Pemekaran wilayah menjadi alat tawar menawar antara masyarakat dengan
tokoh yang ingin menjadi pemimpin di wilayah baru itu
(Pikiran Rakyat, 2015)
Oleh: Zulkifli, S.Pt*
Sebait kalimat di majalah pikiran rakyat menjadi sebuah cambuk bagi para elit politik dan masyarakat yang tidak dapat berdalih untuk mengatakan kata-kata itu tidak tepat dipergunakan. Pilkada serentak 2015 yang sudah berlangsung beberapa hari yang lalu, merupakan salah satu faktor pembuktian bahwa masih banyak calon yang mengubar janji mengatasnamakan Isu Pemekaran daerah menjadi program unggulanya. Isu pemekaran daerah masih menjadi isu paramadona bagi elit politik untuk menipu rakyat dengan janji janji manisnya, salah satu buktinya dapat kita lihat dari seberapa banyak anggota legislative yang melenggang mendapatkan kursi dengan membawa Isu pemekaran.
Pemekaran Provinsi ALA (Aceh Louser Antara) merupakan salah satu daerah yang di impikan pemekaranya di tanah rencong, hampir segenap warga yang mayoritas Gayo menginginkan Provinsi Lahir, artikel ini akan sedikit mengulas tentang perjuangan aceh dari beberapa aspek di antaranya, Sejarah, Aspek anggaran dan aspek Politik.
SEJARAH
Sejarah perjuangan ALA (Aceh Leuser Antara) merupakan sejarah yang harus di pahami oleh semua elemen masyarakat yang merindukan akan lahirnya Provinsi ALA, berawal dari mengingat sejarah perjuanganlah yang dapat menghantarkan kita kepada fase perjuangan selanjutnya. Sejarah perjuangan pemekaran provinsi ALA sudah tergagas jauh sebelum MoU Helsingki, pada tahun 1999 awal mula gagasan provinsi ALA mulai di gagas, yang kemudian pada tahun 2005 dibentuk Komite Persiapan Pembentukan Provinsi Aceh Leuser Antara (KP3ALA) (Dewansyah dan Taufik 2008). Sebagai wadah perjuangan masyarakat untuk mewujudka Provinsi ALA. Gagasan akan lahirnya provinsi ALA sudah digagas sedemikian rupa sudah hampir 15 tahun, yang sampai saat ini belum menemukan hasil yang di rindu rindukan oleh masyarakat ALA.
ASPEK ANGGARAN
Dari aspek anggaran mungkin dapat kita lihat apakah kita mampu mengelola Provinsi ALA andai impian panjang kita ini dapat terwujud. Prof. Abubakar Karim (mantan Kepala Bappeda Provinsi Aceh) pernah merilis alokasi dari 4 kabupaten yang masuk dalam provinsi ALA, namun keempat provinsi itu masih ketika kita melihat serapan anggarannya terhadap dana otsus masih tergolong rendah. Dana OTSUS Aceh sejak tahun 2008 sampai 2013 diformulasikan untuk kabupaten/kota sebesar 60% dan untuk Aceh sebesar 40%. Tetapi sejak tahun 2014 dan seterusnya, formula ini telah menjadi 40% untuk kabupaten/kota dan 60% untuk Aceh. Alokasi 40% untuk kabupaten/kota, saat ini dibagi atas 23 kabupaten/kota dengan kriteria IPM (30%), luas wilayah (30%), jumlah penduduk (30%) dan indeks kemahalan konstruksi (10%). Berdasarkan formula dan kriteria tersebut, maka keempat kabupaten bagian tengah Aceh ini mendapat alokasi dana OTSUS per tahun sejak tahun 2008 hingga tahun 2027 nanti (Prof Abubakar Karim, 2015).
Total alokasi dana OTSUS sejak tahun 2008 hingga tahun 2027 untuk Aceh bagian tengah ini adalah sebesar Rp. 14.366.635.676.574 atau rata-rata per kabupaten sebesar Rp 3.591.658.919.144. Selanjutnya alokasi dana OTSUS masing-masing kabupaten di bagian tengah Aceh tersebut adalah sebagai berikut :
abupaten Bener Meriah; jumlah alokasi dana OTSUS sebesar Rp. 2.541.818.329.677. Mulai tahun 2008 hingga tahun 2014 telah diambil sebesar Rp. 646.305.280.741 dan masih tersisa dari tahun 2015 hingga tahun 2027 sebesar Rp 1.895.513.048.936.
