KATA “mencari kebenaran” merupakan arti dari dari filsafat, yang berasal dari bahasa Yunani yaitu philo dan sofia. Pekerjaan mencari adalah suatu pekerjaan yang tidak pernah selesai sejak manusia itu ada sampai manusia itu tidak ada lagi, lalu apakah kebenaran yang dicari dapat ditemukan dan juga apakah setiap pencarian akan menemukan kebenaran? Para ahli mengatakan bahwa setiap usaha mencari kebenaran maka kebenaran yang akan ditemukan, lalu apakah kebenaran yang ditemukan merupakan kebenaran yang sebenarnya. Para ahli juga mengatakan bahwa kebenaran yang ditemukan bukanlah kebenaran yang sebenarnya (kebenaran yang hakiki), kerena menurut mereka pada dasarnya kebenaran yang ada hanya dogma, yaitu sebuah ajaran yang mengatakan bahwa kebenaran itu ada sehingga harus mengakui sesuatu itu sebagai kebenaran.
Disamping kebenaran sebagai dogma juga dikatakan sebagai dominan, artinya kebenaran itu diakui sebagai kebenaran karena semua orang atau kebanyakan orang mengatakan itu benar. Tetapi kalau ada sebuah kebenaran yang hanya diakui oleh sebagian kecil dari kelompok orang maka itu bukan dianggap sebagai kebenaran, bahkan hal itu dianggap sebagai kesalahan (kebalikan) dari kebenaran yang diakui oleh kelompok mayoritas. Terakhir kebenaran dikatakan sebagai sebuah kebenaran bila merupakan maintream semua orang, bila ada kebenaran yang keluar dari mainsteam dominan maka dikatakan dengan “sesat”.
Itulah arti sebuah kebenaran dari upaya pencarian selama ini, namun bila hal tersebut kita hubungkan kedalam tataran pemikiran Islam, ada tiga cara untuk menemukan kebenaran tersebut.
Pertama, dengan menggunakan indra. Kita melihat apa yang ada dan terjadi dalam kehidupan masyarakat, lalu dari hasil penglihatan itu kita katakan bahwa sesuatu itu benar ada dan kejadian yang kita lihat juga kita katakan benar terjadi. Demikian juga dengan kebenaran dari hasil penciuman, dimana kita sama-sama merasakan ada bau yang tidak enak dan dapat kita pastikan bahwa yang kita cium tersebut adalah bangkai lalu secara bersama-sama juga kita katakan bahwa yang bau itu adalah bangkai. Sama Juga dengan perolehan kebenaran berdasarkan indra yang lain. Ada juga kebenaran yang kita dapat tidak harus mendapat pengakuan secara bersama-sama, tetapi dipadai dengan keyakinan secara individu. Tetapi ini juga akhirnya harus mendapat pengakuan dari orang lain.
Kedua, kebenaran juga dapat diperoleh melalui akal atau pikiran, sehingga mereka yang tidak mampu menggunakan akal atau pikirannya secara maksimal, maka kebenaran dari apa yang ia katakan mendapat keraguan dari mereka yang dapat menggunakan akal dan pikirannya secara sempurna. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi banyak dihasilkan oleh karena maksimalnya penggunaan akal, karenanya suatu daerah yang memiliki sumberdaya manusia berpendidikan dan dapat memaksimalkan fungsi akalnya lebih cepat menuju kemajuan dibanding dengan daerah yang sedikit memiliki sumberdaya manusia. Tidak banyak memberi arti dari suburnya tanah disuatu daerah, apabila masyarakatnya tidak memiliki kemampuan ilmu dan teknologi dalam mengolah tanah, tidak banyak memberi arti banyaknya hasil pertanian, pertambangan dan peternakan bagi sejahtranya kehidupan masyarakat apabila masyarakatnya tidak punya ilmu dan teknologi untuk mengolah hasil kekayaan alamnya. Bahkan masyarakat tersebut satu saat akan menjadi budak dari mereka yang mempunyai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ketiga, kebenaran melalui wahyu. Sebagai orang yang beragama kendati mengakui upaya mendapat kebenaran melalui indra dan akal atau pikiran, tentu tidak megingkari adanya kebenaran yang diperoleh melalui wahyu, karena banyak petunjuk tentang kebenaran dapat kita peroleh dalam Kitab suci (al-Qur’an) bahkan dengan petunjuk kebenaran yang ada dalam al-Kitab tersebut kita tidak hanya megakui kebenaran indra dan akal yang semata hanya mengakui kebenaran yang bersifat materiil, tetapi juga bahwa kebenaran itu ada yang bersifat immateriil
Lalu bagaimana dengan kebenaran yang dicari baik dengan menggunakan indra, akal atau wahyu. Apakah kebenaran yang didapat bersifat kebenaran yang hakiki atau juga kebenaran keragu-raguan. Islam membagi kepada tiga kebenaran yang akan didapat, yaitu kebenaran hakiki yang ada pada Tuhan sebegai pemilik kebenaran dan kebenaran yang disebutkan sebagai kebenaran oleh Tuhan melalui wahyu-Nya. Selanjutnya adalah kebenaran keragu-raguan, yaitu kebenaran yang dihasilkan dengan berdasarkan indra dan akal manusia atau juga sering disebut dengan kebenaran berdasarkan pemahaman manusia.(jamhuriungel[at]yahoo.co.id)
*Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh