Oleh : Vesara Ardhe Gatera*
Jika berdiskusi mengenai mengenai status kesehatan di Aceh, maka beberapa penyakit berikut masih merupakan masalah besar yang belum tuntas. Beberapa penyakit menular seperti diare, kolera, campak, demam berdarah (malaria) dan infeksi saluran pernafasan masih menjadi ancaman kesehatan yang berpotensi tidak hanya mengganggu produktivitas namun juga menyebabkan kematian. Selain penyakit menular, Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka kematian Anak/Balita masih menyisakan perkerjaan besar dalam upaya penanggulangan. Dan jangan lupa mengenai prevalensi penyakit HIV yang terus meningkat.
Menurut data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) yang di publikasi oleh Serambi Indonesia, dalam rentang tahun 2014 angka kejadian kasus terus meningkat. Sampai dengan pertengahan tahun, kasus HIV dan AIDS mencapai 272 orang. Dari jumlah tersebut 84 orang Positif HIV dan 188 orang positif AIDS, persebaran jenis kelamin diantaranya adalah 64,9% pria dan 35,1% wanita, serta yang paling mencengangkan adalah 9 orang diantaranya adalah anak-anak.
Banyaknya permasalahan kesehatan yang terjadi di Aceh tentu menuntut dilakukannya upaya penanggulangan tidak hanya skala besar oleh Pemerintah Pusat dan Daerah beserta instantsi terkait. Untuk upaya penanggulangan beberapa penyakit diatas sebenarnya dapat dilakukan mulai dari seorang individu melalui hal-hal sederhana dan mudah. Upaya tersebut adalah tindakan pencegahan atau preventif, Tindakan ini jauh lebih baik dibandingkan dengan minum obat ketika sakit atau tindakan medis lain seperti pembedahan ketika penyakit semakin berat/parah.
Seorang pasien berusia 80 tahun pasca operasi kanker maksila dan menerima kemoterapi berkala. Berat badan pasien mengalami penurunan akibat efek samping dari kemoterapi berupa mual dan muntah, nyeri lambung, pusing dan kondisi yang lemah. Efek samping yang muncul membuat pasien tak dapat beraktivitas dengan baik sehingga hanya dapat terbaring di tempat tidur. Peluang hidup pasien menjadi terhambat bukan karena kanker namun karena malnutrisi yang terjadi akibat paparan dari kemoterapi sehingga meningkatkan angka kesakitan pasien.
Efek dari paparan obat kemoterapi ternyata bukan hanya membunuh sel kanker, namun juga bisa menyebabkan penurunan kondisi pasien karena efek samping yang muncul, walaupun pada saat yang bersamaan ada faktor lain yang menentukan seperti usia yang sudah lanjut dan kondisi fisik yang sudah melemah.
Terdapat banyak hal yang dapat terjadi mengapa pasien dengan kondisi kronis dan komplikasi sulit memperoleh penanggulangan kesehatan yang memadai. Upaya kesehatan yang selama ini dilakukan adalah dengan cara menyembuhkan penyakit dan memperpanjang peluang hidup atau disebut dengan kuratif. Upaya penunjang tersebut dilakukan melalui fasilitas kesehatan seperti Puskesmas, klinik dan Rumah Sakit, sebenarnya terdapat upaya lain yang lebih efektif seperti meningkatkan kualitas hidup dan mencegah penyakit atau disebut juga dengan preventif.
Secara sederhana, upaya kesehatan yang dilakukan memiliki tujuan untuk menyembuhkan penyakit dan meningkatkan peluang hidup atau mengurangi angka morbiditas. definisi diatas menjelaskan bahwa keputusan untuk mengurangi angka kesakitan dilakukan setelah upaya untuk menyembuhkan penyakit tidak efektif dan keadaan pasien semakin memburuk/sekarat.
Efek tindakan yang berorientasi pada pola kuratif (Menyembuhkan penyakit) memiliki resiko semakin besarnya biaya yang dikeluarkan dan angka morbiditas karena ada konsekuensi yang harus diterima, misalnya karena harus menjalani kemoterapi maka pasien akan mengalami fase yang tidak nyaman seperti mual, muntah, pusing, lemah bahkan rambut rontok. Untuk menunjang kondisi tersebut maka pasien membutuhkan obat-obat lain untuk mengurangi gejala yang muncul sehingga membutuhkan biaya tambahan.
Untuk itu, diperlukan upaya yang lebih efektif dan ekonomis sehingga pasien tidak selalu menjadi individu yang dirugikan. Upaya seperti menjaga pola makan, berolah raga, berkonsultasi tentang kesehatan secara teratur, mencegah faktor pemicu munculnya penyakit merupakan upaya sederhana dan mudah namun sulit dilaksanakan. Berbagai tindakan diatas merupakan investasi jangka panjang yang dapat mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup, terutama individu yang memiliki potensi penyakit karena faktor genetika (keturunan) seperti hipertensi dan diabetes.
Banyak pertanyaan-pertanyaan seputar kesehatan yang menunjukkan ketidakpuasan masyarakat tentang intervensi pengobatan justru berasal dari ketidakpatuhan dan ketidaktahuan pasien dalam mengikuti program pengobatan, seperti “saya sudah lama minum obat diabetes ini, tapi kenapa ya kadar gula di darah turunnya sedikit? padahal saya udah gak makan dan minum yang manis-manis”. Pertanyaan dan pernyataan tersebut adalah bentuk dari ketidaktahuan pasien tentang faktor-faktor pencetus tingginya kadar gula dalam darah. Padahal pencetus tingginya kadar gula dalam darah bukan hanya karena asupan yang manis. Salah satunya adalah nasi, melalui mekanisme metabolisme di dalam tubuh akan dibentuk menjadi gula sehingga kadar gula dalam tubuh tidak menurun bahkan meningkat yang berpotensi terjadinya komplikasi penyakit akibat diabetes.
Contoh kasus diatas merupakan hal sederhana namun kerap dipandang sebelah mata. Oleh karena itu, seorang pasien perlu menggali lebih jauh tentang penyakit yang diderita bukan hanya tentang cara minum obat namun faktor pencetus yang berpotensi memperburuk kondisi penyakit. Beberapa obat yang digunakan untuk penyakit kronis bahkan harus dibarengi dengan aktifitas olahraga sehingga efek terapi dapat tercapai sesuai dengan target pengobatan yaitu sembuh atau mengalami perbaikan.
Tindakan preventif seperti menjaga pola hidup, pola makan, berolahraga, konsultasi kesehatan secara teratur merupakan upaya yang paling bijak dan tepat dibandingkan harus minum obat ketika sakit atau pembedahan yang dilakukan karena suatu penyakit kronis. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan apabila menjaga kesehatan merupakan investasi jangka panjang bukan hanya mencegah munculnya penyakit namun juga meningkatkan peluang hidup seseorang.
Terakhir, Tindakan-tindakan preventif diatas membutuhkan komitmen bukan hanya dari pribadi namun juga dari keluarga. Untuk itu, keluarga sebagai orang terdekat perlu memperoleh pengetahuan dan kemampuan dalam upaya meningkatkan motivasi sehingga berperan sebagai partner dalam mengatasi gejala yang muncul sehingga upaya-upaya preventif dapat berjalan dengan baik.
Pemerhati kesehatan tertutama Farmasi Klinik/Rumah sakit/ Farmakologi#