Bercermin Pada Pendidikan Finlandia

Oleh Khairul Rijal*

DI TENGAH pasang surutnya dunia  pendidikan  di Indonesia, dengan arus gelombang yang naik turun terus melahirkan interpretasi dari beberapa pengamat disebabkan output yang di hasilkan kurang signifikan dari tubuh pendidikan yang kita rasakan saat ini. Pendidikan di Indonesia diharapakan bisa berinovasi dengan melakukan langkah yang berdampak positif bagi anak didik yang menjadi tumpuan bangsa.

Untuk itu dibutuhkan sistem yang bisa menunjang reaksi positif agar kegiatan pendidikan dan pengajaran ini dapat dirasakan manfaatnya secara universal. Kendala yang dihadapi bangsa dalam dunia pendidikan saat ini terletak pada orang tua, guru dan peserta didik itu sendiri. Orang tua merupakan hakikat sebenarnya dalam membentuk karakter seorang anak karena orang tua merupakan sosok guru yang hakiki, namun ketidakpastian tetap berlanjut dari makna hakiki tersebut akibat orang tua tidak tahu perannya sebagai pendidik.

Misalnya orang tua lebih memaksakan anaknya kepada jurusan yang mereka inginkan akan tetapi anak tersebut lebih cocok dengan jurusan yang ia pelajari, selanjutnya kurangnya kedekatan antara anak dan orang tua. Hal ini terbentur akibat orang tua melupakan masalahnya dengan kekerasan kepada anak akibat kesalahan yang dilakukan anak. Inilah sumber mendasar yang menimbulkan fenomena kurangnya kasih sayang, hilangnya mental dan moral dari anak itu sendiri. Dapat dikatakan masalah keluarga merupakan masalah yang memisahkan peserta didik dari dunia pendidikan.

Dilema yang terjadi pada prilaku seorang pendidik saat ini hanya beberapa yang mementingkan kualitas dikarenakan asumsi yang tersangkut pada budaya konsumtif dan meraih kentungan. Bukan prestasi yang di banggakan akan tetapi materi yang di utamakan. Guru merupakan faktor yang sangat menentukan berhasil atau gagalnya seorang murid, akan tetapi bagaiman jika seorang pendidik tidak mementingkan kualitas malah lebih mementingkan materi ( baca: gaji, tunjangan ).

Kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya pasang surut arus pendidikan di negara kita. Fenomena yang terjadi pada anak bangsa sangatlah bertolak belakang dari tujuan sekolah sebagai sentral arena belajar. Bagaimana tidak, ditengah pesatnya perkembangan yang serba instan, murid juga mengambil alih dengan jalan yang salah, tampak jelas tidak ada batasan antara murid dan lingkungan, meskipun timbul wacana penanganan masalah ini, murid justru terlena dengan budaya bolos, contek mencontek dan  juga terjebak dengan budaya taqlid (baca: mengikuti tapi tidak tau subtansi dari apa yang di ikuti), tidak cukup sampai disitu seolah-olah murid dikejar oleh waktu bukan murid yang mengejar waktu. Hal ini terjadi karena suburnya budaya malas.

Pendidikan Finlandia

Bangsa kita perlu melakukan suatu perubahan khususnya di dunia pendidikan salah satu cara ialah mengambil pengalaman dan sistem pendidikan dan pengajaran dari negara yang mempunyai potensi dan menjujung tinggi apresiasi terhadap guru. Saat ini negara yang mempunyai sistem pendidikan yang berkualitas baik di dunia adalah Finlandia.

Negara ini mendapat peringkat pertama di dunia berdasarkan hasil survei internasional secara komprenhensif pada tahun 2003 oleh Organization For Economic and Development (OECD). Program survei ini lebih dikenal dengan nama PISA (Programme International For Student Assesment). Survei ini dilakukan berdasarkan 3 kategori yaitu membaca, sains dan matematika. Kunci sukses Finlandia bisa unggul dan mampu mengalahkan negara maju khususnya dikawasan Eropa, ternyata terletak pada peran orang tua, guru dan efesiensi waktu.

