2013, Saatnya Pelayanan Prima!

Catatan Akhir Pekan a.ZaiZa

TANPA terasa, sudah sepekan tahun 2013 ini kita lalui. Minggu pertama diawal tahun ini jika dilirik tentu banyak hal-hal penting yang terjadi di daerah ini, namun banyak pula hal yang tak seharusnya penting diurusi, namun di urusi juga.

Mulai dari urusan “ngangkang style” yang menjadi genre baru dari aliran L-Pop, yang seakan mengalahkan aliran K-Pop yang booming di tahun 2012 dengan “Gangnam Style” yang dinyanyikan rapper Korea Selatan, Park Jae Sang, hingga bencana alam banjir bandang yang menguras air mata dalam pintalan duka saudara kita di Aceh Besar, Pidie Jaya dan Bireuen.

Dinamika kehidupan dalam tataran kemasyarakat, sosial, pemerintahan dan lainnya terus berdenyut. Ada yang menjadikannya tonggak awal untuk mengisi tahun hijiriah ini sebagai awal target, namun tak sedikit pula pekan pertama ini lewat begitu saja, tanpa ada sasaran yang bisa dijadikan target mengisi 2013.

Dari cacatan Lintas Gayo, dari sekian banyak informasi yang tersaji kepada pembaca, ada dua hal penting yang perlu dicermati dalam langkah awal mengisi 2013 ini. Yakni, kembali diberlakukannya 6 hari kerja di jajaran Pemerintahan Kabupaten Aceh Tengah dan amanat Menteri Agama Suryadhama Ali pada Hari Amal Bakti (HAB) agar jajaran Kementerian Agama (Kemenag) meningkatkan integritas kerja.  

Seakan sudah menjadi rahasia umum di republik ini, ganti penguasa akan berganti pula kebijakan, meski kebijakan penguasa sebelumnya bisa dikatakan baik dan layak untuk dilanjutkan untuk masa pemimpin baru.

Namun di Aceh Tengah bukanlah ganti kebijakan, namun re-kebijakan, karena sebelum Penjabat (Pj) Bupati Ir. Mohd Tanwier menerapkan 5 hari kerja, mengingat beliau yang kerab bolak-balik Takengon-Banda Aceh pada akhir pecan, Bupati Nasaruddin telah pernah menerapkan kebijakan 6 hari kerja ini.

Informasinya, kembalinya kebijakan lama yang memang telah diterapkan Pemerintah Aceh Tengah masa Bupati Ir Nasaruddin memimpin lima tahun lalu. Penetapan enam hari kerja ini kabarnya akan mulai berlaku Senin (7/1/2012) ini.

Tapi yang perlu diketahui bersama terutama jajaran Pemkab Aceh Tengah, bukan waktu kerja yang diharapkan oleh masyarakat. Namun masyarakat sangat mengharapkan agar pemerintahan Nasaruddin dan Khairul Asmara ini bisa bekerja cepat dan tepat dalam mengisi pembangunan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat.

Pemerintah yang dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil (PNS), harus mampu bekerja maksimal dan prima, sebagai pelayan masyarakat dalam berbagai hal.  Sehingga rasa “hambar” yang dirasakan masyarakat dengan tidak adanya bupati defenitif bisa menjadi cita rasa layaknya santapan lezat yang bisa dinikmati masyarakat, bukan pejabat saja.

Intinya, PNS itu pelayan masyarakat, bukan minta dilayani. PNS bukan montir yang menjadikan oli sebagai pelumas untuk pelicin, agar semua urusan masyarakat bisa selesai. Pemerintah bukan juga tunanetra yang tak mampu melihat penderitaan rakyatnya, bukan juga tunarungu yang tak mampu mendengar jeritan keselihan masyarakatnya untuk bisa hidup berkecukupan, tak perlu sampai kaya raya.

Harapan besar ini memang tercurah sangat besar dipundak Nasaruddin yang melanjutkan priode keduanya sebagai kepala pemerintahan di Aceh Tengah. Menang tak salah bila Ria Devitariska, seorang wartawati Lintas Gayo spesialis penulis feature menyatakan, Warga Aceh Tengah sangat berahapan yang begitu berlimpah ruah dan semoga tidak meruah-ruah, serta begitu besar, tapi begitu sederhana. Semoga di periode kedua ini ada beberapa harapan yang dapat terealisasi.

