Pj. Bupati Aceh Tengah; Jalan Bintang-Takengon Dikerjakan 2013

Takengon | Lintas Gayo – Menanggapi aksi unjuk rasa ribuan warga Bintang Kabupaten Aceh Tengah, Kamis 23 Agustus 2012 yang memprotes tidak diperbaiki jalan utama ke kawasan tersebut, Penjabat (Pj) Bupati Aceh Tengah, Ir. Mohd. Tanwier mengaku sudah mengetahui rencana aksi tersebut sejak awal.

“Ya, adik-adik dari Bintang sudah menghubungi saya sebelum aksi tersebut digelar dan saya sudah menjelaskan kenapa perbaikan jalan Takengon-Bintang tersebut belum dikerjakan,” kata Pj. Bupati yang bagi rekan-rekan akrabnya dipanggil Baong ini, saat dikonfirmasi Lintas Gayo, Kamis 23 Agustus 2012 pagi sekira pukul 08.00 Wib.

Peningkatan badan jalan tersebut harusnya sudah beres, namun ternyata belakangan bermasalah dalam AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan-red) dan saat ini masalah tersebut sudah kelar dan pastinya tahun 2013 sudah selesai, terang Pj. Bupati.

Secara terpisah, pernyataan ini diamini Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Aceh Tengah, Jauhari saat memantau aksi unjuk rasa warga Bintang sekaligus menyiagakan sejumlah alat berat yang dijanjikan Ketua DPRK, Zulkarnain.

“Betul yang dikatakan pak Bupati, mudah-mudahan tidak ada lagi pergeseran dan setahu saya saat ini sedang dalam proses pelelangan dengan sumber dana bantuan pihak asing,” kata Jauhari yang baru beberapa hari dipercayakan sebagai Plt di dinas teknis tersebut. (Khalisuddin)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. kemakmuran untuk masyrakat banyak lebih berarti dari pada tinjauan walhi….bencana itu urusan allah bukan urusan walhi….derita yang dialami masyarakat apakah pernah dirasakan oleh orang2 walhi…banyak warga yang mengantungkan sumber perekonomiannya dari jalan itu untuk meningkatkan taraf hidup mereka agar anak – anak mereka bisa disekolahkan lebih tinggi agar lebih sadar dan tidak merusak lingkungan…inilah sebenarnya yang diharapkan masyarakat…jadi saat ini bukan nencana lagi yang dipikirkan masyarakat seperti yang ditakutkan oleh walhi…tetapi bagaiman caranya meningkatkan taraf perekonomiannya agar masyarakat bintang lebih bermartabat…

  2. ASSALAMUALAIKUM Wr Wb pak kalo memang ini merupakan JALAN provinsi kenapa tidak masuk di proyek LADIA GALASKA,ATAU SEKARANG DINAMAKAN LINTAS wilayah aceh pedalaman ……YANG baru2 ini di bicarakan di hotel mahara.termasuk ada bpak juga disana.

    * MA Tolak PK Walhi

    BANDA ACEH – Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) RI menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) terhadap proyek pembangunan jalan Ladia Galaska (Lautan Hindia, Gayo Alas, dan Selat Malaka) yang dilaksanakan Pemerintah Aceh sejak 2002-2007. Menurut MA, proyek itu tidak melanggar analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).

    Informasi mengenai turunnya putusan MA tersebut diterima Serambi dari Juru Sita Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh Budiwansyah SH. Menurutnya, beberapa hari lalu PN Banda Aceh menerima pemberitahuan dan putusan PK itu dari majelis hakim MA. Selanjutnya, Budiwansyah atas perintah Ketua PN Banda Aceh mengirim relas pemberitahuan putusan itu kepada Pemerintah Aceh melalui Kepala Biro Hukum dan Humas Pemerintah Aceh, Makmur Ibrahim SH MHum pada 30 Juli 2012.

    Ditemui terpisah, Kabag Humas Pemerintah Aceh, Usamah El-Madny membenarkan pihaknya telah menerima berkas putusan MA itu. Dalam putusan bernomor 730 PK/Pdt/2011 yang diperlihatkan Usamah, pertimbangan hukum majelis hakim MA adalah menyatakan tidak terbukti proyek pembangunan jalan Ladia Galaska seperti diungkapkan Walhi, seperti merambah hutan lindung dalam Kawasan Ekosistem Lauser (KEL), merusak ekologis, mengakibatkan longsor, dan lain-lain.

