Oleh: Hamidulloh Ibda*
MASYARAKAT Indonesia baru saja dikejutkan oleh keputusan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng sebagai tersangka kasus korupsi Pusat pendidikan Olahraga Hambalang, Bogor. Tiga hari sebelumnya, KPK juga menjebloskan Irjen Pol Djoko Susilo dalam tahanan. Kebetulan masuknya di tahanan Polisi Militer, Guntur, Jakarta. Seorang lagi jenderal polisi akan menjadi terdakwa. Kedua jenderal itu diduga terlibat kasus korupsi pengadaan simulator SIM yang merugikan negara sekitar Rp 100 miliar.
Belum lagi kasus korupsi yang menyandera Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan beberapa kasus korupsi lainnya. Memang benar, Indonesia seakan-akan menjadi “surga para koruptor” untuk melampiaskan nafusnya. Ironis sekali.
Sebenarnya, masyarakat sudah menduga peristiwa itu akan terjadi tapi bahwa KPK berani melakukan itu sekarang, itulah yang membuat masyarakat terkejut. Andi Mallarangeng adalah menteri aktif, Jenderal Djoko Susilo juga jenderal aktif, terakhir Gubernur Akpol (akademi kepolisian). Sebelumnya, juga ada penggede masuk penjara seperti mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rochim Dahuri, mantan Menteri Agama Said Agil, mantan Menteri Dalam Negeei Hari Sabarno dan Menteri Perdagangan/Kabulog era Presiden Habibie, Rahadi Ramelan. Ada juga mantan Kapolri Jenderal (Pur) Rusdiharjo, mantan Kabareskrim Komjen (Pur) Suyitno Landung dan mantan Kabareskrim Komjen (Pur) Susno Duaji. Tapi mereka sudah lengser keprabon.
Masih Banyak Koruptor
Kita harus bersyukur bahwa di negeri yang para penegak hukumnya tidak lagi mendapat kepercayaan rakyat karena gampang disuap, masih ada komitmen dari lembaga penegak hukum yang terus dirongrong keberadaannya. Siapa lagi kalau bukan KPK? Lembaga ini banyak dipuji karena memiliki nyali yang besar. Memang, tak ada alasan untuk takut karena rakyat berada di belakangnya.
Sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia sudah berjalan cukup lama, berbagai lembaga atau komisi dibentuk seperti Komisi 4 di bawah pimpinan Wilopo SH pada awal Orde Baru. Tapi korupsi tak pernah surut, sebaliknya malah makin merebak. Ibarat tanaman, makin dikepras malahan makin banyak tunasnya. Koruptor juga begitu, mati satu tumbuh seribu. Mana ada duit negara yang aman dari korupsi?
Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas membeberkan, sejak 2004 sampai 2011 terdapat 1.408 kasus korupsi yang merugikan negara sampai Rp 39,3 triliun. Sebuah angka yang luar biasa besarnya. Berapa ribu sekolah bisa dibangun, berapa ratus kilometer jalan tol dan jalan di luar Jawa bisa dibuat. Impian Jakarta untuk memiliki monorail atau pembuatan jembatan Selat Sunda yang menghubungkan Jawa-Sumatera tak perlu bertele-tele karena biaya. Tapi sayang, Indonesia sudah menjadi negara yang penuh dengan sampah koruptor.
Mereka bukan kelompok marjinal, bukan orang yang tersisihkan, tapi mereka orang-orang terpandang dengan jabatan paling rendah sampai selangit. Dari pejabat eksekutif, DPR/DPRD sampai pejabat bidang hukum.
Tegas Memberantas Korupsi
Bisakah KPK tegas memberantas korupsi? Bisakah KPK bisa melawan korupsi sendiri? KPK hanya diawaki orang-orang yang hanya bermodalkan moral dan kejujuran. Padahal. banyak pihak yang ingin menjegal laju KPK karena kepentingannya terganggu. Kawan setia KPK hanya rakyat, tapi jangan diremehkan. Pak Harto jatuh juga karena rakyat. KPK memang belum mandiri penuh. KPK masih harus bergantung pada penyidik dari Polri. Kini Polri menarik lagi 13 penyidiknya termasuk Kompol Novel Baswedan yang menangani kasus Irjen Djoko Susilo.
April tahun 2013, diperkirakan KPK lumpuh karena ditinggalkan para penyidik. Susahnya di Indonesia, setelah kembali ke markas mereka menjelek-jelekkan KPK. Gayung bersambut, Komisi III DPR memanggil mereka. Kalau melihat kelakuan DPR, pertemuan ini berkorelasi dengan niat DPR untuk mengamputasi wewenang KPK.
Tak kurang dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyarankan KPK merekrut anggota Polisi Militer untuk mengatasi krisis penyidik. Ini sebenarnya sebuah ungkapan sindiran karena seharusnya Polri yang terpanggil. Bahwa Polri masih memberikan lagi penyidik baru, hendaknya yang lama jangan ditarik dulu sebelum yang baru siap. Tapi sejak penetapan Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka, hubungan Polri dan KPK tidak mesra. Lagi-lagi, sikap Presiden Yudhoyono yang berjanji akan mengeluarkan Kepres soal penempatan tenaga di KPK, ditunggu.
Heboh korupsi ini bukan hanya di dalam negeri, beritanya pun sampai ke luar negeri. Jangankan kasus penahanan jenderal atau mundurnya menteri, kasus Bupati Garut Aceng Fikri yang menikahi istri muda hanya empat hari, dimuat pula di koran-koran Amerika dan Kanada. Perangai pejabat Indonesia sudah terkenal.
Sudah sepatutnya pemerintah menetapkan negeri ini dalam keadaan darurat korupsi. Bukan apa-apa, supaya seluruh aparatur negara dan rakyat siaga untuk memberantas korupsi. Biar rakyat ikut mengawasi sehingga pejabat ada rasa malu dan risih.
Yang terpenting, KPK harus tegas dan berani menindak tegas siapa saja yang terbukti melakukan korupsi. Tanpa ketegasan dan keseriusan KPK menindak koruptor, maka di tahun 2013, Indonesia pasti masih menjadi negara korup. Jika menjadi negara korup, maka sangat besar potensi Indonesia menjadi “negara gagal”. Pertanyaanya, apakah kita mau Indonesia menjadi negara gagal? Tentu tidak. Maka, ketegasan KPK sangat ditunggu untuk memberantas korupsi di negeri ini.(h.ibdaganteng[at]gmail.com)
* Direktur Eksekutif HI Study Centre IAIN Walisongo
Saya ingin kpk berada di tiap-tiap kabupaten…karena pemberantasan korupsi harus dari tingkat daerah…