Sebagai acuan, layaknya pernyataan Meneg Suryadharma Ali pada HAB tahun ini untuk menjaga profesionalitas dan integritas itu, Kementerian Agama RI mengambil langkah stategis sejak perekrutan calon pegawai melalui sistem yang transparan dan memenuhi standar manajemen mutu ISO sampai pada pengembangan jenjang karir yang memenuhi unsur keadilan dan menghargai prestasi kerja perorangan.

“Saya berharap seluruh aparatur Kementerian Agama memperbarui paradigma, yaitu bekerja secara dinamis dan proaktif melakukan sinergi dengan unit dan lembaga lain, baik secara internal maupun eksternal, guna memenuhi tuntutan dinamika kementerian dan dinamika masyarakat”, harap Menteri sebagai dilansir Lintas Gayo.

Dalam kaitan ini, Surya mengingatkan jajaran Kemenag bahwa tolok-ukur keberhasilan program Kementerian Agama tidak seluruhnya dapat dituangkan dalam grafik dan angka-angka yang bersifat kuantitatif, tetapi banyak pula yang bersifat kualitatif.

Amanat ini dibacakan oleh Bupati, Nasaruddin pada peringatan HAB di tingkat Kabupaten Aceh Tengah. Sunggu dalam makna dari amanat tersebut, namun apa bisa terealisasi, hanya waktu yang akan menjawabnya.

Harapan Menteri Suryadharma Ali ini, bila ditelaah, bukan saja cocok untuk Kemenag, namun juga bisa dijadikan tonggal awal bagi Pemkab Aceh Tengah dalam mengisi tahun 2013 ini, menjadi bagian strategis membangun pemerintahan dan masyarakat seutuhnya.

Itu semua bisa dilakukan, bila Pemkab dalam menjalankan roda pemerintahannya berpegang pada pola pelayanan prima. Masyarakat adalah raja yang harus dilayani. Karenanya, tahun 2013 ini, saatnya menerapkan layanan prima. Bisakah? Masyarakat menantinya!***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. ketika pejabat masih pongah dan menjadikannya raja -raja kecil, maka semua sumpah adalah palsu dan itu munafik dalam bahasa agama. Ketika dulu pemimpin menghinakan dirinya dengan meminta diberikan amanah kepadanya untuk dipikul dan bersumpah atas nama rakyatnya, bukan ts, maka janji itu akan ditagih.Mungkin rakyat tak menagihnya karena perwakilan mereka sama ekslusifnya seperti artis dengan mobil dinas yang bagus, kunker yang plesiran, dengan gaji diatas Rp.14 juta perbulan, tapi waktu yang menagihnya. Entah di dunia atau alam barzah. Karena kita percaya, ada kehidupan setelah kematian….bila tidak, sungguh kita lebih sadis dari yahudi sekalipun….janji yang ditunggu

  2. info:

    Tak Mau Dicap Buruk, PNS Harus Layani Masyarakat

    Telantarkan Anak, PNS Kemenakertrans Terancam Penjara
    PNS Rusia Wajib Beli Produk Lokal
    Kesejahteraan Guru Honorer dengan PNS Beda Jauh
    Moratorium PNS Lanjut atau tidak? Belum Diputuskan
    Presiden Minta Moratorium PNS Dikaji Lagi

    REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pola pikir pegawai negeri sipil (PNS) harus diubah menjadi pelayan masyarakat.

    “PNS adalah pelayan masyarakat, bukan malah minta dilayani. Warga binaan juga harus dilayani. Mereka sama dengan kita hanya nasibnya kurang beruntung,” kata Ketua Umum Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Diah Anggraeni dalam peringatan HUT Korpri ke-41 di Rutan Pondok Bambu, Rabu (5/12).

    Diah ingin Korpri lebih berperan ke depannya dalam memberikan pelayanan kepada PNS maupun masyarakat. Sehingga citra PNS tidak dicap buruk.

    Pengembalian citra PNS itu juga diupayakan melalui advokasi terhadap 280 PNS yang tersangkut kasus hukum. Mereka ada yang berstatus tersangka maupun terpidana.

    “Kami melakukan inventarisasi mereka yang berurusan dengan hukum. Jumlahnya bisa bertambah dan kami ingin membantu mereka,” ujar Sekretaris Jenderal Kemendagri itu.

    Ia juga menyoroti kriminalisasi terhadap PNS gara-gara pelaksanaan pilkada. Menurut dia, proses demokrasi yang terjadi di Indonesia telah disalahgunakan oleh segelintir orang. Ia menyebutkan sebuah contoh kasus, ada sekretaris daerah (sekda) yang dicopot oleh kepala daerah gara-gara tidak mendukung petahana yang ingin maju lagi.