Kabupaten Aceh Tengah; jumlah alokasi dana OTSUS sebesar Rp. 3.551.814.979.514. Mulai tahun 2008 hingga tahun 2014 telah diambil sebesar Rp. 922.255.821.555 dan masih tersisa dari tahun 2015 hingga tahun 2027 sebesar Rp 2.629.559.157.959.
Kabupaten Gayo Lues; jumlah alokasi dana OTSUS sebesar Rp. 4.529.427.476.073. Mulai tahun 2008 hingga tahun 2014 telah diambil sebesar Rp. 1.145.568.388.670 dan masih tersisa dari tahun 2015 hingga tahun 2027 sebesar Rp 3.383.859.087.403.
Kabupaten Aceh Tenggara; jumlah alokasi dana OTSUS sebesar Rp. 3.743.574.891.311. Mulai tahun 2008 hingga tahun 2014 telah diambil sebesar Rp. 925.645.046.307 dan masih tersisa dari tahun 2015 hingga tahun 2027 sebesar Rp 2.817.929.845.004.
Berdasarkan penjelasan dari prof karim kita dapat menelaah dengan mengambil sample dari 4 Kabupaten yang masuk dalam calon Provinsi ALA di bagian tengah, yang mayoritas suku Gayo. Aspek anggaran kebutuhan provinsi baru sangat membutuhkan anggaran yang tinggi, namun hampir dari seluruh kab/kota yang berada di Provinsi Aceh masih mengandalkan anggaran dari Otsus yang secara regulasi akan berakhir pada tahun 2027.
ASPEK POLITIK
Isu pemekaran Provinsi ALA yang beredar merupakan buah hasil dari karya para pejuang kita terdahulu. sejak tahun 1999 keinginan lepas dari provinsi aceh sudah di gagas, hingga akhirnya pada tahun 2005 di bentuk KP3ALA, di setiap tingkatan lapisan kehidupan masyarakat. Melihat dari aspek politik kepentingan isu ALA selalu menjadi alat politik di tengah pelaksanaan demokrasi, isu ALA hanya sebagai alat politik para penguasa menjelang pemilihan, kita lihat saja pada tahun 2009 pemilihan legislative banyak yang menggunakan isu ALA sebagai penarik simpati rakyat, hal serupa juga pada tahun 2013 yang lalu kabupaten yang berada di bagian tengah aceh ini mengulirkan isu pembentukan ALA seakan akan sudah di depan mata, setelah jabatan di pangku isu ALA pun hilang di bawah kursi, kini tahun 2017 akan ada pilkada serentak untuk provinsi aceh, isu ALA kembali mencuap ke publik, janji-janji. Harapan palsu kembali di gaungkan di tanah Kerawang ini.
Beberapa isu menarik yang mengelitik hati para pemerhati negeri ini, sudah di hembuskan oleh para pemangku kepentingan bahwa ALA sudah tercapai 90%, namun kenyataanya RUU ALA belum masuk dalam Agenda Prolegnas (Program Legislasi Nasional) DPR RI, apa mungkin ALA sudah 90% sedangkan prolegnas saja belum masuk…? Mungkin banyak teori yang menjelaskan tentang politik kepentingan bahwa semua unsure dalam politik yang abadi hanya kepentingan, namun tidak ada satu teori politik atas nama apapun yang menjelaskan bahwa dalam mengejar kepentingan kita boleh menipu rakyat. Paparan isu ALA sudah 90% ini merupakan pembohongan politik yang secara masip di kondisikan para elit ALA yang mempunyai kepentingan di 2017 mendatang.
Sumber Daya Manusia politik di gayo Lues masih tergolong rendah, sehingga membutuhkan pencerdasan pencerdasan yang rasional dan objektif untuk melihat fakta yang ada, akses informasi yang sebagian daerah sulit di tambah kemammpuan yang rendah, hal mudah bagi elit untuk menipu rakyat Gayo dengan isu isu ALA. Perjuangan ALA merupakan perjuangan yang harus kita dukung sampai titik darah penghabisan, tapi stop pencitraan dari isu ALA, stop membodohi rakyat jelata.
*Penulis Buku Sentan Ku Panang Gayo Lues Qu/Aktivis Gayo/Staff Ahli DPRD Kota Semarang/Dosen STIE Jawa Tengah/ Pemuda Pining