Takengen | Lintas Gayo– Dayah sebagai ujung tombak pembinaan ahlaq. Mendidik gerenasi muda sejak dini dari pengaruh negatif. Dayah harus mampu mengembangkan kearifan lokal, menggali nilai nilai budaya yang bersendikan syariat Islam.
“ Mari sama-sama kita banguna negara ini. Kita bangun bangsa yang berahlaq, manusianya tahan uji, tidak pantang menyerah, serta tidak terpengaruh dengan budaya negative,” sebut Kapolres AKBP. Dodi Rahmawan, ketika melakukan kegiatan sawue dayah di Pasantren terpadu Dayah Bustanul Muhlisin, kampung Tawar Miko, Kute Panang, Aceh Tengah.
Pimpinan Dayah Bustanul Muhklisin Tgk. Kasyandi atau lebih akrab dipanging dengan tengku putih, menyambut hangat kedatangan Kapolres dan rombongan, bahkan pimpinan dayah menyiapkan shalawat Badar untuk menyambutnya.
Kapolres selain membaur dengan generasi penerus di pasantren itu, juga mengungkapkan rasa salutnya kepada para tengku yang masih muda dan para ulama yang dengan sukarela mengajarkan ilmu mereka kepada generasi penerus bangsa di Dayah Bustanul Muhlisin.
Ketika menyambangi pasantren ini, Kapolres didampingi sejumlah perwira lainya yang juga siap memberikan ilmu kepada generasi muda, khususnya tentang narkoba,penegakan syariat islam dan menjaga keamanan lingkungan.
“Narkoba itu apapun jenisnya adalah racun. Sekali terjurumus ke dalamnya, sangat sulit untuk keluar. Ketergantungan sangat tinggi. Bila sudah ketergantungan, akan hilang akal sehat, hilang rasa iman di dada, dan nekat melakukan hal yang negative demi mendapatkan barang yang sudah meracuni tubuh,” sebut Kapolres.
“kita harus perang dengan narkoba. Saya yakin para santri di dayah ini akan menyatakan tekatnya memerangi narkoba,” kata Kapolres yang dijawab oleh para santri siap menghadapi peperangan dengan narkoba.
Selain itu, Kapolres juga menyampaikan agar para santri menjadi contoh yang baik ditengah masyarakat. “Tidak ada santri yang ditangkap kemudian dicambuk karena melanggar syariat, tidak ada santri yang mencuri dan perbuatan lainya yang tidak baik. Namun santri menjadi panutan yang baik,” pinta Kapolres.
Demikian dengan kearifan lokal dimana Gayo dikenal memiliki budaya yang tinggi, santun, bermartabat, serta mengedepankan azas musyawarah dalam menyelesaikan persoalan. Kapolres mengutip falsafah hidup urang Gayo tentang upaya hokum dan cara menyelesaikanya.
“Salah bersemah, ilit berisi, luka bersalin, kemung berpenumpu, mate berbela ( Salah minta maaf, luka atau kembung ada tatatan adat yang harus diikuti dalam menyelesaikan),” sebut Kapolres yang mulai menguasai beberapa falsafah Gayo. (LG 01)