    “Ini tidak boleh terjadi lagi. Kami akan berupaya melakukan pendampingan hukum.”

  3. PNS dan Beban Belanja APBD,,,,???

    Merilis pernyataan bahwa belanja pegawai mendominasi beban APBD kota/kabupaten di Indonesia. Pernyataan tersebut sebenarnya bukan hal baru, karena memang belanja pegawai menjadi beban ‘berat’ bagi APBD. Belanja pegawai menjadi anggaran terbesar di APBD dibandingkan dengan belanja lain-lain. Fakta ini menarik untuk dicermati secara kritis berkaitan dengan praktek tata kelola dalam pelayanan publik yang diemban oleh PNS. Apakah terjadi kesenjangan antara beban berat yang harus ditanggung oleh APBD dengan kualitas pelayanan publik yang menjadi kewajiban PNS kepada masyarakat?

    Dalam pertanyaan yang diajukan diatas terkandung pemahaman bahwa besarnya anggaran belanja pegawai memiliki potensi untuk mengurangi substansi pengelolaan keuangan daerah yang pada hakekatnya untuk melayani kepentingan masyarakat. Kepentingan masyarakat dimaksud adalah menyediakan berbagai fasilitas publik dan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dominasi belanja pegawai di APBD pada setiap tahun anggaran akan mengurangi kesempatan belanja non pegawai yang digunakan untuk kepentingan masyarakat dan penyediaan fasilitas publik.

    Kualitas pelayanan publik yang dilakukan oleh PNS masih berstereotipe pelayanan yang lamban, tidak profesional, ingin dilayani, bernuansa KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) atau tidak ramah kepada masyarakat. Belanja pegawai berasal dari dana publik maka rakyat mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan yang baik, cepat, ramah dan tidak bernuansa KKN. Karena PNS adalah pelayan masyarakat, dalam hal ini perlu ditegaskan hakekat PNS sebagai pelayan masyarakat yaitu melayani kepentingan rakyat yang sudah membiayai belanja pegawai atau gaji bulanan PNS tersebut.

    Masyarakat memiliki hak dan harus bisa memperoleh pemenuhan hak untuk memperoleh pelayanan publik yang berorientasi pada kepentingan masyarakat. Beban belanja pegawai harus atau wajib dikonversi oleh setiap PNS yang menikmati gaji dari APBD/N menjadi pelayanan publik yang mengutamakan kepentingan rakyat yang dilayaninya. Pelayanan publik yang cepat, tertib, ramah dan bebas KKN. Untuk itu dibutuhkan mekanisme pengaduan yang mampu menampung dan menindaklanjuti setiap pelayanan publik yang buruk.

    Ironi lain dari dominasi belanja pegawai di APBD/N adalah penerimaan PNS yang sebenarnya merupakan peningkatan beban belanja pegawai tiap tahunnya. Penerimaan PNS di daerah yang sarat dengan muatan politik kepala daerah atau elit-elit politik daerah telah berkontribusi pada rendahnya kualitas pelayanan publik di daerah. Politik transaksional menular tanpa disadari di lingkungan PNS ketika menjadi PNS melalui ‘jalur politik’ yang sarat dengan KKN. Loyalitas kepada rakyat bergeser ke kesetiaan kepada pihak yang telah menjadikan dirinya sebagai PNS.

    Untuk memperbaiki kondisi ini dapat ditempuh langkah ekstrim atau moderat agar beban belanja pegawai tidak menjadi ‘bom waktu’ pengelolaan keuangan negara. APBD tidak menjadi defisit tetapi ketika belanja pegawai sudah berada di prosentase 80% dari total APBD maka tanda bahaya bagi pembangunan di daerah harus dibunyikan. Langkah ekstrimnya adalah pertama, pensiun dini dan kedua PNS bukan berstatus pegawai negeri melainkan seperti pegawai kontrak di perusahaan. Ketiga, memaksakan moratorium penerimaan PNS secara tegas untuk daerah-daerah yang kelebihan PNS atau belanja pegawainya sudah tidak seimbang dengan belanja lain.

