Sudah banyak energi dikeluarkan untuk qanun-qanun yang sejatinya belum dibutuhkan dan tidak bersentuhan langsung dengan hajat hidup rakyat banyak. Bahkan penolakan massif di tengah-tengah masyarakat Aceh. Ialah Qanun tentang Wali Nanggroe, Lambang dan Bendera.
Bahkan karena ia bertentangan aturan lebih tinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam NKRI qanun-qanun itu belum disahkan Kementerian Dalam Negeri. Dangan fakta demikian saya tetap dan kerap menyatakan qanun-qanun itu masih ilegal dan liar dalam NKRI, sementara legal formal Aceh adalah bagian dari NKRI itu.
Sementara kalangan DPRA yang diwakili Fraksi Partai Aceh tidak pernah berhenti berteriak bahwa qanun-qanun itu sudah sah. Yang terakhir kembali berteriak akan keabsahan qanun tentang bendera dan dalam waktu yang bersamaan juga ngotot untuk segera dikibarkan di depan gedung DPRA. Dimana tiangnya sudah dibangun bersandingan dengan tiang bendera nasional Indonesia sang saka merah putih.
Bersamaan dengan itu pula Safaruddin SH dari YARA menyerahkan bendera ala qanun yang dibuat DPRA kepada anggota Fraksi PA di DPRA Tgk Haji Abdullah Saleh SH untuk segera mengibarkannya.
Akan hal ini saya mendukung dan apresiatif terhadap kreativitas dan inisiatif YARA tersebut.
Sekarang saya ingin melihat bukti nyata dari klaim Tgk Haji Abdullah SH Cs bahwa bendera itu sudah sah dan harus segera dikibarkan dan akan lebih afdhal tangannya sendiri atau sohab-sohib yang segerbong dengannya yang mengibarkan.
Jangan hanya berani menprovokasi rakyat agar nekat melakukan selera elit politik. Kalau memang bendera itu sudah sah dan legal segera kibarkan di seluruh kantor parlemen dan pemerintah di Aceh, yang diawali dari gedung DPRA dengan disaksikan Bung Malik Mahmud Al-Haytar yang mereka daulat dan telah lantik sebagai “Wali Nanggroe” Aceh.
Wassalam
Ghazali Abbas Adan
Wakil Ketua Komite IV DPD RI.