Jakarta – Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhromengatakan, merosotnya suara Partai Demokrat di Pileg 2014, karena beberapa faktor.
Pertama, kasus korupsi yang mendera elite-elite utama partai. Kedua, kinerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II pimpinan SBY yang kurang fenomenal, karena isu kepemimpinan dan juga program-program yang acapkali tersandera oleh kedigdayaan DPR. Ketiga, media telah mengalihkan perhatiannya ke sosok lain yang dinilai lebih menjanjikan.
“Presiden SBY tak lagi bisa mencalonkan diri di Pilpres 2014, mengakibatkan perhatian publik, lembaga survei, dan media lebih tertuju ke tokoh-tokoh lain,” kata Siti Zuhro, di Jakarta, Selasa (27/5/2014).
Terkait beralihnya perhatian media, Siti Zuhro mengatakan, hal itu juga akibat pembentukan informasi yang dimonopoli oleh segelintir penguasa media dan pemerintah membiarkan begitu saja padahal jelas-jelas melanggar UU Penyiaran.
Pemberitaan masif oleh lawan politik tentang korupsi yang dilakukan para kader Partai Demokrat juga akibat ketidaktegasan SBY menindak para penguasa media yang melakukan monopoli dan pemindahan frekuensi televisi seenaknya.
“Untuk menghentikan monopoli media, inilah saatnya Presiden SBY melakukan penegakan hukum secara maksimal, menghukum para owner media yang melakukan praktik monopoli,” katanya.
Sementara itu, Juru Bicara Partai Demokrat, Ruhut Sitompul mengakui monopoli media oleh segelintir penguasa telah mengakibatkan terjadinya penggiringan isu, yang jelas-jelas merugikan Partai Demokrat.
“Kami korban monopoli yang dilakukan penguasa media massa. Kami sadar akan hal ini, dan kami tidak cepat menindak para penguasa yang melanggar UU Penyiaran,” katanya.
Ruhut sepakat, dalam sisa waktu kekuasaannya, Presiden SBY diharap bisa menegakkan UU Penyiaran dengan menindak tegas pemilik media yang melakukan monopoli dan pengalihan frekuensi.
“Saya sepakat monopoli harus diakhiri karena ini sangat merugikan partai kami dan partai yang tidak memiliki media,” katanya.
Sebagaimana diketahui, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) segera melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan uji materi Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Penyiaran.
MK dalam keputusannya memerintahkan pemerintah (Kemkominfo) dan KPI segera menertibkan praktik-praktik monopoli dan pemindahtanganan frekuensi Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) yang dilakukan oleh perseorangan atau satu badan hukum.
MK juga memerintahkan pemerintah untuk segera menelusuri besaran kepemilikan saham lembaga penyiaran swasta, yang telah melakukan praktik monopoli dan pemindahtanganan frekuensi. Praktik-praktik seperti ini, menurut MK, bukan masalah konstitusi, melainkan karena gagalnya pemerintah menjalankan UU Penyiaran. (Tribunnews.com)