Ketapang Ditinggal Peternak, Anggaran Mencapai Rp 43 Milyar

Takengen | Lintas Gayo- Kota Terpadu Mandiri (KTM) Ketapang Nusantara I dan II di Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah mulai ditinggalkan oleh para peternak. Padahal, dana sebesar Rp 43 miliar telah digelontorkan sejak program pengembangan sentra ternak dicanangkan Pemkab Aceh Tengah pada 2005 lalu atau sudah 10 tahun sampai tahun ini.

Pantauan Serambi di lokasi sentra ternak Aceh Tengah itu pada Sabtu (30/10) program “emas” Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah tampaknya belum membuahkan hasil. Pasalnya, sebagian besar para peternak telah “hengkang” dari lokasi peternakan dan hanya tersisa belasan Kepala Keluarga (KK) lagi di Peternakan Ketapang I.

Untuk mencapai lokasi peternakan dari pusat Kota Takengon, harus menempuh perjalanan sekitar dua jam. Sebelum mencapai lokasi peternakan yang berada di kawasan Kecamatan Linge, perjalanan disuguhkan dengan pemandangan hamparan hutan dengan kondisi jalan meliuk-liuk dan mengular di antara pepohonan damar.

Sekitar 500 meter dari areal Peternakan KTM Ketapang Nusantara I, terpampang gapura yang menandai telah berada di lokasi peternakan. Melihat “megahnya” gapura, terbayang di pikiran akan terlihat areal peternakan yang menghampar hijau, para peternak dan pengembala menggiring ternaknya untuk mencari makan di padang rumput.

Namun tidak demikian, karena saat masuk areal peternakan yang berada tidak jauh dari ruas jalan Takengon-Blangkejeren itu, disuguhkan dengan pemandangan tidak menarik. Kondisi areal peternakan tampak gersang, bahkan tak terlihat aktivitas para peternak maupun ternak berkeliaran di lokasi itu.

Bahkan, kondisi areal peternakan Ketapang Nusantara I nyaris seperti daerah yang tidak berpenghuni. Rumah-rumah milik peternak, sebagian telah kosong, bahkan sebagian telah dibongkar. Sedangkan, beberapa kandang sapi telah dibalut semak belukar, begitu juga kondisi Kantor UPTD Keswan Ketapang yang tergembok tak berpenghuni.

Seorang peternak yang ditemui Serambi, di ruas (blok) tiga areal Peternakan Ketapang Nusantara I menyebutkan, sebagian besar para peternak telah pindah. Bahkan di ruas tiga, hanya tersisa empat KK lagi dari seharusnya 20 KK. “Cuma kami saja yang tinggal, sedangkan yang lain telah pindah, bahkan rumah mereka sudah dibongkar,” kata peternak yang menolak namanya disebutkan.

Diakuinya, banyak peternak yang telah pergi dari areal Peternakan Ketapang Nusantara I, karena berbagai alasan. Di antaranya, ternak bantuan yang dibagikan pemerintah, sebagian telah dijual atau mati. “Satu lagi, kendala daerah ini, air susah didapat, bahkan untuk mandi saja, kami harus ke Kampung Owaq dan untuk air minum terpaksa beli,” keluhnya.

Menurut peternak satu ini yang mengaku menetap di lokasi itu sejak 2006, pihaknya juga bingung terkait dengan kelanjutan Peternakan Ketapang Nusantara I, karena hanya tersisa beberapa orang saja. “Itulah pak, kami juga bingung bagaimana kelanjutan peternakan ini. Kalau ternak kami, dari 15 ekor, sekarang sudah menjadi 20 ekor,” akunya.

Hal senada disampaikan Ali Akbar, salah seorang peternak di ruas dua Komplek Peternakan Ketapang I. Dia menuturkan, jumlah peternak di KTM Ketapang Nusantara I seharusnya sebanyak 100 KK, namun hanya tersisa 15 KK lagi. “Peternak yang tersisa hanya 15 KK lagi, sedangkan yang lain, ada yang pindah dekat jalan besar dan pergi dari lokasi ini,” tuturnya.

Menurut Ali Akbar, ia tetap bertahan di areal peternakan itu, lantaran memiliki beberapa ekor ternak. Namun, dia juga tidak bisa memastikan bertahan lebih lama lagi di areal peternakan itu, karena kondisi areal yang sangat sulit, terutama air. “Masalah air ini, sudah menjadi permasalahan sejak dibuka areal peternakan, sampai sekarang belum juga selesai,” ujarnya.

Sementara, di areal KTM Ketapang Nusantara II, para peternak yang menetap hanya 60 persen lagi dan 40 persen lainnya telah pindah dari lokasi ternak untuk mencari penghidupan lain. “Walaupun mereka pindah, tapi ternaknya masih tetap ada disini,” kata Reje Kampung Persiapan, Blang Lane, Ketapang, Sopian Sufi.

Namun untuk KTM Ketapang Nusantara II, para peternak masih diberikan jatah hidup (jadup) oleh Pemkab Aceh Tengah. Sedangkan, untuk KTM Ketapang Nusantara I, jadup sudah tidak diberikan lagi. “Sebenarnya, kalau tidak ada hambatan dengan air, perkembangan ternak bisa lebih baik lagi,”ujarnya.

Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Kabupaten Aceh Tengah, drh Rahmandi ketika diminta tanggapannya soal kondisi Ketapang Nusantara I, Sabtu (31/10) mengakui sebagian peternak telah pindah. Dia menyatakan tidak semua peternak pergi, melainkan pindah tidak jauh dari lokasi ternak.

“Sebenarnya tersisa sekitar 40 KK lagi, cuma mereka tidak menetap di areal peternakan, tetapi pinggir jalan besar,” kata Rahmandi. Menurutnya, untuk kelanjutan program peternakan Ketapang Nusantara, tergantung kepada para peternak karena pemerintah akan menghibahkan ternak, kandang sapi, bahkan rumah.

“Untuk Ketapang I, jadup sudah dihentikan sejak 2014 dan Ketapang II, jadup diberikan hingga 2016. Setelah jadup dihentikan, ternak, kandang, rumah akan dihibahkan kepada peternak,” pungkas Rahmandi.

Bupati Aceh Tengah, Ir H Nasaruddin MM saat membuka kegiatan Expo Ternak Provinsi Aceh ke-VI di Blang Bebangka, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah pada Jumat (21/8/2015) menyatakan wilayah yang dipimpinnya telah mengembangkan kawasan sentral produksi ternak sapi bali sejak 2005. Dikatakan, program tersebut dipadu dengan pola transmigrasi lokal (translok) yakni satu kepala keluarga diberikan 14 ekor sapi betina dan satu ekor sapi jantan.

Seperti diketahui, pengembangan ternak pedaging dilaksanakan di Ketapang, Kecamatan Linge. Program ini bertujuan membudidayakan peternakan sapi pedaging di kawasan hutan Ketapang, Secara keseluruhan, proyek ini sudah menelan dana sekira Rp 43 miliar. Melalui proyek ini, pemerintah mengharapkan dapat mencukupi kebutuhan daging sapi di Aceh dimana sumber dana dari APBK dan APBA.

Di lahan itu ditempatkan sebanyak seratus peternak di kawasan Ketapang 1 dan seratus peternak di Ketapang 2. Setelah sapi dewasa dan berkembang, hasilnya akan dibagi dengan pemerintah. Sambil beternak, beberapa petani juga bercocok tanam di kawasan itu. “Meski dinilai menguras dana yang cukup besar, namun akan berdampak baik ke depan,” sebut Nasaruddin dengan optimis.(my/Serambi Indonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.