Ketapang, Linge, Aceh Tengah tetap menjadi buah bibir. Sudah ada manusia yang masuk penjara dalam mengelola kawasan ini, dengan jeratan tindak pidana korupsi. Kini Ketapang kembali mencuat. Giliran DPR Aceh yang melemparkan bola panas.
Pansus IV DPR Aceh yang melakukan kunker ke Aceh Tengah untuk membuktikan Laporan Keterangan Pertangungjawaban (LKPJ) Gubernur Aceh tahun 2014 yang sudah disampaikan dalam sidang paripurna DPRA.
Menurut Pansus IV DPR Aceh ini, pengadaan 100 unit kandang sapi Ketapang III, sejak perencanaan sudah bermasalah. Areanya berada dalam kawasan hutan lindung. Dari 100 unit dalam kontrak, hingga batas waktu ahir Desember 2014, hanya 30 yang selesai dikerjakan.
Adam Muhlis, ketua Pansus IV DPR Aceh, dalam keterangan Persnya, mereka hanya melihat 10 unit kandang sapi dalam hutan belukar itu. 30 unit yang selesai dikerjakan, itu pengakuan reje kampung (gecik Red). Pansus meminta inspektorat untuk turun kelapangan.
Tim pansus 4 DPR Aceh, Adam Muhklis Aripin, Ibramsyah, Bardan Sahidi, Ramadhana Lubis, Ismaniar, Alaidin Abu Abas, mengakui pihaknya dalam melakukan kunker tidak dibekali dengan dokumen yang baik. Sehingga, banyak proyek yang mereka tinjau tidak bisa dicek dengan baik sesuai kontrak.
Benarkah dalam hutan lindung? Dinas Kehutan Aceh Tengah sudah mengeluarkan surat/ peta tentang lokasi area peternakan ini, bukan berada dalam kawasan hutan lindung. Surat yang ditanda tangani Abadi, menyebutkan area peternakan itu masuk dalam kawasan Area Pengguna Lain (APL).
Surat Kadis Kehutanan itu berpedoman pada SK Menteri Kehutanan 865/Menhut-II/2014, tertanggal 29 September 2014. Lambatnya terbit dari SK Menteri ini, mengakibatkan rekanan tidak mampu menyelesaikan 100 kandang sapi sesuai dengan kontrak.
“Benar hanya 30 unit yang diselesaikan. Maka hanya 30 unit kandang sapi yang dibayar kepada rekanan,” sebut Rahmandi, kepala Dinas Peternakan Aceh Tengah, ketika dikonfirmasi Waspada, Sabtu (5/6) sehubungan dengan pernyataan Pansus DPR Aceh (Waspada/ Proyek Otsus Pintu Manusia Masuk Penjara, 27 Mei 2015).
Negara tidak dirugikan, sebutnya, justru rekanan yang rugi. “Dari 100 kandang sapi hanya 30 yang diselesaikan, ya tiga puluh yang dibayar. Ini semuanya karena persoalan waktu lambatnya turun SK Menteri Kehutanan. Setelah SK itu turun membutuhkan waktu hingga sampai pada proses pekerjaan, “ sebutnya.
Pelaksanaan proyek ini baru dilaksanakan ahir Oktober. Rekanan sudah menyiapkan matrial untuk pembuatan 100 kandang. Namun mereka hanya mampu mengerjakanya 30 unit hingga batas waktu ahir Desember 2014. Otomatis matrial yang sudah menumpuk disana tidak dipergunakan,” jelasnya.
Pada Januari 2015, Bupati Aceh Tengah Nasaruddin, sudah melayangkan surat ke Dinas Peternakan Aceh, agar program pembuatan kandang sapi itu kembali dilanjutkan. Bupati juga menyingung soal keterlambatan penyelesaian kandang sapi itu, karena proses administrasi.
100 kandang sapi itu akan dibagikan kepada 100 kepala keluarga (KK) dalam program Transmigrasi Lokal (Translok). Setiap KK mendapatkan area pengembalaan mencapai 2 hektar. Lahan seluas 200 hektar itu sudah disiapkan. Namun hingga batas waktu berahir hanya 30 unit yang selesai dikerjakan.
Program ini harus dilanjutkan, karena mereka yang lemah dan miskin (dhuafa) akan memperbaiki nasibnya. 100 KK akan ditempatkan di sana. 30 persen dari penduduk sekitar lokasi dan selebihnya akan didatangkan dari 14 kecamatan yang ada di Aceh Tengah.
Secara tehnis, sebut Rahmandi, kawasan peternakan ini memungkin untuk dikembangkan Karena potensial untuk pengembangan ternak, sert tidak masuk dalam kawasan hutan lindung. Selain itu, Dinas Peternakan Aceh juga telah menyalurkan sekitar 300 ekor lembu kepada 16 kelompok peternak di Aceh Tengah.
Pemerintah daerah dan kaum dhuafa di Aceh Tengah sangat berharap agar kelanjutan program ini tetap dilaksanakan. Dinas Peternakan Aceh harus kembali memprioritaskan program yang sudah bergulir ini.
Namun bagaimana kelanjutan dari sejarah Ketapang ini, setelah Pansus IV DPR Aceh menyampaikan laporan Pansus. Kawasan semak belukar Ketapang Linge, dulunya sebagai area jin buang anak, Pemda Aceh Tengah sudah “menyulapnya” untuk kawasan peternakan terpadu. (Bahtiar Gayo/ Harian Waspada edisi Selasa 9 Juni 2015)