Banda Aceh | Lintas Gayo –Pemerintah Aceh, dalam hal ini Majelis Pendidikan Daerah (MPD) Aceh, Dinas Pendidikan Aceh dan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh, menyikapi terkait beredarnya materi buku Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan yang memuat ‘Memahami Dampak Seks Bebas’ di halaman 123 sampai halaman 131 untuk kelas XI SMA/MA/SMK/MAK semester I.
“Ini harus kita sikapi untuk penanganan atas permasalahan yang telah menimbulkan kontraversi yang dapat meresahkan masyarakat Aceh. Karena itu, pada Kamis, 16/10 lalu kita telah mengadakan rapat terkait persoalan ini,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Drs. Anas M. Adam, M.Pd, Sabtu, 18/10, di Banda Aceh.
Menurutnya, beberapa halaman dalam buku tersebut dapat menimbulkan salah penafsiran dari generasi bangsa yang masih mengenyam pendidikan dibangku sekolah.
“Misalaya, seperti yang tertera pada halaman 123, dimana pengungkapan fakta grafik pada gambar 10.1 fakta dan data tentang prilaku seksual remaja. Seolah-olah hal tersebut sudah lumrah terjadi dan dapat diikuti oleh siswa,” paparnya.
Guna menghindari dampak kontroversi yang lebih jauh, lanjut Anas, pihaknya bersama Majelis Pendidikan Daerah (MPD) Aceh dan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh, menyarankan agar materi tersebut dapat dihilangkan dan diganti dengan kompetensi dasar yang sama.
“Tentunya dengan isi materi telah disesuaikan dengan budaya Aceh. Sedangkan terkait pendidikan seks harus melalui pendekatan akidah dan budaya masyarakat Aceh,” lanjut Anas.
Pihaknya juga mengharapkan, kepada seluruh Kabupaten dan Kota di Aceh supaya membentuk tim penyeleksi buku pelajaran dan buku bacaan sebelum proses dilakukan pengadaan buku, harapnya. (*)
Hasil rapat tiga lembaga pendidikan Aceh :
1. Pada halaman 123, pengungkapan fakta grafik pada ‘Gambar 10.1 fakta dan data tentang prilaku seksual remaja’ menimbulkan salah penafsiran bahwa bila dilihat dari angka-angka tersebut, seolah-olah hal itu sudah lumrah terjadi dan dapat diikuti oleh siswa.
2. Pada halaman 124, poin 2 a, disebutkan antara lain ‘cukup tidaknya keteladanan yang diterima anak dari orang tua, dan lain-lain sebagainya yang menjadi hak anak dari orang tua. Jika tidak, maka anak akan mencari tempat pelarian di jalan-jalan serta di tempat-tempat yang tidak mendidik.’ Kalimat ini berimplikasi dapat memicu anak didik melakukan seks bebas karena dapat menyalahkan/menyudutkan orang tua, bila terjadi sesuatu.
3. Pada halaman 127, poin c, pencegahan seks bebas dalam penjelasannya terdapat kalimat ‘seseorang telah diibekali ilmu secara agama dan medis mengenai dampak seks bebas, semua keputusan ditangannya sendiri.’ Kalimat ini memberi pengertian seolah-olah seks bebas dibenarkan tanpa perlu diawasi dan diberi sanksi. Disamping itu, makna kalimat tersebut juga bertolak belakang dengan kalimat pada poin 2 c yaitu ‘pelaku dan keluarga akan dikucilkan dan dinilai rendahan, karena seks bebas adalah tindakan yang dilarang agama dan merupakan hal yang melanggar tata aturan pemerintah.’
4. Pada halaman 129, poin p, gaya pacaran yang sehat menyajikan maeri seakan-akan terkesan adanya pembenaran terhadap berpacaran. Padahal, pacaran bertentangan dengan agama dan adat istiadat di Aceh yang penduduknya sebagian besar beragama Islam, dimana dalam Islam tidak mengenal adanya pacaran dengan model yang dipraktekkan saat ini, kecuali model Ta’aruf. (Rilis Disdik Aceh)