    “Alasan-alasan tersebut (pemohon-red) tidak dapat dibenarkan karena tidak terbukti adanya kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata dalam putusan judex juris. Apa yang dilakukan tergugat sudah sesuai Amdal,” demikian isi putusan majelis hakim MA yang diketuai H Atja Sondjaja SH MH.

    Seperti diketahui, awalnya Walhi menggugat Pemerintah Aceh ke PN Banda Aceh karena menilai proyek jalan dan jembatan di kawasan Ladia Galaska telah melanggar UU Lingkungan Hidup, UU Kehutanan, merusak lingkungan hidup, Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) karena memotong kawasan hutan lindung, mengganggu lingkungan hidup satwa, fauna, dan flora, menyebabkan hutan gundul yang akan mengakibatkan banjir besar dan tanah longsor.

    Gugatan Walhi di pengadilan tingkat pertama itu ditolak karena tidak terbukti. Tak terima itu, Walhi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh, tapi juga ditolak karena tak terbukti. Kemudian, mereka mengajukan kasasi ke MA, juga ditolak karena alasan yang sama.

    Akhirnya, mereka menempuh upaya hukum terakhir, yaitu mengajukan permohonan PK ke MA dengan mengajukan bukti baru, tapi upaya hukum terakhir itu pun juga tak terbukti.(sal)

    Yang Prihatin dan
    Gembira di Ladia Galaska

    PEMERINTAH Aceh dan pihak legislatif sempat sangat girang ketika
    Mahkamah Agung (MA) berdasarkan Surat Keputusan MA Nomor 1343K/Pdt/2007 Tanggal 12 Agustus 2008 menolak permohonan kasasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) terkait tiga proyek jalan Ladia Galaska (Lautan Hindia, Gayo Alas, dan Selat Malaka) yang dilaksanakan Pemerintah Aceh sejak tahun 2002-2007.

    Seperti diketahui, Walhi mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan proyek Ladia Galaska yang meliputi jalan Jeuram-Beutong Ateuh-Takengon (128 km), jalan Blangkejeren-Pinding-Lokop-Peureulak (170 km), dan jalan Takengon-Ise-ise-Blangkejeren (156 km) yang dilaksanaan Pemerintah Aceh tahun 2002-2007.

    Walhi menilai, proyek jalan dan jembatan di kawasan Ladia Galaska itu telah melanggar UU Lingkungan Hidup, UU Kehutanan, merusak lingkungan hidup dan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), karena memotong kawasan hutan lindung, mengganggu lingkungan hidup satwa, fauna, dan flora, berdampak gundulnya hutan yang mengakibatkan banjir besar dan tanah longsor.

    Waktu itu, Sekda Aceh, Husni Bahri TOB mengatakan, penolakan MA tersebut merupakan harapan baru bagi pemerintah dan masyarakat Aceh di pantai timur-utara, pedalaman, dan pantai barat-selatan Aceh untuk melanjutkan program jalan tembus atau jalan lintas pantai timur-utara dan tengah pantai barat-selatan Aceh yang tertunda pekerjaannya selama tiga tahun akibat gugatan Walhi mulai di tingkat pengadilan negeri, banding ke pengadilan tinggi, hingga kasasi ke MA.

    Penolakan kasasi Walhi (waktu itu) juga sempat ditanggapi dengan gembira oleh Pimpinan DPRA. “Penolakan MA itu merupakan info baru bagi masyarakat Aceh pedalaman dan pantai barat-selatan Aceh serta pantai timur-utara Aceh yang telah lama merindukan agar tiga proyek jalan tembus antarkabupaten/kota itu bisa direalisasikan segera,” begitu tanggapan yang pernah disampaikan Wakil Ketua II DPRA, Koordinator Bidang Infrastruktur DPRA, Drs H Sulaiman Abda.

    Kepala Dinas Bina Marga dan Cipta Karya (BMCK) Aceh, Dr Muhyan Yunan juga tak kalah semangatnya.

    “Proyek jalan tembus yang dimaksud dalam proyek Ladia Galaska itu tetap akan dilanjutkan hingga tembus. Cita-cita dan misi dari pembuatan proyek Ladia Galaska itu untuk menghapus isolasi transportasi antara wilayah, yaitu Aceh pedalaman dengan pantai timur utara dan pantai barat-selatan Aceh,” kata Muhyan sambil menambahkan, “Nama proyek itu sekarang sudah diganti, tidak lagi Ladia Galaska, melainkan proyek jalan penghubung antarlintas wilayah Aceh pedalaman dengan pantai timur-utara dan pantai barat-selatan Aceh.”

