Oleh: Winda Prihartini
;waih, oros, ongkal, batang teguh, bebesi, dedingin, celala bengi –pernah kita mahfuzkan berdua
Menyusuri Lut Tawar tiap-tiap petak pertemuan menyusutkan semburat remang
Gejolak melenyap teduh. Saat engkau kembali menjejaki darau tanah Gayo lataran kita berpacu musim itu. Lalu menilik umah sara nan bersahaja.
Dulu, elok detak sempat sulit kutafsir arti
rupamu belum sempat pun terukir sahih
Namun sebelum rembulan melipat cahayanya -tak kuat memumpat duka
Ada semacam bisik selang seli menjalin lagi perjumpaan ini
Menggelar lipatan pada selisir senja yang tak lupa setia memacari lut mupasir dengan sanding secangkir kopi serta potret dari riak-riak air
Kau mulai merubah kebiasaan serupa barat –sejak kau menyebrangi lut tanah ini
Namun kesakralan tetap memiliki adab
Ukir cerita dulu sulit ternikmati tak terhayati randat terjauhi
Tepung tawar kita tersampai layaknya harap, bukan bersamamu
sebab retakmu benar-benar pecah,
Lewat lut kau meretak parah semakin kehilangan cinta
Dan aku tidak terbiasa hidup sempurna serupa berbie.
Aku hanya putri penurut rumah sendiri sebagai perebahan hingga nanti,
Saat keturunanku mengerti budayanya adalah wewangian yang lupa mati.
;Ada tepung tawar lagi.
Ranah Kompak, Maret 2013
Tentang Penulis
Winda Prihartini, merupakan pemenang ke 3 lomba cipta puisi dalam rangka memperingati HUT Kota Takengen ke 436. Ia lahir di Medan, 28 September 1992. Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara FKIP jurusan Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia stambuk 2010. Saat ini bergiat di Komunitas Penulis Anak Kampus (KOMPAK) Medan sejak Januari 2011 dan anggota Teater Bahtera FKIP UMSU. Karya telah beberapa kali memenangkan lomba, karya juga telah terbit di beberapa media massa Medan dan telah dibukukan dibeberapa buku antologi baik pantun, puisi ataupun cerpen.