Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad menyatakan bahwa KPK tidak akan terkendala atau takut untuk memanggil Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri meski kader PDI-P, yakni Joko Widodo (Jokowi), terpilih sebagai presiden periode 2014-2019.
Sebelumnya, Abraham mengatakan, kemungkinan KPK memanggil Megawati untuk dimintai keterangan terkait penyelidikan penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) untuk beberapa obligator Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
“Megawati kan bukan presiden. Presiden pun kalau diperlukan, kita akan panggil. KPK enggak ada kendala panggil presiden,” kata Abraham di Jakarta, Kamis (24/7/2014).
SKL itu dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002. Saat itu, Presiden yang menjabat adalah Megawati Soekarnoputri. Abraham mencontohkan langkah KPK yang telah memeriksa mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Wakil Presiden Boediono terkait kasus-kasus yang ditangani selama ini. Dia mengatakan, tidak ada kendala psikologis bagi KPK untuk memeriksa pejabat tinggi di Indonesia.
“Tidak ada kendala psikologis KPK untuk memeriksa siapa saja, ini sudah dibuktikan pada pemeriksaan Boediono dan JK,” sambung Abraham.
Mengenai kepastian kapan KPK akan memanggil Megawati, Abraham mengatakan, KPK akan menentukan siapa-siapa saja yang dipanggil terkait penyelidikan BLBI dalam ekspose atau gelar perkara setelah hari raya Idul Fitri.
“Jadi habis Lebaran kami putuskan ya, kami ekspose siapa-siapa saja yang dimintai keterangannya,” ucap Abraham.
Terkait penyelidikan SKL, KPK telah memanggil Laksamana Sukardi; mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Ramli; serta mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Kwik Kian Gie.
Seusai diperiksa beberapa waktu lalu, Laksamana mengaku diajukan sejumlah pertanyaan oleh tim penyelidik KPK, termasuk soal rapat kabinet era Megawati yang membahas SKL BLBI. Laksamana dimintai keterangan terkait penyelidikan proses pemberian SKL kepada sejumlah obligator BLBI.
KPK menduga ada masalah dalam proses pemberian SKL kepada sejumlah obligator tersebut. SKL tersebut berisi tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham. Hal tersebut dikenal dengan inpres tentang release and discharge.
Tercatat beberapa nama konglomerat papan atas, seperti Sjamsul Nursalim, The Nin King, dan Bob Hasan, yang telah mendapatkan SKL dan sekaligus release and discharge dari pemerintah. Menurut Laksamana, penerbitan SKL tersebut merupakan amanat Majelis Pemusyawaratan Rakyat. Melalui ketetapannya, MPR memerintahkan presiden untuk memberikan kepastian hukum kepada para pengutang BLBI.
“Waktu itu zaman Bu Mega, presiden masih mandataris MPR. Jadi, ada Tap MPR yang kalau beliau melanggar, beliau bisa dimakzulkan,” ujar Laksamana.
SKL ini pun dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002. Laksamana melanjutkan, SKL tersebut merupakan produk konstitusi yang harus dilaksanakan. Namun, menurut dia, jika pada kemudian hari ditemukan masalah, pemberian SKL ini dapat ditinjau lagi. Selain ditanya soal rapat kabinet, Laksamana mengaku diajukan pertanyaan oleh penyidik KPK seputar beberapa obligator BLBI. (Kompas.com)