    Langkah moderatnya adalah melatih ulang PNS sesuai dengan kebutuhan pelayanan publik yang sesuai dengan kondisi daerah. Melatih ulang dalam ini ada dua hal, pertama, meningkatkan jenjang pendidikan PNS yang masih berpendidikan SMA atau dibawahnya. Kedua, melakukan pendidikan dan pelatihan agar sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh daerahnya. Selain itu mendesain pengawasan terhadap kualitas pelayanan publik dengan memberikan sanksi tegas terhadap pelanggaran terhadap persyaratan pelayanan publik. Desain pengawasan tersebut dilakukan dengan meningkatkan peran lembaga Ombudsman untuk memutuskan perselisihan sengketa pelayanan publik yang dilaporkan oleh masyarakat.

    PNS telah menjadi beban. Namun sayangnya kualitas pelayanan yang diberikan ke masyarakat masih minimal. Kesadaran bahwa beban belanja pegawai yang mendominasi perlu mendapatkan perhatian agar suatu daerah tidak hanya terbebani dengan belanja pegawai. Termasuk kesadaran bahwa PNS adalah pelayan masyarakat, bukan sebaliknya yaitu menjadi tuan atas rakyat dan melakukan manipulasi atau penyelewenangan dana publik (baca: APBD) yang dipungut dari rakyat.

  4. PNS Adalah Pelayan

    PNS Adalah Pelayan, Tidak bermaksud merendahkan, akan tetapi pada saat kepercayaan Masyarakat terhadap pelayanan Pemerintah menurun dan banyak keluhan, tentunya perlu ada upaya yang jelas dari unsur Pelaku yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Pemerintah Tingkat Desa , Kecamatan dan Kabupaten merupakan pihak yang secara langsung bersentuhan dengan masyarakat .Selama ini sebagian besar masyarakat menilai Banyak hal negatif yang melekat pada PNS seperti meminjam kata dari muhtar Lubis, Malas dan Hipokrit dan ada yang memperluasnya menjadi: Malas, Lama, Korup , Tertutup, Nepotisme, Anti Kritik ,berjarak dan lebih banyak memikirkan dirinya sendiri.

    Pemerintah Kecamatan Kejajar mencoba menerapkan sesuatu yang lain dan mungkin tidak populer.dimulai dari tata ruang yang sangat terbuka, dan semua pegawai kecamatan ada dalam satu ruang sebagai bentuk keterbukaan dan memudahkan masyarakat untuk bertemu dengan pegawai yang akan ditemui. Berbagai Kemudahan pelayanan yang lain seperti kemudahan pembuatan identitas Diri semisal KTP.dan KK . Pembuatan KTP 4 Menit sudah Jadi, Kartu Keluarga 10 Menit dengan catatan semua persyaratan sudah lengkap dan tepat. Penulis pernah menempelkan stiker Pelayanan terbaik adalah segala- galanya. dan kemudian kata – kata tersebut sekarang di tulis sangat besar diruang pelayanan yang semua orang dapat melihatnya. dan jangan diplesetkan menjadi pelayanan terbaik adalah segalak-galaknya.

    Camat Kejajar Prayitno, S.Sos,M.Si mengatakan PNS adalah Pelayan masyarakat. yang harus sepenuhnya melayani masyarakat, karena kita dibayar oleh Masyarakat.Perubahan itu perlu apapun bentuknya dan tidak sepopuler apapun modelnya yang jelas perubahan menuju kebaikan. “Kalau tidak kita mulai sekarang mau kapan lagi ” lanjutnya. Sebagai masyarakat kita sering dibuat sulit oleh sebuah keadaan dan kebiasaan, Menjadi Orang baik dinegeri yang buruk itu sulit, seperti contoh ketika seseorang dengan kesadaran sendiri untuk membayar pajak kendaraan dan pajak lain,disitu pun masih sering dipersulit dengan harus membawa KTP asli, nembak, dll,belum lagi dipelayanan lain yang justru masyarakat masih sering direpotkan,membayar lebih agar pelayanan cepat, dipersulit dan sejenisnya yang semua hal tersebut adalah akumulasi dari penerjemahan kata Birokrasi yang salah dimaknai dengan proses untuk mempersulit. Kata “Pemerintah” selama ini masih banyak disalah artikan dengan “memerintah” ,”menginstruksikan” oleh sebagian orang,hal ini mungkin merupakan sebuah pola yang pada awalnya diwariskan oleh pemerintah Feodal, dengan menyebut pejabat sebagai Ndoro kanjeng, ndoro sten dan sebutan lain yang semuanya mengarah pada pencitraan sebagai pemilik kekuasaan. Kata Pemerintah mungkin perlu di ganti dengan Biro Pelayanan saja, kata seorang aktivis dari Wonosobo,agar layanan publik semakin meningkat.

