Oleh : Ismail Gayo *
Pemandangan yang indah bila kita masuk ke daerah gayo , alamnya yang sejuk serta perbukitan yang banyak pohon cemara, dibawah pohon cemara tumbuh rerumputan yang hijau, terkadang kita jumpai juga luasnya hamparan tanah lapang yang dinamai blang. Disitulah bisa kita lihat banyaknya binatang ternak yang berkeliaran, kerbau, sapi, biri biri atau kambing. Belum lagi kita bisa lihat dimusim setelah panen padi, banyaknya binatang ternak yang turun dari gunung yang memenuhi persawahan.
Pertanyaan yang timbul, kenapa ketika datang bulan zulhijjah sedikit malah tidak ada yang berkurban di dalam sebuah desa dan seakan akan mereka enggan berkurban?, Apa tidak tau hukum?, Atau ada pradikma cukup sekali seumur hidup? Ini mungkin perlu di luruskan dalam masalah qurban karna tidak lama lagi akan kita selenggarakan.
Malah sangat kita sayangkan di dalam satu kampung tidak ada yang berkurban satu orangpun. Padahal mereka berkemampuan dan memiliki harta khususnya binatang ternak. Penulis tidak akan benyak bercerita tentang keadaan kaum muslimin di masyarakat gayo, Cuma kita akan berbagi ilmu apa itu kurban dan hal hal yang berkaitaan dengannya secara ringkas. Mudah mudahan bisa kita amalkan dan kita sampaikan kepada keluarga kita khususnya.
Pengertian Kurban
Kurban yang dalam bahasa Arabnya udh-hiyah adalah hewan ternak yang
disembelih pada hari ‘Idul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada
Allah, karena datangnya hari raya tersebut (Al-Wajiz, hal. 405 dan Shahih Fiqih Sunnah II:366) “ Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah” ( Q.s Al Kautsar 2).
Hukum Berkurban
Pertama, wajib ini berdasarkan hadits nabi صلى الله عليه وسلّم :
Rasulullah n bersabda: “Barangsiapa yang memiliki kemampuan (keluasan rizki) dan
tidak menyembelih, maka jangan dekati tempat shalat kami.” (Shahîhul Jâmi,no. 6490).
Ini satu dalil yang menunjukan bahwa hukum berkurban itu wajib bagi yang mampu, hadits ini seolah olah mengatakan orang mampu tapi tidak menyembelih hewan kurban tidak perlu datang shalat idul adha yang hukumnya sunnah saja. Dan juga, berqurban tidak wajib atas setiap orang, tapi wajib atas yang mampu saja. (Majmu’ Fatawa 23/172-173). Ini adalah pendapat madzhab Abu Hanifah dan salah satu dari dua riwayat dari Imam Ahmad. Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, beliau berkata, “Ini merupakan satu dari dua pendapat dalam mazhab Malik atau bahkan merupakan pendapat yang lebih dikenal pada madzhab Imam Malik.”
Kedua, Mayoritas ulama berpendapat bahwa qurban itu hukumnya sunnah muakkad. Pendapat madzhab Syafi’i, Malik dan Ahmad, serta merupakan pendapat yang masyhur dari Imam Malik dan Imam Ahmad. Nabi dan para sahabat berqurban, bahkan Nabi bersabda bahwa qurban merupakan sunnah kaum muslimin yang berarti kebiasaan umat Islam. Oleh karena itu, umat Islam bersepakat Bahwa berqurban itu disyariatkan, sebagaimana keterangan beberapa ulama. Namun terjadi selisihan pendapat di antara para ulama, apakah qurban itu sunnah muakkad ataukah merupakan kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan?
Ketiga, Pendapat yang menyatakan hukumnya mustahab (sunnat). Para Ulama yang menyatakan hukumnya mustahab (sunnat) berdalil dengan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلّم berikut :
”Jika telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzul hijjah dan salah seorang dari kalian ingin menyembelih qurban, maka jangan memotong sedikit pun dari rambut dan kukunya.”
(HR Muslim, no. 1977)
Mereka mengatakan, hadits ini memuat dalil yang menunjukkan berqurban itu
tidak wajib. Seandainya berqurban itu wajib, Rasulullah صلى الله عليه وسلّم tidak akan bersabda :… lalu salah seorang dari kalian ingin menyembelih qurban,….
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang hukum kurban, inti dari semua ini adalah syiar yang harus di laksakan bagi mampu setiap tahunnya.
Itulah beberapa hukum kurban, namun perlu di ingat bahwa hukum kurban hanya untuk orang yang hidup bukan untuk orang meninggal. Kecuali nazar sebelum dia meninggal dunia. Karena sunnah yang di anjurkan bagi yang berkurban adalah, menghadiri atau menyaksikan hewan kurban, tidak memotong kuku dan rambut ketika sudah masuk satu dzul hijah, memakan daging kurban. Dan ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang hidup.
Mengenai masalah berkurban untuk orang yang sudah meninggal ada tiga katagori;
- Meniatkan agar pahalanya di dapat bagi kerabat yang sudah meninggal. Bukan meng-atasnamakan , al marhum sipulan misalnya.
- Berkurban untuk yang sudah meninggal, dalam rangka melaksanakan wasiatnya.
- Berkurban mengkususkan bagi orang yang sudah meninggal, ini bukan sunnah karena tidak ada di contohkan oleh Rasul صلى الله عليه وسلّم terhadap paman, istri , anak beliau yang sudah meninggal duluan beliau tidak menyembelihkan kurban untuknya. Walaupun ada sebahagian ulama membolehkannya.
Adapun hikmah di selenggarakannya kurban adalah;
- Mendekatkan diri kepada Allah Q.s al an am 6
Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
- Mengikuti sunnah Rasul صلى الله عليه وسلّم
- Wujud syukur kepada Allah atas riski yang diberikan.
- Berbagi dengan orang miskin dihari yang mulia.
Demikianlah mudah mudahan dapat kita amalkan amin.
Refrensi:
– Majalah sunnah , edisi 6-7 2008
– Tatacara berkurban tuntunan Nabi صلى الله عليه وسلّم , syaikh Utsaimin media hidayah 2003.
Penulis adalah Guru Bahasa Arab, Berdomisili di Pekanbaru-Riau, Asal Desa Tujung, Kecamatan Kuta Panjang, Kab. Gayo Lues *