Banda Aceh | lintasgayo.com – Apa sudah kebal? Atau tidak mau tahu. Mayoritas masyarakat Aceh sudah “terlena” ketika negeri ini diumumkan tidak ada lasi pasien yang positif Covid-19.
Padahal Aceh belum mengalami puncak pandemi. Jangan sempat seperti di Amirika dan Italia, masyarakatnya santai, warga berkumpul di pusat keramaian. Tetapi begitu pandemi memuncak, Amirika dan Italia kewalahan menghadapinya.
“Masyarakat jangan lengah dan berpuas diri membaca berita bahwa di Aceh zero positif Covid-19. Sementara di Aceh belum mengalami puncak pandemi. Di Wuhan China, misalnya, setelah dua bulan baru meledak,” sebut Dr Syafrizal Rahman, ketua IDI Aceh.
Menurut ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh ini, menjawab Dialeksis.com, Jumat (17/04/2020), masyarakat Aceh jangan mengangap remeh dengan pandemi, sehingga mereka melupakan himbauan sesuai dengan SOP kesehatan.
IDI sangat priharin melihat sikap masyarakat Aceh saat ini, paska diumumkan Aceh tidak ada lagi pasien yang positif corona. Masyarakat seperti terbebas dari gempuran corona, sehingga pusat pusat pasar, café, kedai kopi, ramai dibanjiri manusia.
Sementara Aceh memiliki pintu masuk wabah yang cukup banyak. Baik melalui perbatasan Aceh- Sumut, pelabuhan tikus yang membawa TKI ilegal dari Malaysia dan orang-orang yang punya riwayat bekergian ke daerah pandemi.
Di dunia, saat ini manusia yang terkena wabah corona terus mengalami peningkatkan, angkanya sudah lebih dari 2,18 juta orang. Dari 2,18 juta orang yang positif terinfeksi Covid-19 ini, 145.521 pasien meninggal dunia dan 547.295 dinyatakan sembuh. (update 17/04/2020).
Di Indonesia angkanya juga menunjukan grafik kenakikan, sejak kasus ini muncul pada 2 Maret 2020. Jumlah pasien positif terinfeksi virus corona secara akumulatif per Kamis (16/4) mencapai 5.516 kasus. Dari jumlah itu, 496 orang meninggal dunia dan 548 orang dinyatakan telah sembuh.
Melihat perkembangan ini, kalangan dokter di Aceh mengungkapkan rasa keprihatinanya atas sikap masyarakat dalam menghadapi tertularnya wabah.
Dalam pertemuan dengan PWI Aceh, sebut Dr Syafrizal, pihak dokter yang bergabung dalam wadah GBTMA (Gerakan Bantu Tenaga Media Aceh), sudah mengungkapkan keprihatinanya, melihat fenemona yang terjadi di masyarakat Aceh.
Ada kesan bahwa Aceh seolah-olah aman dari penularan virus Corona, bisa mengakibatkan masyarakat menjadi abai dengan kebijakan physical distancing. Sementara puncak pandemi belum dapat dipastikan.
Amirika dan Italia saja kewalahan menghadapinya. Di Wuhan China, dua bulan kemudian baru wabah ini meledak. Kondisi ini tidak tertutup kemungkinan akan terjadi di Aceh. Indonesia, saat ini mengalami kenaikan pasien positif Covid-19.
“Kondisi itu bisa juga terjadi di Aceh, kalau masyarakat tidak waspada dan abai, angap enteng, karena merasa diri aman. Ini berbahaya. Keadaan ini yang kamu takutkan, kalau masyarakatnya lengah,” sebut Safrizal via selular.
Melihat perkembangan ini, kalangan dokter, mengingatkan para pejabat, para pengambil kebijakan, kiranya tidak lengah dengan kondisi saat ini, namun mengantisipasi keadan/ menghindari dan mencegah itu jauh lebih baik, dari pada menghadapi virus corona.
“Semoga tidak meledak di Aceh. Tidak tertutup kemungkinan akan meledak di Aceh, apalagi dikaitkan dengan sikap masyarakat selama ini. Bila meledak, Aceh tidak mampu menghadapinya,” sebut Syafrizal.
Dari 3000 dokter yang ada di Aceh, 150 dokter saat ini menangani Covid-19. Dari 150 dokter itu, ahli paru 30 orang dan ahli penyakit dalam 120 dokter. Sarana penunjang juga masih minim, seperti APD misalnya Fasilitas rumah sakit, bila wabah ini mencapai puncaknya, tidak mampu menangani pasien.
Untuk itu, kiranya menjadi harapan semua pihak agar pandemi Covid-19 tidak meledak/mencapai puncaknya di Aceh. Kuncinya semuanya tergantung bagaimana sikap masyarakat menghadapinya.
“Sebelum memuncak dan kita harapkan tidak di Aceh, kiranya kita perlu waspada, mawas diri. Rakyat Aceh harus mengambil pelajaran dari belahan dunia yang kini terserang virus. Tetap menjaga jarak, selalu cuci tangan, perbanyak tinggal di rumah, pola hidup bersih dan selalu memakai masker,” sebutnya.
Droplet (titik titik/titisan kecil virus) bisa menempel di banyak tempat. Di meja, mesin ATM, uang tunai. Bila sudah terpapar dan terinfeksi Covid-19, bukan hanya pasien yang harus berjuang dengan maut, namun dia juga akan menarik orang disekelingnya. Baik itu anak, keluarga, anak, istri, suami dan tetangga serta komunitas.
Untuk itu, masyarakat harus tetap waspada, agar cirus corona tidak meledak/memuncak di Aceh. Namun bila masyarkat lengah dan mengabaikan, ini yang dikhawatirkan para dokter,wabah ini akan mencapai puncaknya. (baga)
Tulisan ini telah terbit di dialeksis.com dengan judul Bahaya!!! Rakyat Aceh Jangan Anggap Enteng Dengan Corona