunyai beberapa keunggulan antara lain memiliki kemurnian yang tinggi tanpa adanya lignin, pektin dan hemiselulosa, dimana zat-zat tersebut biasa ditemukan pada selulosa tanaman (Lapuz, et al., 1967).
Serat selulosa mikroba memiliki sifat-sifat fisik tertentu yang berbeda dari selulosa tumbuhan. Sifat fisik yang unik dari selulosa yang berasal dari bakteri ini antara lain adalah memiliki kemurnian, kristalinitas, kekuatan mekanik, dan porositas yang tinggi serta memiliki kapasitas dalam menyerap air yang cukup besar dan mudah terurai, hal ini yang membuat serat selulosa mikroba berpotensi untuk dikembangkan lebih jauh bukan hanya sebagai bahan olahan makanan atau minuman, tetapi juga dapat digunakan untuk industri-industri penting seperti membran separasi, bahan pencampur dalam industri kertas, produksi karbon film elektrokonduktif, alat optik dan bahan-bahan untuk keperluan biomedis (Surdia, N. M., 2002).
Produksi selulosa bakteri bergantung pada banyak faktor dan untuk menghasilkan selulosa mikroba yang maksimum maka faktor-faktor tersebut harus dioptimalkan. Produksi selulosa mikroba bergantung pada ketersediaan sumber karbon, terutama sukrosa. (Frank dalam Goh, et al, 2012). Goh, et al, (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa konsentrasi dari sukrosa yang ada dalam cairan teh manis mempengaruhi sintesis selulosa mikroba dan hasilnya sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Masaoka et al, (1993).
Sukrosa dengan konsentrasi 90 g/l menghasilkan selulosa paling banyak (66,7 %) dan peningkatan konsentrasi sukrosa dari 110 g/l sampai 250 g/l membuat produksi selulosa berangsur-angsur menurun. Sukrosa dengan konsentrasi 90 g/l merupakan lingkungan yang cocok untuk bakteri asam asetat dan ragi membentuk sel baru. Seperti yang diungkapkan oleh Frank dalam Goh et al, (2012) ketika sumber nutrisi yang memadai hanya beberapa produk metabolisme yang dihasilkan sehingga tidak terjadi akumulasi substansi yang menghambat fisiologi bakteri dan ragi.
Ketebalan dan hasil selulosa mikroba meningkat sejalan dengan memperpanjang waktu fermentasi. Produksi selulosa meningkat sampai hari ke 18 dan setelah itu berjalan konstan. Produksi selulosa mikroba berhubungan pula dengan peningkatan luas permukaan (ratio luas permukaan: kedalaman) medium kultur. Untuk meningkatkan produksi selulosa mikroba gunakan tempat yang memiliki pembukaan yang lebar dan dangkal. Perubahan pH berhubungan dengan aktivitas metabolisme dari bakteri asam asetat dan ragi. Jumlah sel bakteri asam asetat dan ragi lebih banyak berada di cairan teh daripada di lapisan selulosa (Goh et al, 2012).(frengki.nataniel[at]yahoo.com)
*Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung