Oleh Syahruddln El-Rkrl
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) adalah provinsi paling barat di bumi nusantara. Daerah ini dikenal sebagai Serambi Makkah-nya nusantara. Agama Islam yang masuk ke Indonesia dipercaya juga berawal dari wilayah ini. Tak heran bila nuansa keislaman sangat kental di provinsi tersebut. Sebagaimana disebutkan, Tarekat Sammaniyah pertama kali masuk ke Indonesia melalui Aceh dan dibawa oleh Syekh Abdussamad al-Falimbani sekitar abad ke-18.
Tarekat Sammaniyah mengajarkan zikir dan wind untuk mendekatkan diri kepada Allah kepada murid-muridnya. Wirid dan zikir itu biasanya diamalkan seusai melaksanakan shalat lima waktu dan dengan cara duduk bersila.
Seiring dengan perkembangannya, zikir dan wirid Sammaniyah terus berkembang. Di Sudan dan Nigeria, zikir dan wirid Sammaniyah ini dilaksanakan dengan cara berdiri sambil memuji kebesaran Allah SWT. Tak hanya wirid seusai shalat lima waktu, zikir dan wirid Sammaniyah biasanya dilaksanakan pada peringatan hari besar Islam, seperti maulid Nabi SAW, Isra Miraj, dan sebagainya.
Adakah hubungannya antara zikir Sammaniyah dan tari Saman di Aceh? Belum ada penjelasan yang paling sahih mengenai hal tersebut. Dalam beberapa literatur menyebutkan tari Saman di Aceh didirikan dan dikembangkan oleh Syekh Saman, seorang ulama yang berasal dari Gayo di Aceh Tenggara. Siapakah Syekh Saman Aceh ini? Tercatat, ia adalah seorang ulama yang menyebarkan Islam di Aceh.
Pengamat sejarah Gayo, Ir Wahab Daud, menjelaskan, tari Saman sangat identik dengan agama Islam karena tarian ini dikembangkan sebagai alat untuk menyebarkan agama Islam, khususnya di dataran tinggi Gayo Lues. Liriknya bermakna nasihat, petuah agama, petunjuk hidup, dan sebagainya. Tarian ini mencerminkan pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan, dan kebersamaan.
Tari Saman biasanya diawali dengan salam pembuka dari syekh (pemuka adat atau pimpinan dari tari Saman). Selanjutnya, disampaikan petuah-petuah tentang menjalani kehidupan di dunia. Tarian mi dilakukan oleh sedikitnya delapan orang. Terkadang, dilakukan oleh 17 orang. Orang yang duduk pada posisi nomor sembilan (tengah) bertindak sebagai pimpinan (syekh). Pada mulanya, tarian ini hanya merupakan permainan rakyat biasa yang disebut Pok Ane. Melihat minat yang besar masyarakat Aceh pada kesenian ini, Syekh Saman pun menyisipkan syair-syair yang berisi puji-pujian kepada Allah SWT. Sehingga, tari Saman menjadi media dakwah saat itu. Dahulu, latihan Saman dilakukan di bawah kolong meunasah (sejenis surau pada saat itu yang berbentuk panggung). Sehingga, mereka tidak akan ketinggalan untuk shalat berjamaah.
Sejalan dengan kondisi Aceh yang berada dalam peperangan, syekh pun menambahkan syair-syair yang berisi semangat juang rakyat Aceh. Tari ini terus berkembang sesuai kebutuhannya. Sampai sekarang, tari ini lebih sering ditampilkan dalam perayaan-perayaan keagamaan dan kenegaraan. Tak ditemukan penjelasan lain dari Wahab Daud mengenai asal mula tari Saman. Pun, demikian dengan Mudha Farsyah, peneliti Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh. Ia hanya menyebutkan, tan Saman berasal dari Gayo yang diciptakan oleh Syekh Saman, seorang ulama yang menyebarkan Islam di Aceh, khususnya Gayo. Penulis belum menemukan biografi Syekh Saman, pendiri atau pencipta tari Saman ini.
Tentu, akan sangat menarik dan semakin jelas bila ada riwayat hidup Syekh Saman ini, kemudian asal mula diciptakannya tarian ini. Benarkah tarian ini memiliki hubungan dengan Tarekat Sammaniyah yang didirikan oleh Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Sammani al-Hasani al Madani? Apakah tari Saman memang merupakan budaya asli Aceh yang dikembangkan dari zikir dan wirid? Wa Allahu Alam.m
Sumber: http://bataviase.co.id/detailberita-10523806.html