Oleh: Husaini Muzakir Algayoni*
Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air, kita yang bernaung dalam bumi Iskandar Muda ini, endatu-endatu kita, orang-orang tua kita telah berperang melawan kafir Belanda sejak tahun 1873 yang disebut dengan Perang Aceh yang begitu dahsyat,, coba bayangkan saudara-saudara, mereka berperang hanya ingin mempertahankan agar bumi serambi mekkah ini tidak jatuh ketangan orang-orang kafir dan dilanjutkan dengan perang Gayo-Alas pada tahun 1904. Semakin jelas bahwa perang Aceh 1873 dilanjutkan dengan perang Gayo-Alas 1904, merupakan perang kemerdekaan. Yaitu perang kemerdekaan antara rakyat Aceh, Gayo dan Alas yang bernaung dalam Kerajaan Islam Aceh yang merdeka melawan orang kafir Belanda yang datang menyerbu dan melanggar kedaulatan Kerajaan Islam Aceh yang merdeka, untuk menguasai dan menjajah Aceh.
Begitu mulianya mereka berperang dengna niat yang Ikhlas dan jiwa yang bersih dan dengan semangat jihad mereka mampu melenyapkan simata biru dari negeri kincir angin dan tak akan pernah menyarahkan bumi serambi mekkah ini ketangan orang-orang kafir tersebut.
Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air, Surat yang ditulis Pada tanggal 26 Maret 1873 tentang “pernyataan perang” Belanda kepada Kerajaan Aceh dan disampaikan kepada Sultan Aceh pada tanggal 1 April 1873 maka pada tanggal 5 April 1873 merupakan Agressi Belanda yang pertama dibawah pimpinan Mayor Jendral Kohler dengan kekuatan 168 orang perwira dan 3800 serdadu Belanda dan sewaan. Kemudian dilanjutkan dengan perang Gayo-Alas tahun 1904 melawan penjajahan Belanda, perang Gayo-Alas merupakan benteng terakhir dalam perang Aceh yang dahsyat itu.
Setelah melawan penjajah dari Negeri kincir angin, kemudian Aceh melawan negeri sendiri dalam konflik yang berkepanjangan mulai dari DI sampai dengan GAM melawan ketidakadilan oleh pusat maka meletus kembali perang di Aceh hingga tahun 2005. Maka pada tanggal 25 Agustus 2005 seluruh rakyat Aceh merasakan kedamaian yang sesungguhnya setelah ratusan tahun berperang dan ini merupakan anugerah dan kenikmatan yang luar biasa diberikan oleh Allah swt kepada rakyat Aceh.
Pasca perdamaian, Aceh kembali dalam situasi yang tidak pasti, perpecahan dan mementingkan kekuasaan daripada rakyat, rakyat menangis dalam kemiskinan. Rakyat tidak dipikirkan lagi, semua elemen pejabat buka suara, buka pikiran tanpa ada musyawarah yang menyenangkan buat masyarakat mereka hanya mementingkan kekuasaan.
Situasi sudah damai, tapi rakyat Aceh masih berperang melawan ketidakadilan oleh pemimpin-pemimpin Aceh yang telah terpilih menjadi BUPATI, WALIKOTA, GUBERNUR dan sebentar lagi ANGGOTA DEWAN, kami menunggu janji-janjimu saat kampanye dulu. Boleh saja kalian tidak menepati janji kalian tapi dihadapan Allah kelak akan dipertanggung jawabkan ucapan kalian…
Rakyat Aceh berada dalam kesusahan dan rakyat berpikir, dan bertanya dalam hati kemana pemimpin saat aku membutuhkanya, mereka hanya bisa bernyanyi dalam kemiskinan mereka.
Dalam situasi sekarang masyarakat Aceh jauh dari kesejahteraan, kemiskinan dan ketidakadilan masih dirasakan masyarakat Aceh. padahal dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Provinsi Aceh 2013, di gedung DPR Aceh, Banda Aceh, selasa (09/04/2013), Presiden RI menyampaikan pesan khusus dalam rangka menanggulangi kemiskinan di Aceh yang disampaikan melalui utusan khususnya HS Dillon. Presiden mengingatkan pesan kewajiban mewujudkan kesejahteraan rakyat, presiden mengingatkan pengorbanan ratusan ribu rakyat Aceh yang syahid dalam perjuangan melawan ketidakadilan ini harus mempu dijawab melalui sebuah karya nyata dengan bangkitnya Aceh sebagai negeri yang pemerintahnya amanah, berpihak pada rakyat, membangun keadilan social politik untuk seluruh rakyat, sehingga rakyatnya hidup sejahtera, bermartabat dan rasa yana abadi.
Permasalahan terus bergulir di Aceh, rakyat terus dalam kemiskinan sampai kapan ini berakhir dan kapan masyarakat akan sejahtera. Apakah kami harus membuka kembali Hikayat Perang Sabi sehingga semangat kami kembali seperti Pejuang Aceh dulu yang memberantas para Penjajah, semangat Ulama DI dan semangat Hasan Tiro yang sebenarnya untuk berperang kembali melawan pemimpin-pemimpin yang tidak adil yang hanya mementingkan sendiri dan kelompok.
Bersatulah dan Pedulilah wahai pemimpin Aceh, BUPATI, WALI KOTA dan Gubernur beserta para staf-stafnya dan anggota dewan terhadap sehingga seluruh Rakyat Aceh bisa hidup sejahtera…
*Penulis: Kompasianer Dan Kolumnis LintasGayo.com