Hujan yang deras, petir menyambar bumi, ditengah kegelapan malam, tidak ada istilah bagi Hamzah untuk tidak bangun dan keluar dari rumah. Ketika pintu rumahnya diketuk, walau negeri dingin itu dibalut kabut, dia harus siap menghadapi tamunya.
“Pak tolong, anak saya sakit,” sebut sang tamu dalam kegelapan malam. Diluar terdengar derasnya hujan menyirami bumi. Lekaki yang bergelut dengan obat obatan dan alat suntik ini, memperhatikan tamunya yang basah kuyub, mempergunakan sepeda motor datang ke kediamanya.
Setelah bercerita sejenak, Hamzah menyambar mantel hujanya. Menghidupkan sepeda motornya membelah kegelapan malam yang dingin, walau bibirnya nyaris beradu dan tulangnya sudah mulai merasakan es, dia tetap memacu sepeda motornya demi memenuhi panggilan jiwanya.
Aman Kaisa, begitu Hamzah sering disapa, mendapatkan tugas sebagai tenaga medis di Pamar, Kecamatan Rusip Antara, Aceh Tengah. Sebuah pemukiman yang masih serba minim bila dibandingkan desa lainya di Aceh Tengah.
Pamar bukan hanya jauh dari Aceh Tengah mencapai 70 kilometer, namun sejumlah fasilitas di sana juga minim. Wilayah paling barat yang berbatasan dengan hutan Pidie Jaya ini, pemukiman penduduknya juga masih jarang jarang diantara perkebunan.
Saat ada warganya yang membutuhkan pertolongan medis, Hamzah tidak kenal waktu, walau dalam kegelapan malam dan dingin, dia terus melakukan pengabdian. Lelaki ini nyaris lupa dengan anak yang jauh darinya.
Hamzah bertugas di Pamar, sementara anak dan istrinya tinggal di Asir Asir Atas, Kecamatan Lut Tawar Aceh Tengah. Belum tentu sepekan sekali dia kembali ke Asir Asir kampung halamanya. Dia lebih banyak ,menghabiskan waktunya bersama masyarakat Pamar.
Pengabdianya sebagai tenaga medis di kawasan terpencil ini, membuatnya sering memendam rindu. “ Ada kalanya rindu ingin berkumpul, namun ketika masyarakat membutuhkan saya, terpaksa kerinduan itu saya pendam. Seminggu sekali saya baru pulang,itu juga tidak lama,” sebut Hamzah.
Sudah hitungan tahun pekerjaaan rutin ini dilakukanya dengan tabah, ihlas dan penuh percaya diri. Walau kadang kala bathinya menjerit melihat keadaan masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan, dimana ada kalanya persediaan obat menipis.
“Semoga kawasan terpencil ini fasiltas kesehatan semakin membaik dan persedian obat obatan terpenuhi,” kata Hamzah, saat berbincang bincang dengan Lintas Gayo.Com. Lelaki yang berkulit hitam manis ini terlihat kekar, mungkin akibat medan tempatnya bekerja menempa tubuhnya.
Bukan hanya melayani mereka yang sakit saja dilakukan Hamzah, namun dia meluangkan waktunya untuk menjadi “guru”. Saat waktunya luang, dia memberikan penyuluhan kepada murid SD di sana, bagaimana untuk hidup sehat.
Ketika bercengkrama dengan murid SD inilah, kerinduan kepada anak-anaknya di Asir Asir menusuk dadanya. Namun Hamzah berusaha melawanya, karena dia mengutamakan tugas. Sepekan sekali dia usahakan menjenguk buah hatinya, walau kadang kalanya mencapai setengah bulan sekali.
Hamzah terlanjur mencintai Pamar tempatnya mengabdi. Alam pedesaan yang masih banyak hutanya dan airnya yang bening alami. Alam yang menyuguhkan buah berduri menyengat hidung saat sedang panen. Dan ikan khasnya kerling (jurung, atau ikan pedih).
Aman Kaisa melalui semua itu dengan hati lapang dan nyaman, Pamar baginya sudah merupakan kampung kedua, selain Asir Asir. Pengabdianya di daerah paling barat Aceh Tengah ini menjadikanya mengerti akan makna hidup. (Zan.KG/ LG010)