Jakarta | Lintas Gayo – KontraS menyambut baik pengesahan Target Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals [SDGs] pada 25 September di New York, Amerika Serikat oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Agenda ini baru akan dimulai pada 1 Januari 2016 hingga sampai 2030. Pada angka 16 dari SDGs tercantumkan agenda perdamaian, keadilan dan akuntabilitas. Agenda ini, dengan agenda lainnya, sangat relevan bagi Indonesia. “Namun demikian, SDGs ini masih penting untuk dikawal lebih jauh agar tidak menjadi agenda kosmetik saja,” kata Hariz Azhar, Koordinator Kontras, Rabu 30 September, setiba di Tanah Air bersama Kelompok Masyarakat Sipil yang menghadiri rangkaian Sidang Umum PBB di New York.
SDGs adalah kelanjutan dari Millenium Development Goals (MDGs) yang sudah diterapkan sejak tahun 2000, 15 tahun lalu. Namun, menurut Hariz ketika berakhir, 2015, MDGs masih gagal menjawab berbagai persoalan. Tidak hanya kemiskinan, buta huruf, kematian pada ibu saat melahirkan. “Tapi juga diskriminasi dan berbagai pelanggaran HAM lainnya,” katanya.
Ia menjelaskan agenda 16 menyatakan, “Mempromosikan masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan yang berkelanjutan, ketersediaan akses dan keadilan bagi semua orang dan membangun institusi yang efektifitas, akuntabel dan inklusif disegala tingkatan.” Agenda ini memiliki 10 target, diantaranya: menurunkan angka kekerasan dalam segala bentuk dan angka kematian dimanapun, mengakhiri penyalahgunaan, eksploitasi, penjualan, dan segala bentuk kekerasan dan penyiksaan terhadap anak-anak, mempromosikan aturan main hukum (rule of law) ditingkat nasional dan internasional, dan memastikan akses keadilan yang sama bagi semua orang.
Pada 2030, negara yang telah mengadopsi ini didorong telah mengurangi pembiayaan dan arus persenjataan secara signifikan, memperkuat perbaikan dan pengembalian aset-aset yang dicuri serta memerangi segala bentuk kejahatan yang terorganisir, membangun institusi-institusi yang efektif, akuntabel dan transparan disegala tingkatan, memastikan pengambilan keputusan yang bersifat reponsif, inklusif, partisipatif, mewakili disegala tingkatan dan memastikan akses informasi dan perlindungan kebebasan yang mendasar, yang sesuai dengan aturan nasional dan perjanjian internasional
Hariz juga menegaskan agenda 16 mensyaratkan perlunya kesetaraan, anti kekerasan, melindungi kelompok lemah dan penting penegakan hukum. Situasi ini masih timpang jika dicerminkan di Indonsia saat ini. “Khusus dalam ranah hak asasi manusia,” kata Hariz menegaskan.
Menurut pantauan KontraS, tingkat kekerasan di Indonesia masih tinggi. Bahkan rentan terjadi terhadap anak-anak, perempuan, masyarakat adat atau kelompok masyarakat miskin. Mereka mudah menjadi sasaran penegakan hukum yang sepihak dan tidak profesional. “Senjata api masih digunakan secara tidak bertanggung jawab,” katanya.
Di samping itu, pengambilan keputusan dan pembuatan aturan cenderung justru mengabaikan hak masyarakat. Berbagai penegakan hukum justru dilakukan secara semena-mena dan tidak memiliki akuntabilitas. Ia menilai berbagai komisi negara, seperti Komnas HAM dan Kompolnas, tidak efektif memberikan kontrol terhadap penyelenggara negara.
Demikian pula dengan tingkat pemahaman diinstitusi-institusi pemerintah dan negara, cenderung tidak responsif, berorientasi pada kelompok kepentingannya. Yang juga patut dikhawatirkan adalah sifat dan kekuatan dari SDGs itu sendiri, disahkan lewat Majelis Umum PBB dalam bentuk resolusi bukan sebagai Perjanjian Internasional yang mengikat. Dengan “resolusi” pemerintah hanya terikat secara moral tanpa ada kewajiban hukum untuk menjalankannya.
Hariz menegaskan kehadiran Wakil Presiden Jusuf Kalla, pada pengesahan SDGs dan dukungannya atas agenda SDGs, masih memerlukan usaha yang besar dalam perspektif hak asasi manusia. Ia menegaskan pemerintah penting untuk segera menyusun agenda, sosialisasi atas komitmen SDGs. Tak kalah penting adalah segera menyesuaikan pelaksanaan kebijakan dan penegakan hukum sesuai dengan agenda SDGs. “Dengan ini Agenda SDGs akan semakin terasa ditingkatan domestik di Indonesia,” katanya. (Rel/ Iwan B )