SAAT konflik Aceh, sosoknya diperhitungkan. Dia mampu menggerakkan ribuan massa untuk membubarkan Joint Security Comite (JSC) Kabupaten Aceh Tengah. Ahirnya JSC yang merupakan kumpulan militer beberapa negara (termasuk utusan GAM) dibubarkan.
Adijan panggilan akrabnya. Tokoh pembela merah putih ini juga terang-terangan frontal dengan GAM. Mengkondisikan masyarakat untuk bahu membahu mempertahankan NKRI. Bahkan naik gunung turun gunung mencari personil GAM dan menghimbaunya turun kepangkuan pertiwi.
Misriadi nama lengkapnya, (foto) ketika namanya masuk dalam undangan presiden untuk mendapatkan penghargaan ke istana negara, HUT RI 17 Agustus 2015 ini, Waspada membuka catatan dengan toke kopi ini yang sering bertemu di lapangan saat konflik Aceh.
“Benar, Alhamdulillah saya diundang Pak Presiden ke istana negara, menerima penghargaan, sebagai tokoh yang memelihara perdamaian Aceh,” sebut anggota DPRK Bener Meriah dari PDI Perjuangan ini, ketika Waspada menghubungi via selular.
Adijan seorang eksportir kopi dan rekanan di sana. Saat konflik dia mendapat tekanan. Ahirnya dia tak tahan dan memberikan perlawanan. Dia menggerakan massa untuk mempertahankan wilayahnya dari serangan dan ancaman pihak GAM.
Bersama militer dia bahu membahu “menghalau” GAM dan menyadarkan mereka untuk turun ke pangkuan NKRI. Waspada yang sering turun ke lapangan ketika itu, kerap mendapat “sweping” dari pasukan Adijan yang ahirnya tergabung dalam Front Pembela Tanah Air (PETA).
Adijan, walau sudah “tersakiti” dengan personil GAM, namun mengedepankan hati nurani. Dia justru menyantuni keluarga GAM yang ditinggalkan. Menghimbau mereka yang sudah naik gunung untuk turun, demi keluarganya.
Ratusan personil PETA dikerahkan naik gunung turun gunung untuk mencari GAM dan mengajaknya turun ke pangkuan pertiwi. Waspada yang diikutkan meliput dalam kelompok ini, senantiasa adrenalin terpacu. Membayangkan akan terjadi kontak senjata. Tetapi tidak, walau harus bermalam di dalam hutan yang dingin.
Menjelang dilangsungkan MoU antara NKRI dengan GAM, Adijan di lapangan sudah mengkondisikan massa, untuk menghilangkan dendam. Menguburkan luka akibat konflik. Dia mampu membuat perdamaian antara personil GAM dengan PETA dan masyarakat dalam wadah Garuda.
Gesekan etnis yang menjurus kepada konflik horizontal mampu diredamnya. Bersama dengan pihak lain dia bahu membahu mendirikan perdamaian. (Bahtiar Gayo/ Harian Waspada, Kamis 20/8/2015) F