Tangerang | Lintas Gayo – Penulis buku “Tari Saman” Ridhwan Salam mengungkapkan, pendokumentasian Gayo dinilai masih kurang. Khususnya, dokumentasi tertulis. Belakangan, baik di Aceh maupun di luar Aceh, sudah mulai muncul penulis-penulis Gayo. Mereka menuliskan pelbagai aspek soal Gayo.
“Syukur Alhamdulillah. Sayangnya, mereka kurang didukung. Apalagi, dari Pemerintah Kabupaten di Gayo. Jangankan dukungan materi, moral pun kurang,” keluh Ridhwan Salam di Tangerang, Senin (3/9/2012)
Diakui bapak empat anak itu, penulisan buku Tari Saman yang ditulisnya didorong karena masih kurangnnya buku-buku Gayo. Ini memang kelemahan Gayo, selama ini. Kalau tidak berbuat, masalah ini tidak akan pernah selesai.
Dengan adanya buku-buku itu, dokumentasi Gayo makin bertambah. Lebih dari itu, dapat memerkaya khasanah sumber bacaan dan perpustakaan Gayo saat kini dan pada masa-masa mendatang.
Akan tetapi, lanjut Ridhwan Salam, masalah lain muncul saat buku-buku Gayo sudah terbit, yang membeli dan membaca buku-buku itu kurang. Terutama, dari orang Gayo itu sendiri. Pastinya, ini jadi dilema tersendiri bagi penulis buku dan penggiat dokumentasi Gayo.
“Nggak ditulis, dokumentasi Gayo makin kurang. Bahkan, makin mempercepat “kepunahan.” Ditulis pun, yang membeli dan membacanya kurang. Otomatis, jangankan ‘untung,’ malah buntung. Dalam arti, untuk biaya cetak pun tidak tertutupi,” ungkapnya.
Karenanya, ujar alumni Universitas Gajah Mada itu, perlu dukungan dari Pemerintah Kabupaten di Gayo. Lebih khusus, dinas dan badan terkait. Disamping itu, menumbuhkembangkan minat baca dan beli buku pada masyarakat Gayo.(al-Gayoni/red.04)