Takengen | Lintas Gayo-Dokumentasi tertulis Gayo masih terbatas. Akibatnya, literatur Gayo sulit didapatkan. Lebih dari itu, Gayo pun masih kurang dikenal terutama di luar Aceh. “Kalau ada yang perlu literatur Gayo, bisa langsung menghubungi Research Center for Gayo atau Recef Gayo di algayonie@yahoo.com,” kata Direktur Research Center for Gayo, Yusradi Usman al-Gayoni melalui blackberry messenger, Jum’at (29/11/2013) kemarin.
Yusradi menjelaskan, buku-buku tersebut sudah dikumpulkannya sejak tahun 2002. Sementara ini, ada sekitar 100 buku Gayo yang dikoleksinya. Jumlah ini jauh lebih sedikit dibandingkan koleksi di Leiden Belanda dan di Munich Jerman.
“Dari tahun 2002, sudah saya publikasikan. Jadi, mahasiswa dan peneliti yang meneliti Gayo bisa terbantu. Alhamdulillah, banyak yang terbantu. Termasuk para mahasiswa dan peneliti dari luar negeri,” sebutnya.
Ditanya soal dana pengadaan buku tersebut, penulis sekaligus peneliti itu, menerangkan, diperoleh dari uang pribadi, ada juga dari donatur, tapi terbatas hanya Rp. 500 ribu.
“Bukunya saya beli langsung, sebagian besar dari dana pribadi uang belanjaan kuliah saya dulu, honor mengajar dan sebagian lagi beasiswa S-1, ada juga buku yang difotokopi, karena tidak dijual lagi di toko buku,” papar alumnus USU yang mesti berjalan kaki ke kampus dan puasa senin-kamis demi membeli buku-buku itu.
Dosen STKIP Muhammadiyah Aceh Tengah itu, memperkirakan, ada 300 buku terkait Gayo di Indonesia. Sayangnya, buku-buku tersebut tidak ada di tanoh Gayo. Termasuk, di Kantor Arsip dan Badan Perpustakaan Daerah baik di Takengon, Kutacane, Gayo Lues, dan Bener Meriah.
“Kalau di Kantor Arsip dan Badan Perpustakaan Daerah di Gayo, paling 5-7 buku. Saya pikir, pemerintah kabupaten Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Gayo Lues, dan Bener Meriah, mesti turun tangan,” ujarnya.
Yusradi juga berharap kepada pemerintah 4 kabupaten tersebut, untuk membantu kegiatan riset, membantu para penulis, menyetak, dan mengupayakan pengadaan buku-buku Gayo.
“Rujukan tentang Gayo semakin makin berkurang. Dampaknya, transmisi tertulis kegayoan tidak berjalan, dan pada akhirnya, makin mempercepat “kepunahan” Gayo itu sendiri,” tegasnya. (Ga/RF).
mantap Bung,,, semoga lebih banyak lagi arsip yang bisa di kumpulkan,,