    Tidak menyerah
    Di tengah kegembiraan eksekutif-legislatif atas putusan MA Nomor 1343K/Pdt/2007 Tanggal 12 Agustus 2008, ternyata Walhi tidak menyerah. Malah, Walhi tetap melanjutkan proses hukum terhadap bagian proyek Ladia Galaska dengan mengambil kesempatan Peninjauan Kembali (PK).

    “Walhi sama sekali tidak menolak pembangunan jalan yang akan bermanfaat bagi kemajuan masyarakat Aceh sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Negara Republik Indonesia,” tandas Direktur Eksekutif Daerah Walhi Aceh, Teuku Muhammad Zulfikar, sebagaimana pernah dilansir Serambi.

    Zulfikar menegaskan, terkait gugatan tersebut, Walhi hanya mempersoalkan sebagian dari ruas-ruas jalan Ladia Galaska yakni ruas yang masuk ke dalam kawasan hutan lindung dan konservasi seperti Hutan Lindung Burlintang, Hutan Lindung Singgahmata Gayo, Kawasan Ekosistem Leuser, dan dua bagian lainnya. “Walhi telah pernah menyarankan agar ruas-ruas tersebut dialihkan sehingga tidak masuk ke kawasan konservasi dan pembangunan tidak perlu terhambat. Namun pemerintah tidak mengindahkan,” tandas Zulfikar.

    Pejabat di Aceh harusnya memperhatikan Undang-Undang Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh pada Pasal 150, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2006 tentang Penataan Ruang yang diturunkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2007 tentang RTRWN yang mengatur kegiatan dalam KSN berstatus lindung. “Peraturan-peraturan tersebut mengancam pejabat negara yang tidak mengindahkannya dengan pidana penjara antara 3-5 tahun dan denda hingga Rp 500 juta.”

    Walhi menyatakan keprihatinan karena selama beberapa tahun belakangan ini di sepanjang ruas-ruas Ladia Galaska telah terjadi rentetan bencana alam, dengan rincian 26 kali di Nagan Raya, delapan kali di Aceh Tengah, 23 kali di Aceh Timur, sembilan kali di Gayo Lues, dua kali di Bener Meriah, dan 19 kali di Aceh Tenggara.

    Kini, di tengah belum berakhirnya keprihatinan Walhi, MA kembali mementahkan upaya hukum yang dilakukan organisasi ini melalui Peninjauan Kembali (PK). Akankah putusan terakhir ini benar-benar bisa menjadi ‘jalan’ untuk mewujudkan mimpi masyarakat atau malah sebaliknya? Kita tunggu saja.(nasir nurdin/Litbang SI)

    tangapan mereka

    Tak Terhalang Lagi

    PEMERINTAH Aceh tentu menyambut baik putusan PK majelis hakim MA itu. Dengan demikian pemerintah sudah bisa lebih fokus untuk melanjutkan pembangunan yang sebelumnya terhalang proses hukum. Begitu pun, kita juga mengucapkan terima kasih dan memberi apresiasi kepada Walhi. Dengan adanya gugatan mereka, maka keabsahan tentang pembangunan jalan itu sudah benar-benar diuji proses hukum.
    * Usamah El-Madny, Kabag Humas Pemerintah Aceh. (sal)

    Tetap Harus Selektif

    SECARA resmi Walhi Aceh belum menerima putusan tersebut, tapi mungkin dikirim langsung ke Walhi Pusat di Jakarta. Kita tetap menyambut baik putusan itu dan mempersilakan Pemerintah Aceh melanjutkan pembangunan. Dari awal kita tidak bermaksud menghalangi pembangunan, melainkan mengingatkan untuk meminimalisir kerusakan lingkungan. Karena itu, kita tetap berharap pemerintah mencari jalur-jalur alternatif untuk meminimalisir kerusakan yang akhirnya juga berdampak terhadap masyarakat.
    * Zulfikar, Direktur Eksekutif Daerah Walhi Aceh. (sal)
    ….
    ini berita serambi tanggal 5 agustus kalau tidak salah saya