SUASANA yang gelisah sehingga membuat penulis melahirkan sebuah ide yang harus ditulis yaitu mendobrak “tradisi oral”. Selama ini di negeri kita telah banyak melahirkan segudang ide yang lahir dari kampus maupun di warung kopi, idenya pun beraneka ragam ada yang berbicara mengenai sejarah, politik, dan sosial, ide-ide yang lahir ini terkadang ada yang luar biasa yang sampai pihak elit politik mauapun akademisi yang selama ini bergelut bertahun-tahun dengan buku dan kampus terkadang tidak tertulis dan tertata rapi dalam bukti nyata.
Terkadang kebanyakan intlektual hanya keseharian penuh dalam teori dan segudang ide tanpa aplikasinya yang hanya menjadikan generasi pendongeng, dan pembual. Apabila generasi tersebut dibiarkan latah dalam mengenal ilmu, maka perdaban ini akan hancur dan pupus tanpa jejak yang ditulis dalam tinta sejarah.
Tradisi oral ini bisa dikatakan sebuah kebiasaan menceritakan peristiwa, maupun ide yang hanya sebatas pembicaraan kusir akan tetapi tidak dicatat dan direkam dalam tulisan. Metode oral ini merupakan metode orang tua dulu untuk merekam suatu pristiwa atau kejadian yang sehingga menjadi cerita rakyat yang pada akhirnya bisa membentuk opini publik. Kebiasaan oral yang dilakukan oleh masyarakat pada zaman tradisional merupakan sebuah peradaban yang dianggap sudah maju pada saat itu.
Munculnya kebiasaan oral ini, memiliki alasan karena mereka telah berupaya mencoba untuk merangkai siapa diri mereka, dan dari mana asal usul mereka, walaupun tanpa harus tetcatat dan terekam dalam tulisan. Pola yang dilakukan orang tua kita dulu telah mengisyaratkan bahwa pentingnya sejarah dalam kehidupan yang perlu diperbincangkan dan ditulis. Karena sejarahlah yang dapat mengangkat harkat dan martabat suatu bangsa.
Sejarah juga bagian identitas bangsa itu berdaulat atau tidak. Jangankan bangsa memiliki identitas, keluarga saja punya asal usul identitas dan sehingga identitas ini menjadi sebuah pengenal dan kebanggaan eksistensi diri dalam sebuah kehidupan sosial masyarakat.
Tradisi Menulis
Pada zaman post modernisme ini, apabila kita tidak mengikuti perkembangan zaman akan terisolasi, terintimidasi dan terhegomoni oleh peradaban yang menganggap superioritas. Sebenarnya peradaban suporioritas dan minoritas tidak ada dalam kamus keniscayaan peradaban akan tetapi bagaimana memposisikan eksistensi sebuah bangsa yang besar dengan menciptakan peradaban yang memiliki harkat dan bermartabat.
Sebuah peradaban bangsa maju tidak terlepas dari kebiasaan masyarakat itu sendiri. Perubahan dalam masyarakat dibutuhkan sumber daya manusia dan didukung infrastruktur yang kuat. Menyikapi salah pikir kita hari ini adalah merancang sebuah konsep peradaban bangsa hanya cukup dengan melakukan kebiasaan oral dalam meciptakan gagasan yang sebatas pembicaraan kusir antar warung kopi saja. Kebiasaan oral yang menjadi kebiasaan masyarakat dan intlektual sekarang ini mengakibatkan intlektual yang hanya bisa berceloteh, dan pintar berkelit, sehingga melahirkan konsep utopis tanpa data fakta yang tertulis.
Kemajuan peradaban barat hampir dari segala aspek mereka kuasai, apakah aspek politik, budaya dan pendidikan. Peradaban barat yang dianggap sebagai standarisasi peradaban dunia yang sampai hari ini peradaban timur merasa tereleminasi oleh dengan perdaban mereka dan ada asumsi yang menganggap bahwa peradaban Barat lah yang lebih maju dibandingkan dengan peradan timur. Asumsi sebagian orang, hal ini beralasan karena rakyat mereka memiliki kesadaran lebih tinggi dan kegiatan diskusi ilmiah mendapat dukungan pemerintah terhadap cukup besar.
Ketidak majuan bagsa kita hari ini tidak dapat dielakkan, karena kita masih minimnya kesadaran untuk melakukan kebiasaan membaca dan menulis. Hal inilah yang menyebabkan peradaban timur tidur berkepanjangan ketika barat bangun dari tidurnya untuk menata peradabannya sehingga mereka mengendalikan peradaban dunia ini.
Hegemoni barat terhadap perdaban dunia ini kian terasa segala sektor mereka kuasai, sehingga semua Negara yang tidak mampu membangun perdabannya akan tergilas dan tunduk pada peradaban mereka. Semoga saja masyarakat terdidik bisa mendobrak kebiasaan oral tersebut menjadi kebiasaan membaca dan menulis untuk mengkonstruk peradaban yang gemilang.(rizal_tkn[at]yahoo.co.id)
*Mahasiswa Jurusan Pemikiran Islam, Program Pasca Sarjana IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.