Takengon | Lintas Gayo – Politik uang makin marak, empat bulan sebelum pemilu legislatif (pileg) berlangsung. Tujuannya, untuk menyuap, membodoh-bodohi sekaligus menghinakan masyarakat. “Macam-macam. Ada yang ngasih jilbab atau baju pengajian. Ada juga yang minta KTP saat diberikan uang atau materi lainnya,” kata sumber Lintas Gayo yang enggan disebutkan namanya di Kampung Tapak Moge, Kec Kute Panang, Minggu (15/12/2013). Senana dengan di Kute Panang, di Lemah Burbana juga demikian.
“Beberapa waktu lalu, ada caleg yang mau ngasih uang. Trus, saya diminta untuk membagi-bagikan uang kepada masyarakat,”aku Aman Wen. Tapi, sambung bapak satu anak itu, dia menolak. Bahkan, tidak lagi mengangkat telpon dari caleg tersebut.
“Saya tau, ini menyalahi hukum agama, aturan, dan adat. Cukup yang sudah-sudah seperti itu. Sekarang, jangan lagi. Biar nanti kita (masyarakat) punya wakil buat tempat mengadu di dewan,” sebutnya.
Sementara itu, menurut pengakuan sumber Lintas Gayo laiinya di Kampung Bies, ada caleg petahana (anggota dewan aktif) yang memberikan mulsa, pupuk, dan bibit cabe.
“Saya tidak menerimanya, karena saya nggak mau dibeli. Kalau caleg seperti itu masih duduk, kerjaanya tetap seperti sekarang. Nyogok masyarakat. Tahun pertama sampai ketiga mengembalikan modal. Tahun keempat, mengayakan diri. Pas nyaleg, tahun kelima, bermoney politics lagi,” tandasnya.
Di tempat terpisah, Bale Atu, Aman Muhammad meminta Panwaslu Aceh Tengah untuk segera bertindak.
“Mereka punya mata dan telinga sampai ke kampung-kampung, dan mereka digaji untuk itu. Kenapa mereka sampai diam. Jangan-jangan, mereka ikut ‘bermain’ dengan caleg-caleg yang bermain uang dan yang dekat dengan kekuasaan,” katanya menaruh curiga.
Lebih dari itu, lanjutnya, DPRK dan Pemkab Aceh Tengah mesti ikut membersihkan politik uang dan materi ini. Bahkan, caleg caleg demikian harus segera didiskualifikasi (AG)