Urang Gayo, Makin Ku Duru

Oleh : Vera Hastuti, M.Pd *

Aceh Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak ditengah-tengah Provinsi Aceh. Secara geografis Kabupaten Aceh Tengah berada pada posisi antara 4010”-4058” LU dan 96018” – 96022” BT. Wilayahnya yang seluas 431.839 Ha atau setara dengan 4.318,39 Km2, berbatasan langsung dengan Kabupaten Bener Meriah dan Bireuen di sebelah utara, Kabupaten Gayo Lues di sebelah selatan, Kabupaten Nagan Raya dan Pidie di sebelah barat, serta Kabupaten Aceh Timur di sebelah timur.

Penduduk Asli  Aceh Tengah adalah suku Gayo.  Topografi  kabupaten Aceh Tengah berupa pegunungan  dan tanah yang subur menjadi salah satu penyebab  sebagian besar penduduk di dataran tinggi ini lebih banyak berprofesi sebagai petani. Dataran Tinggi Gayo memiliki potensi wisata yang kaya, seperti ekowisata, agrowisata, sejarah, budaya, seni, kerajinan dan lain-lain. Potensi ini memberikan ruang dan kemudahan bagi para wisatawan domestik dan Internasional untuk menikmati keindahan  “Negeri diatas Awan”. Komoditas pertanian di Aceh Tengah yang terkenal adalah kopi, bahkan  Aceh Tengah dan sering disebut sebagai lumbung kopi terbesar Aceh.

Pertumbuhan ekonomi  di Aceh Tengah sekarang ini makin kian pesat. Daerah yang dulunya adalah hutan belantara kini telah berubah menjadi pertokoan atau pun bangunan perkantoran pemerintah.  Cuma saja di Aceh Tengah, pusat perdagangan dan perekonomian lebih didominasi oleh penduduk pendatang dari pada penduduk asli. Menjadi penonton di rumah sendiri.  Mungkin serupa itulah perumpaan penduduk asli terhadap penduduk pendatang di kabupaten Aceh Tengah.

Tak dapat kita pungkiri, bahwa  yang berdagang dan pemilik aset pertokoan  dipusat Aceh Tengah hampir 90% adalah pendatang dari berbagai etnis yang sukses mengadu nasib di Aceh Tengah. Diantaranya ada suku Aceh, Padang, Cina, Batak, dll. Mungkin saja hukum seleksi alam ala Teori Darwin yang berbunyi ”Survival of the fittest”,  yang artinya siapa yang paling kuat dia akan bertahan ,kini  tengah berlaku di Aceh Tengah. Dan yang paling dikwatirkan adalah masyarakat Gayo semakin hari akan semakin terpinggirkan dari daerah pusat  ibu kota kabupaten Aceh Tengah,  karena tidak sanggup bertahan dengan perkembangan ekonomi yang melaju kian cepat.

 ‘Gayo tukang tebang, Jewe berempus wan belang, Aceh mujegei simpang’. Artinya, Orang Gayo tukang tebang (membuka hutan), Orang Jawa berkebun di ladang (yang dulunya adalah Hutan yang dibuka oleh orang Gayo), orang suku Aceh menunggui Simpang (persimpangan jalan atau berdagang). Istilah yang sering kita dengar dalam lantunan lagu Gayo ini merupakan suatu paradigma yang harus diubah. Kenyataan yang masih bisa kita saksikan sampai hari ini, yaitu adanya kebiasaan orang Gayo yang senang menjual kebun yang sudah jadi dan sudah digarap bertahun-tahun kepada orang Jawa lalu orang Gayo si mantan pemilik lahan itu sendiri memilih membuat kebun baru dengan membuka hutan untuk mendapatkan lahan yang lebih subur.

Konsisten, bekerja keras, berdoa dan pantang berputus asa adalah suatu hal yang sudah pantas dimiliki oleh semua masyarakat Gayo yang ingin maju dalam segala hal. Baik itu dalam hal perdagangan, pendidikan, mau pun dalam hal pertanian. Dan satu hal yang tak kalah penting yang harus dimiliki adalah strategi. Yaitu strategi mengubah keadaan dari situasi yang tak berdaya menjadi memiliki daya saing. Jangan mau hanya menjadi penonton dan lebih cendrung bersikap konsumtif yang hanya mau terima  beres dan siap saji.

Lakukanlah inovasi atau perubahan!!!.Baca peluang apa saja yang bisa dijadikan kesempatan untuk bisa diolah menjadi pendapatan yang halal.  Orang Gayo terkenal pintar dalam berbagai disiplin ilmu. Ciptakan lah sesuatu hal yang baru. Jika pendatang saja bisa hidup makmur di tanah tembuni kita ini, bahkan hanya dengan modal sekantung pakaian sendiri.  kenapa pula kita yang notabenenya lahir dan besar di tanah ini tidak bisa hidup makmur. Jangan mau seperti ayam yang mati kelaparan di lumbung padi. Jangan hanya penononton, tapi berupayalah untuk menjadi pemain di tanah kelahiran sendiri. Dan, semoga saja jika paradigma dan strategi telah diubah kelanjutan nasib urang Gayo si makin lo semakin ku duru dapat diperlambat atau bahkan dapat dihilangkan dari kenyataan hidup kita.

 Guru SMAN 1 Takengon, tinggal dijalan Sengeda *

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.