Oleh: Muhamad Hamka*
MUSLIHAT culas kembali dilakonkan elit partai Golkar Aceh. Gagalnya Tagore Abu Bakar menjadi caleg DPR RI yang disebabkan oleh sikap paranoid elit DPD Golkar Provinsi Aceh, semakin menegaskan bahwa Gayo bukan di posisikan sebagai saudara oleh Aceh. Tapi tak lebih sebagai lawan yang harus di binasa dengan cara apapun.
Hal ini bukan tanpa alasan. Kapasitas Tagore sebagai Ketua KP3 ALA Pusat membuat elit politik Aceh kebakaran jenggot. Mereka takut ketika Tagore melenggang ke Senayan, maka peluang ALA menjadi provinsi kian terbuka lebar. Karena Tagore akan memiliki resonansi yang lebih luas dalam memperjuangkan ALA.
Sikap paranoid elit (Golkar) Aceh ini adalah mentalitas purba. Mentalitas para pecundang yang tak elok, dan lebih jauh lagi memperlihatkan nalar kekuasaan yang impoten. Kalau elit Golkar Aceh punya keberanian politik, maka berkompetensilah secara sehat bukan dengan cara politik tumpas kelor.
Dari sudut internal Golkar Aceh, keputusan ini juga hanya memperlihatkan nalar tumpul elit Golkar Aceh. Mengingat Tagore adalah tokoh Golkar wilayah tengah yang reputasi dan kontribusinya untuk Golkar tak perlu di ragukan lagi. Seharusnya, dengan majunya mantan bupati Bener Meriah ini, elit DPD Golkar Aceh harus memback-up secara penuh karena berpotensi mendulang suara bagi Golkar, bukan malah di rintangi
Kepentingan Primordial/Rasis.
Namun itulah kepentingan (primordial/rasis), akan dengan mudah menerabas nalar dan memperkosa nurani. Rasionalitas di jungkirbalikkan dengan irasionalitas, tujuanya hanya satu; yakni bagaimana Gayo tetap tiarap dalam “ketiak” kekuasaan Aceh (pesisir) yang penuh dengan bau busuk arogansi dan dominasi.
Persoalan ini seyogianya semakin menyadarkan orang Gayo bahwa konflik nilai yang sudah berurat akar ini hanya akan menemui harmoninya ketika Gayo sudah mandiri dalam provinsi sendiri. Selagi Gayo masih bernaung dalam provinsi Aceh, maka selama itu pula tindakan rasis dan diskriminasi akan selalu mewarnai hubungan Gayo dan Aceh (pesisir).
Konflik kepentingan Pemerintah Aceh (Partai Aceh) dengan Jakarta hari ini mestinya bisa dijadikan peluang oleh elit Gayo untuk melakukan bargaining politik dalam pembentukan provinsi ALA. Posisi tawar Gayo hari ini sangat baik di mata Jakarta. Tinggal bagaimana membangun strategi dan taktik untuk menyakinkan Presiden SBY.
Juga yang tak kalah urgen untuk mendapatkan perhatian serius dari pejuang ALA saat ini adalah membangun mind set yang sama soal landasan pemekaran ALA ini dari Aceh. Sehingga persepsi sebagaian masyarakat bahwa perjuangan ALA hanya untuk kepentingan orang-perorang dan elit politik bisa diluruskan.
Konspirasi Pembusukan
Karena ada indikasi, kekacauan mind set sebagaian masyarakat Gayo terhadap perjuangan ALA ini disebabkan oleh adanya konspirasi pembusukan sesama orang Gayo oleh elit Aceh. Konspirasi model “kolone kelima” ini adalah lewat propaganda dan wacana-wacana agitatif yang disusupkan secara sistematik ke dalam mind set sebagaian orang Gayo. Sehingga mereka hanya memahami perjuangan ALA ini sebagai kepentingan elit politik.
Nalar dan sukma mereka pun menjadi tandus melihat penindasan demi penindasan yang dilakukan oleh Aceh (pesisir) terhadap Gayo. Hal ini bisa di kikis ketika ada injeksi kesadaran yang dilakukan secara kontinyu ke segenap lapisan massa-rakyat, bahwa pemekaran provinsi ALA itu adalah ikhtiar kemanusiaan dalam memartabatkan kemanusiaan orang Gayo yang pelan tapi pasti di “bonsai” oleh Aceh (pesisir).
Kembali kepada persoalan Tagore di atas, inilah saatnya bagi elit Golkar wilayah Tengah untuk duduk semeja, membangun dialog yang jujur. Sampaikan kepada DPP Golkar persoalan ini dengan komunikasi yang jujur. Karena DPP pun tahu, bahwa basis Golkar di Aceh ada di dataran tinggi Gayo dan Barat-Selatan, bukan di Pidie atau di Aceh Utara. Tindakan “harakiri politik” elit Golkar Aceh ini tentunya tidak akan dipahamai oleh DPP tanpa ada komunikasi yang di bangun secara intens oleh elit Golkar wilayah Tengah dengan pengurus DPP Golkar.
Sekali lagi, kalau ada masyarakat Gayo yang masih menyerahkan dirinya dalam jebakkan konspirasi penuh pembusukan elit Aceh, maka selama itu pula martabat orang Gayo tetap di bonsai. Maka, bulatkan tekad dan satukan langkah menuju Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA).(for_h4mk4[at]yahoo.co.id)
* Analis Sosial dan Politik
hama@ manusia itu mana ada yang netral, saya mau tanya kemana tagore A waktu dia masih menjabat bupati BM n waktu dia masih megang proyek yg diberikan gubernur lama namun setelah tak terpilih lagi dia teriak2 ALA. hari ini ACEH yang kalian adu dengan GAYO, besok mungkin saja suku lain. politik adu domba. nulis di kebon ya gitulah
inilah yg dinamakan politik…
ada sisi sisi dimana untuk mengusung seseorang harus ada yg ditumbalkan demi meraih sebuah posisi atau kedudukan dlm parlemen..
Melihat pergerakan politik elit golkar aceh yg mendiskualisasikan tagore ini adalah bentuk intimidasi secara politik jadi jangan heran…
Jadi tagore sebagai ketua kp3 ALA, agar konsentrasi penuh dgn lobi lobi politik tingkat pusat guna percepatan lahirnya provinsi ALA, masalah golkar itu partai yg udah kadaluarsa,partai yg udah ditiggalkan pendukungnya,partai orde baru yg udah nggak laku lagi…
Maju terus bersama ALA…
inilah yg dinamakan politik…
ada sisi sisi dimana untuk mengusung seseorang harus ada yg ditumbalkan demi meraih sebuah posisi atau kedudukan dlm parlemen..
Melihat pergerakan politik elit golkar aceh yg mendiskualisasikan tagore ini adalah bentuk intimidasi secara politik jadi jangan heran…
Jadi tagore sebagai ketua kp3 ALA, agar konsentrasi penuh dgn lobi lobi politik tingkat pusat guna percepatan lahirnya provinsi ALA, masalah golkar itu partai yg udah kadaluarsa,partai yg udah ditiggalkan pendukungnya,partai orde baru yg udah nggak laku.
Mari Maju terus bersama ALA…
Mudah-mudahan dengan tulisan ini banyak teman-teman kita terbuka hatinya untuk bersatu dan melihat kenyataan yang ada seperti yang digambarkan di atas dan bersatu demi kepentingan bersama masyarakat ALA di masa yang akan datang sehingga tidak ada lagi perbedaan pendapat antara masyarakat ALA sendiri…