Puisi Kopi Halim Mubary

Tembang Ladang Kopi

Setelah ladang kopi kita tanpa ilalang

Kau ajak anak kita ke ladang

Menyiangi rumput yang tumbuh liar

Untuk mengenalkannya pada lekuk kehidupan

 

Setelah tunas kopi yang kita tanam tumbuh berkembang

Kau ajari anak kita mereguk manisnya kepahitan

Buatkan dia mata air dari air mata kehidupan

Yang mengalirkan jejak-jejak rahasia alam

 

Ladang kopi kita yang tinggal sehektar

Karena sebagiannya kita jual buat bayar utang

Untuk mengasapkan kehidupan yang kadang kejam

Matangglumpangdua, 2012

Hikayat Kopi

Kau lahir di penanggalan purba, pada sebuah lekuk jurang. Kau diasuh oleh seorang ibu yang mencatatkan namamu pada ujung lidah seorang pengelana. Setelah besar, kau ditebarkan ke penjuru mata angin. Untuk kesekian kalinya, kau dilayarkan dalam palung kapal berkarat untuk dikembangbiakkan dalam bivak-bivak serdadu yang patuh pada perintah atasan. Kau dijadikan pelepas dahaga para pendatang, penagih utang, penari malam, pencari kehangatan. Kau diracik menjadi sesaji untuk penghormatan kaum bangsawan. Ketika ngiang nasibmu mampu mengaburkan antara gelap dan terang, ternyata di sanalah para serdadu menganggapmu candu yang mampu memenangkan peperangan. Meski sebutir peluru menyusup di batang tenggorokan, tapi kau tetap teman setia yang mengantarkan mereka pulang.

Matangglumpangdua, 2012

Rayuan Kopi      

Katamu, kau akan berhenti menyeduh kopi

Karena pahit yang kemarin masih menyisakan luka

Seperti parut yang tak pernah lekang

 

Katamu, kau akan merubah pekat kopi menjadi siang

Yang kau aduk tanpa gula dan susu

Pada adukan yang kesekian, kau menjadi sangat girang

Karena kopimu berubah menjadi gagasan

Mengajakku melihat peta perjalanan

Untuk mencari arah pergi dan pulang

 

Sengaja tak kau pasang iklan di koran

Karena kau tahu, tanpa iklan pun orang akan mabuk kepayang

Meureudu, 2012

Negeri Kopi

Pada penanggalan awal bulan

Kala setan berkeliaran mencari ranjang peraduan

Sejenak negeri kopi riuh menolak penobatan

Sebab perhelatan pesta dianggap kadal yang menggusarkan pikiran

Kepala suku negeri kopi berteriak lantang

“Enyahlah kalian yang disesatkan setan!”

 

Rencong dihunus

Belati diasah tajam

Mereka menikam-nikam pintu gerbang

Membakar gedung yang menggelar hajatan

 

Di luar sana

Pada sebuah jamuan makan malam

Mereka kompak menerka-nerka keuntungan

Membilah-bilah hasil panen

Untuk menentukan siapa yang keluar sebagai pemenang

Meureudu, 2012

Halim Mubary
Halim Mubary

Halim Mubary, lahir di Meureudu, 8 September 1969. Selain menulis puisi, juga menulis cerpen, esai, dan artikel di sejumlah media massa lokal dan nasional. Saat ini bekerja sebagai wartawan dan tenaga pengajar disalahsatu perguruan tinggi di Aceh.

Puisi Ghani Halim Mubary telah lulus seleksi tahap pertama dan berhak menjadi nominator karya yang akan dimuat dalam Buku Antologi Puisi “Secangkir Kopi” terbitan oleh The Gayo Institute (TGI) dengan editor Fikar W Eda dan Salman Yoga S.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.