Mengajar adalah karir prestisius di Finlandia, guru sangat dihargai dengan standar pengajaran tinggi. Gaji guru di Finlandia tidaklah sebesar prestasi yang mereka cetuskan dalam mencerdaskan negara, meskipun anggaran untuk pendidikan di Finlandia cukup tinggi. Lulusan sekolah menengah terbaik di Finlandia justru mendaftar untuk dapat masuk ke sekolah pendidikan, hanya 1 dari 7 pelamar yang diterima.

Hal ini dikarenakan proses seleksi begitu ketat bahkan lebih ketat dari kedokteran dan hukum, budaya sangat mendukung berhasilnya pendidikan di Finladia karena para siswa belajar dalam suasan santai dan informal, Finlandia menerapkan sistem pengarahan guru bantu, fungsi dari guru bantu ini ditujukan untuk mengarahkan murid yang mengalami kesulitan dalam materi pelajaran tertentu, meskipun demikian murid ditempatkan diruangan yang sama tanpa membendakan yang mampu dan tidak dalam materi pelajaran. Guru juga melakukan pendekatan yang lebih kepada murid ketika proses belajar mengajar sedang berjalan.

OECD menilai Finlandia memiliki jam pelajaran paling pendek dibandingkan negara Eropa lainnya, jam pelajaran yang dimiliki negera tersebut hanya 30 jam perminggu. Jika negara lain menganggap bahwa ujian dapat mengukur kemampuan dan prestasi para siswa, Finlandia menganggap bahwa terlalu banyak tes hanya semata-mata proses ujian hanya untuk lulus sekolah, seorang guru ditugaskan untuk menangani masalah belajar dan prilaku murid dan membuat program indivudual, penekanan dilakukan agar tercapai tujuan yang diharapkan, penekan tersebut seperti masuk kelas tepat waktu, membawa buku dan tugas PR yang diberikan tidak perlu menjawab dengan benar yang terpenting adalah kemauan untuk mengerjakan.

Peran orang tua merupakan kunci utama dalam menangani kendala yang dihadapi anak khususnya belajar, orang tua sangat menghindari sesuatu yang berdampak negatif terhadap anak, menanamkan budaya membaca merupakan tugas utama dengan melakukan komunikasi yang baik dan cara belajar yang nyaman, antara guru dan orang tua melakukan komunikasi yang lebih intensif terhadap kendala yang dihadapi anak. Metode inilah yang dipakai Finlandia dengan filsafat pendidikan “setiap orang memiliki sesuatu untuk disumbangkan, mereka yang mengalami kesulitan dalam mata pelajaran tertentu semestinya tidak ditinggalkan”.

Menurut penulis bangsa kita perlu mengembalikan kembali kredibilitasnya terutama di dunia pendidikan, langkah yang diambil negara Finlandia merupakan cermin bagi kita agar bangsa kita tidak terus tertinggal. Sistem pembelajaran di Finlandia tidak jauh berbeda dengan negara kita, akan tetapi bangsa kita terbentur masalah pelaksanaannya yang kurang menjiwai dengan perasaan dan kesadaran.

Harapan penulis adalah wacana tentang pendidikan di Finlandia dapat diresapi dan diamalkan, agar tercipta orang pendidik yang baik, murid yang baik serta peran orang tua yang baik terhadap pendidikan anak. Harapan bangsa adalah pendidikan dapat dirasakan secara menyeluruh, bukan hanya peserta didik semata akan tetapi guru, orang tua, murid, bahkan pemimpin bangsapun perlu mendapatkan pendidikan dengan tingkat yang berbeda.

*Penulis Adalah Mahasiswa Perbangkan Syariah FAI-UMJ dan aktip di Economic Study Circle (ESC)

.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. saya..mengaris bawahi “hentikan korupsi di birokrasi pendidikan yang sudah mendarah daging,sampai2 UPT di kota kami…setiap..pencairan dana BOS aja…minta upeti….KTSP yang menjadi…hak gurupun masih dijarah ketika sumatif…kami tidak diberikan kebebasan untuk membuat instrumen soal harus…sama..satu kec…..dan wajib stor 15 ribu/siswa..padahal kalau dikelola sendiri….paling-paling seribu…capek deh…belum lagi rekrutmen…yang dimuati politik…yang lagi berkuasa……….