    Apasih Sulitnya untuk berubah ….? kuncinya ada di sistem menurut pendapat sebagian besar pengamat, Buruknya pelayanan publik, saat ini sudah dirasakan banyak pihak tapi sulit bagi kita untuk bicara dengan siapa agar ada perbaikan, jalan rusak mau mengadu pada siapa , pelayanan terlalu lama mau ngomong siapa,Kemacetan dibeberapa titik jalan menuju Kawasan Dieng seolah tidak ada yang peduli kalau ada yang berani bicarapun hampir semuanya menganggap angin lalu.Kenapa sih pemerintah tidak memposisikan saja beberapa orang yang khusus untuk menangani jalan menuju kawasan Wisata Unggulan Jawa Tengah ini, yang bertugas mulai memelihara tanaman turus jalan yang sudah puluhan kali ditanam dan tidak jelas hidup atau mati agar kita tidak diejek lagi oleh wisatawan , mengurusi parkir yang sembarangan dan mengakibatkan kemacetan, membongkar pupuk dan material di bahu jalan, menginventarisir berapa lubang dijalan baik dari arah Banjarnegara maupun Wonosobo yang membahayakan keselamatan pengguna jalan, dll. dan kita pasti sudah tahu jawabannya, “sulit untuk dilakukan” karena kita tidak punya kemauan.dan terkait dengan model penganggaran.

    Buruknya pelayanan publik menjadi salah satu indikator gagalnya reformasi birokrasi. upaya memperbaiki pelayanan publik sebenarnya sudah diketahui secara umum dan pihak pemerintah pun mengetahuinya, salah satu buktinya adalah dengan diundangkannya UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Sayang, implementasi undang-undang ini dinilai masih belum maksimal.pengamat politik dari Universitas Indonesia Andrinof Chaniago mengatakan kualitas SDM yang menjalankan fungsi pelayanan publik masih memprihatinkan. “Misalnya muncul kasus bayi tertukar dan juga kasus Gayus Tambunan menjadi salah satu fakta nyata tentang bagaimana buruknya pelayanan publik yang masih terjadi di masyarakat,” dia mencontohkan.UU Pelayanan Publik, seharusnya dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan publik. “Undang-undang ini akan memaksa birokrasi untuk bekerja secara baik. Jika birokrasi bekerja secara baik dan dipercaya masyarakat, maka keadaan ekonomi juga bisa membaik,” ujarnya.Masalahnya, UU Pelayanan Publik masih dipandang sebelah mata oleh para pejabat publik khususnya di tingkat bawah. Selain itu, masyarakat yang seharusnya menjadi pengontrol pemerintah, belum bisa menjalankan fungsinya dengan maksimal. salah satu penyebabnya adalah pemahaman masyarakat terhadap UU Pelayanan Publik dinilai masih minim.“Masyarakat bisa berperan ketika sudah mengetahui terlebih dahulu soal aturan, kemudian sadar, baru kemudian masyarakat bisa bertindak jika memang pelayanan publik ini tidak berjalan dengan baik,(Hukum Online.com)

    Untuk mengurai permasalahan tersebut tentunya dibutuhkan nilai-nilai kritis yang dimiliki oleh orang- orang kritis dan berani diasingkan oleh pihak-pihak yang anti kritik.dan adanya keseriusan untuk berubah dari para pelayan masyarakat ini, kalau perubahan dari dalam tidak bisa dilakukan, mungkin perlu juga ada dorongan dari luar dengan berabagai cara.termasuk pemaksaan agar ada perbaikan.

    Total Quality Service (TQS) dan Total Quality Management (TQM) adalah sebuah standar untuk merubah model pelayanan. Mudah, murah, cepat dan akurat lebih baik lagi kalau gratis merupakan standar yang harus diterapkan.

    Peningkatan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik dapat dilakukan melalui beberapa langkah seperti:

    Mengembangkan kerjasama penyelenggaraan pelayanan publik dengan masyarakat dan dunia usaha;
    Melibatkan partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan di bidang pelayanan publik; membuka akses pengaduan melalui penyediaan kotak pengaduan; serta penanganan tindak lanjut pengaduan dan keluhan masyarakat.
    Melibatkan masyarakat dalam penerapan Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap kinerja pelayanan instansi pemerintah ,dalam hal ini masyarakat diminta untuk ikut serta memberikan penilaian terhadap kinerja penyelenggara pelayanan pada unit-unit pelayanan SKPD.
    Penilaian dan pemberian penghargaan kepada unit pelayanan.

