Oleh : Akim *
Aceh yang terletak di ujung barat pulau sumatera ini merupakan wilayah yang kaya akan sumber pendapat asli daerah (PAD). Hal ini sejalan dengan penuturan dari Purnama Karya selaku Kepala DPKAD Banda Aceh, ia mengatakan bahwa realisasi pendapatan asli daerah (PAD) di Aceh sendiri selalu mencapai titik target yang telah ditentukan.
Tercatat pada tahun 2013 realisasi pendapatan asli daerah di Aceh mencapai Rp 26,632 miliar dari target Rp 23,15 miliar yang diusung oleh pemerintah daerah. Lalu, dari mana sajakah sumber PAD tersebut?
PAD atau pendapatan asli daerah merupakan sumber pendapatan yang diperoleh oleh suatu propinsi yang berasal dari pajak daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Pajak daerah dan retribusi daerah di aceh sendiri bersumber dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak pengambilan bahan galian golongan C, pajak parkir, dan bahkan meliputi pajak penerangan jalan yang pungutannya dipungut dari pelanggan listrik PLN.
Dimana hasil PPJ tersebut merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang digunakan untuk pembiayaan daerah, termasuk pemasangan dan pemeliharaan serta pembayaran rekening PJU sesuai kemampuan PEMDA.
Respon Masyarakat Terhadap Pajak Penerangan Jalan
Banyak masyarakat saat ini mengeluhkan keberadan pajak penerangan jalan yang dipungut pada saat pembayaran listrik PLN dengan tarif 9 (Sembilan) persen untuk daerah Aceh.
Masyarakat berdalil bahwa pengutan atas penerangan jalan tidak sesuai dengan prinsip kepatutan yang ada. Dimana pembayaran terhadap pajak penerangan jalan selalu terus dilakukan akan tetapi lampu sebagai penerang di jalan selalu padam atau mati.
Hal inilah yang menimbulkan kekecewaan bagi kalangan masyarakat kepada pemerintah atas keberadaan pajak penerangan jalan.
Padahal pendapatan pajak penerangan jalan di Aceh sendiri mengalami peningkatan di tahun 2013 lalu. Tercatat perolehan pajak dari penerangan jalan pada oktober 2013 mencapai Rp 11,201 miliar dari target yang ditetapkan sebesar Rp 13 miliar yang diusung oleh pemerintah daerah (Medanbisnis-Aceh, 2013).
Seharusnya dengan pendapatan pajak penerangan jalan yang diperoleh dengan angka miliaran tersebut telah mampu mewujudkan tujuan dari pemungutan pajak penerangan jalan itu sendiri. Akan tetapi si wajib pajak tidak menerima manfaat dari tujuan yang ada. Apakah solusi yang harus digagas dalam permasalahan ini?
Solusi Akhir Untuk Aceh
Dalam mencapai suatu tujuan yang diharapkan atas hasil pajak penerangan jalan bagi masyarakat di Aceh, ada beberapa kebijakan yang harus digagas kali ini.
Membenahi manajemen alokasi pendanaan, kondisi Aceh saat ini dalam hal alokasi pendana memiliki kesulitan tersendiri. Hal ini terbukti untuk pendapatan asli daerah di sektor penerangan jalan tidak mampu memberikan wujud keberhasilannya. Hal ini terbukti terdapatnya permasalahan seperti ini di tengah masyarakat. Sehingga kebijakan memperbaiki manajemen pengalokasian dirasa mampu menangani permasalahan ini.
Peningkatan perhatian akademisi kemajuan Aceh, disini para akademisi dituntut aktip terhadap permasalahan yang terjadi mengenai alokasi pendanaan dari pajak penerangan jalan yang tidak sesuai dengan kondisi pengalokasian yang seharusnya terjadi.
Masyarakat sebagai kritikus, masyarakat selaku pihak yang tidak memperoleh manfaat akan pendanaan yang seharusnya diberikan. Maka disini masyarakat harus bersifat cerdas atau kritik akan kebijakan yang seharusnya diperoleh. Sehingga bila kebijakan ini dilakukan oleh masyarakat sendiri akan dipastikan terhadap kemajuan atas kesadaran mengenai pengalokasian yang sesungguhnya.
*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh dan Anggota Budaya Menulis Bidikmisi