Oleh: Wen Blang Ara[*]
Al-Qur’an sebagai kitab suci tidak hanya mengajarkan manusia untuk berkomunikasi dengan Allah, tapi dalam al-Qur’an juga ditemukan pembelajaran kehidupan sosial dan pengetahuan tekhnologi. Pembelajaran tentang hal tersebut tidak hanya dapat ditemukan secara langsung oleh pemahaman manusia dari Kitab tersebut, namun pelajaran dapat ditemukan melalui tamsilan terhadap makhluk yang lain, seperti laba-laba, semut, lebah, unta dan binatang-binatang yang lain. Dalam tulisan ini kita mencoba melihat salah satu pelajaran dari binatang yang namanya semut.
Surah An-naml adalah salah satu surat dalam al-Qur’an yang bermakna Semut , dalam surah itu dikisahkan seekor semut menyeru kaumnya ” hai kaum ku para semut, masuklah kalian pada sarang kalian, agar kalian aman, tidak terinjak oleh sulaiman dan tentara-tentaranya, karena mereka tidak tahu keberadaan kalian”, begitulah seruan sang pemimpin semut kepada para pengikutnya, dia menyeru untuk kebaikan dan berlindung dari bahayan yang mengancam kehidupan mereka. Para pengikutnya patuh pada komando pimpinan mereka, mereka tidak membantah karena menurut mereka semua seruan tersebut untuk kebaikan, karena itulah Allah mengabadikannya dalam Kitab suci al-Qur’an. Perintah kepada kebaikan dan larangan kepada kemungkaran, hampir tidak terdengar lagi di telinga kita, seharusnya sifat semut yang diabadikan oleh Allah ini menjadi pelajaran bagi manusia, sehingga saling mengingatkan pada kebaikan dan kesabaran selalu terdengung dalam keseharian manusia.
Seruan melakukan kebaikan dan cegahan berbuat kamunkaran dalam islam dijadikan sebagai ibadah, kendati pada awal datangnya islam semua orang menganggap bahwa adanya perintah meninggalkan kejahatan dianggap sebagai perbuatan aneh, karena menurut mereka semua perbuatan manusia adalah hak asasi bagi mereka walaupun merugikan orang lain. Nabi pernah berucap bahwa” Islam itu pertama kali muncul dianggap asing dan aneh, dan akan kembali dianggap asing dan aneh, maka beruntunglah bagi orang yang dianggap asing itu”.
Hadis Nabi tersebut mengingatkan kita, bahwa apabila satu saat tidak menjadikan tamsilan yang ada dalam al-Qur’an sebagai pegangan maka islam yang dianggap aneh oleh mereka pada masa jahiliah akan terulang kembali dan ini pasti. Karena itu seruan kepada kebaikan jangan pernah terhenti, walaupun dengan batasan kemampuan paling rendah, seperti cerita burung Hud-hud pada masa nabi sulaiman yang hanya berdakwah dengan mengepakkan sayapnya. Demikian juga dengan semut sebagaimana diceritakan diatas yang memberi isyarat penyampaian kebaikan sesuai dengan kebutuhan dan perintah sesuai dengan kemampauan. Mungkin hal yang membedakan kita sebagai manusia dengan mereka adalah akal untuk berpikir, karena itu seharusnya kita dapat melebihi mereka, kalau mereka berpikirnya terbatas pada masa tertentu, tentu saja manusia harus mampu berpikir jauh ke depan.
Pembelajaran selanjutnya, yang harus kita tiru dan aplikasikan dalam kehidupan adalah prilaku gotong royong dan kebersamaan, saling membantu, kerja keras serta kepedulian antar sesama. Ketika melakukan aktifitas mereka tidak pernah dikerjakan sendiri, mereka selalu mengerjakannya secara bersama-sama, dan tidak pernah mengatakan tidak bisa, kendati beban yang harus mereka pikul menurut kemampuan akal tidak mungkin. Mereka selalu berkomunikasi dan menyebar informasi, tidak pernah memilih kawan mana yang tidak boleh dikomunikasikan sehingga apapun yang akan terjadi semua mereka mengetahui.
Karena itu, marilah kita memupuk rasa kebersamaan, menumbuhkan kembali rasa kepercayaan, jangan hanya karena masalah sepele menjadikan kita berpecah belah. Kita harus bekerja keras, karena tantangan yang akan kita hadapi jauh lebih berat dari hari ini, hanya dengan ilmu pengetahuan yang tinggilah kita dapat mengukir masa depan yang lebih baik. Untuk itu hilangkan fanatisme, egoisme dan hal lain yang dapat menghambat kemajuan.
Tidak hanya masalah sosial yang bisa kita pelajari dari semut melalui firman Allah surat an-Naml ayat 18 tersbut, tetapi juga masalah tekhnologi.
Tejemahan Departemen Agama terhadap ayat tersebut adalah : “hingga apabila mereka (sulaiman dan tentaranya) sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari”.
Terjemahan kata diinjak dari kata يحطمنّasal kata يحطمنّكم kurang tepat, tetapi lebih tepat dimaknakan dengan terpecah. Pemaknaan dengan pecah karena badan semut sama persis dengan kaca.
Secara kasat mata semua kita bisa melihat dan memperhatikan, kalau bada semut itu berkilau dan mengeluarkan cahaya sebagaimana layahnya kaca, dan menurut para peneliti bila badan semut pecah bersuara sama dengan pecahnya kaca. Dan ini hanya dapat terdengan dengan menggunakan alat pendengar yang sensitif.
Ini perpaduan ilmu sosial dan tekhnologi dalam penelitian terhadap semut, sehingga kita patut memuji Allah karena sebenarnya tiada zat yang patut disembah. Kebenaran al-Qur’an terbukti 100 % dengan kajian ilmiah abad modren sekarang ini. Semut sebagaimana telah dibahasa adalah satu dari sekian banyak makhluk, masih ada puluhan bahkan mungkin ratusan kebenaran yang dapat dibuktikan dari Alquran menueut kajian ilmiah. Kita selaku muslim tidak boleh ada keraguan sedikit pun tentang kebenaran Alquran, kita harus dan wajib mengimani bahwa semua yang termaktub dalam Alquran itu mutlaq dan absolut kebenarannya, isi Alquran semuanya benar dan tidak ada kesalahan di dalamnya. Semuanya pasti tidak ada keraguan lagi, semuanya kebaikan bukan kesesatan, semuanya ilmu dan bukan kebodohan.