    Guna mendorong peningkatan pelayanan kepada masyarakat, diharapkan setiap unit pelayanan telah mempunyai dan menerapkan standar pelayanan sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan.Standar pelayanan dimaksud sekurang-kurangnya memuat :

    Prosedur pelayanan;
    Persyaratan pelayanan;
    Biaya pelayanan;
    Waktu yang diperlukan untuk penyelesaian pelayanan

    Sebagai masyarakat yang hidup di Kawasan Dieng Wonosobo-Banjarnegara ini Kapan kita akan mendapatkan pelayanan maksimal dari pelayan Masyarakat ?. Wallahu a’lam. kalau kita tidak berniat untuk berubah sampai kapanpun kita tidak akan berubah, bahkan Allahpun tidak akan merubahnya. Siapa yang akan merubah… dan siapa yang akan berubah…? masyarakat sangat menunggu itu semua, agar pembayaran pajak tidak sia-sia, agar menjadi warga negara yang baik tidak sia-sia.

    kita akui bersama tidak semua PNS itu buruk tapi sulit untuk mencari kebaikannya, bukankah kita sangat sering melihat seolah jadwal PNS hanya untuk menghabiskan waktu ditempat kerja, tidak punya konsep, tidak punya sense of service bahkan ketika ada masyarakat yang membutuhkan malah dimarahi, karena mengganggu keasikan dia, dilempar kesana kemari,banyak yang kita jumpai sedang update facebook, main game, jaringan internet kantor untuk kepentingan rekreatif, catur, baca surat kabar untuk melihat ada tidaknya berita buruk yang terkait dengan kantornya,beban kerjanya sering tidak jelas ,loyo, mudah menyerah, mudah tersinggung, setelah itu mereka menuntut haknya untuk mendapatkan gaji, yang mereka anggap sebagai bentuk penghargaan atas posisi yang dia dapatkan sekarang melalui tes masuk CPNS belum lagi yang masuk PNS harus dengan cara menyuap, dan jarang yang menyadari dari mana gaji itu mereka dapatkan. Tidak bisa dibayangkan apabila ada pemogokan besar-besaran dari masyarakat untuk tidak membayar pajak apapun, membayar retribusi apapun. dan pembayaran lain yang berhubungan dengan Pemerintah.

    hal yang lebih parah lagi dan ada dipikiran para pelayan ini adalah bagaimana dia bisa mendapatkan tambahan pemasukan ketika dia telah melakukan sesuatu, program yang diluncurkan kepada masyarakat sedapat mungkin dia juga mendapatkan bagian yang bagian tersebut nantinya akan dibagi juga dengan pihak lain. entah siapa… kemudian selalu berusaha bagaimana agar cepat naik jabatan tanpa resiko, walaupun jalan yang ditempuh mengandung resiko . masyarakat awam mengetahui bahwa tugas Guru yang PNS ataupun Bukan PNS adalah melayani anak didik,ternyata juga bermasalah dengan sistem, dimana guru dituntut banyak hal selain mendidik,dan guru yang dianggap baik adalah yang dapat menyelesaikan semua administrasi dengan baik tidak peduli bagaimana dia melayani anak didik, itupun masih bermasalah dengan siapa nanti yang menilainya.. penilaian dari seberapa besar dia dapat membuat siswa belajar dan memahami sesuatu untuk bekal hidup dikemudian hari sering menjadi hal terpisah, selama adminitrasi baik penilaiannya juga baik dan meningkat juga karirnya.

    Pertanyaan yang akhirnya muncul adalah :

    dari keseluruhan PNS ada berapa persen yang sadar bahwa meraka adalah pelayan ?
    apakah kita merasa bersalah dengan keadaan seperti ini ?
    apakah kita tersinggung dengan tulisan ini ?
    apakah kita ada niat untuk memperbaiki diri ?
    kalaupun ada niat baik, darimana akan memulainya ?
    siapakah yang paling bertanggung jawab untuk memulainya …… ?

    Jawabannya tertiup angin lembah Dieng yang merobohkan tanaman sayuran diladang – ladang masyarakat , hanyut bersama keruhnya sungai serayu dan Kali Tulis yang coklat bercampur lumpur,tenggelam diantara kerasnya suara penagih – penagih dari lembaga keuangan yang macetnya miliaran rupiah , tersamarkan oleh suara tangisan akibat lingkungan dan ekonomi yang hancur….. dan mau sampai kapan akan seperti ini?.
    Tidak perlu jadi pahlawan untuk merubah keadaan… lakukan saja hal yang benar….. itu sudah cukup..