Takengen | Info Lintas Gayo : Ketua Tim Panitia Khusus (Pansus) Penetapan Hari Jadi Kute Takengen, Muhammad Ridwan menyatakan penetapan waktu kapan hari Jadi Kute Takengen masih dimungkinkan untuk ditinjau kembali atau dikaji ulang bila dikemudian hari ditemukan data lain atau ada sanggahan terhadap penetapan hari jadi tersebut. Hal ini diungkapkan dihadapan ratusan elemen masyarakat terdiri dari tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, mukim, insan akademis serta unsur pemerintahan di Aceh Tengah termasuk Muspida Plus yang hadir pada acara Sidang Paripurna Istimewa Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tengah yang digelar di ruang sidang DPRK Aceh Tengah, Rabu (16/2).
Dalam laporan setebal 9 halaman yang dibacakan langsung oleh Ketua Tim Penetapan Hari Jadi tersebut, berisi dasar penetapan hari jadi Kute Takengen, waktu pelaksanaan kegiatan tim yang dimulai tanggal 1 – 8 Nopember 2010 lalu dan ditutup dengan kesimpulan yang berisi penetapan tanggal, bulan dan tahun lahirnya Kute Takengen yang sempat ditunggu-tunggu sejak lama oleh seluruh kalangan masyarakat Takengen khususnya.
Dari laporan ketua Tim Pansus penetapan Kute Takengen, dijelaskan secara rinci tentang dasar penetapan tahun 1577 Masehi dijadikan tahun lahirnya kute Takengen namun mengenai tanggal dan bulan yang ditetapkan pada 17 Februari diakui Muhammad Ridwan bahwa tim penetapan merasa masih gaib.
Dikatakan Muhammad Ridwan, pihaknya telah melalui sejumlah proses dengar pendapat dan penjelasan-penjelasan dari sejumlah kalangan di Aceh Tengah.
Dipaparkan, pada 2 Nopember 2010 kami sudah mendengarkan penjelasan dari 44 orang tokoh yang hadir ke DPRK diantaranya Drs. H Mahmud Ibrahim dengan makalah berjudul Takengen. Lalu Drs H Ibnu Hajar Laot Tawar menyampaikan makalah berjudul Buntul Kubu Tidak Berubah Warna dan Berpindah Tangan. “Mustafa AK dari Majelis Adat Gayo, H Abdullah Gecik Tue Mongal, H Ibrahim Kadir dan sejumlah tokoh lainnya hadir saat itu,” kata Muhammad Ridwan.
Selanjutnya pada 4 Nopember 2010, juga hadir 12 camat sekabupaten Aceh Tengah, Khatimin Aman Samsu dari Linge, H Hasnuddin dari Rusip, Abu Mukmin Aman Gembira dari Kuyun, M Jamin Aman Linda dari Isak, Bedul Ilham dan Usman Aman Sis dari Ketol, H. Rahman dari Pilar, M Jihad dari Bintang, Wen Yusri Rahman dari LSM Unders dan sejumlah tokoh lainnya juga sudah didengar pendapatnya di DPRK.
“Kaset rekaman Tgk H Ilyas Leube tentang sejarah Linge juga sudah kami dengarkan, juga pendapat H Irsyad dan Samarnawan,” kata Ketua Pansus ini.
Dalam laporan tersebut juga dituliskan beberapa pendapat waktu yang cocok sebagai hari jadi Kute Takengon hingga akhirnya ditetapkan pilihan 17 Februari 1577 Masehi.
“Seperti sejarah salah satu lukisan Picaso yang terkenal yang pernah rusak, lukisan tersebut diakui oleh seniman dengan member kesempatan kepada Picaso untuk diperbaharui,” kata mantan Kadis Pendidikan Aceh Tengah ini bernada pernyataan tanggal, bulan dan tahun Hari Jadi Kute Takengen tersebut dimungkinkan untuk diamandemen.
Pembacaan Laporan Tim tersebut ditutup dengan kalimat “ike kite suket peg ere ne soh, ike kite timang peg ere ne angik,” yang disambut tepuk tangan dari seluruh undangan yang hadir.
Sementara itu, Bupati Aceh Tengah, Ir. H. Nasaruddin, MM dalam sambutannya mengatakan bahwa penetapan HUT Kute Takengen dijadikan sebagai momentum membangun kebersamaan, persatuan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Bupati juga berharap HUT Kute Takengen bisa mendorong masyarakat untuk menjadi pelaku dan mitra dalam pembangunan.
Seorang tokoh masyarakat Aceh Tengah, Drs. H Mahmud Ibrahim yang diminta pendapatnya setelah sidang tersebut menyatakan merasa sangat terharu. “Baru hari ini kita tahu siapa kita dan saya bersyukur selaku orang tua masih sempat hidup menyaksikan penetapan hari jadi Kota Takengen 434 tahun silam,” ujar Mahmud Ibrahim berkaca-kaca seraya menyarankan agar dibuatkan monumen Hari Jadi Takengen di bekas tangsi Belanda saat ini lokasi SMP Negeri 2 Takengen.
Pantauan LG, suasana sidang berjalan khidmat, peserta yang hadir mendengar dan mengikuti jalan sidang dengan tertib dan yang tampak adalah suasana gembira, mungkin karena kota kebanggaannya sudah punya hari, tanggal dan tahun kelahiran daerahnya yang dapat diperingati oleh seluruh masyarakat Takengen, sebagai prestise keberadaan orang Takengen dalam tatanan pemerintah maupun sosial masyarakat (Wyra, Kha A Zaghlul)