Banda Aceh| lintasgayo.com – Aceh Judicial Monitoring Independen (AJMI) meminta pemerintah menata pusat perekonomian di Kota Banda Aceh agar diorganisir secara terukur dengan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan, salah satunya adalah Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Banda Aceh.
Melalui rilis yang diterima media ini 22/09 AJMI menganggap selama ini masih ada saja penggusuran lapak-lapak PKL yang berjualan di seputar Banda Aceh.
“Hal ini menjadi pertanyaan besar, apakah PKL tidak mematuhi peraturan yang ada, karena pemahaman yang kurang dari pedagang mengenai titik lokasi PKL atau juga Pemerintahan Kota Banda Aceh yang tidak pernah memberikan sosialisasi tentang penataan dan pemberdayaan dari PKL tersebut”, ujar Dedi Zulwansyah Kabid Monitoring dan Advokasi AJMI.
AJMI memandang, Kebijakan dalam penataan dan pemberdayaan PKL di Kota Banda Aceh perlu menjadi titik fokus Pemerintahan Kota Banda Aceh, dikarenakan PKL adalah salah satu potensi sumber perekonomian dalam Peningkatan PAD. Revisi Qanun Kota Banda Aceh Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima sudah seharusnya dilakukan, karena sudah tidak relevan dengan kondisi Kota Banda Aceh yang terus berkembang sehingga titik lokasi PKL yang tidak tertata rapi.
Pada bulan Juli yang lalu, kata Dedi, pihak Kabid Perdagangan Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Pedagangan Kota Banda Aceh, pernah mengeluarkan Statement disalah satu media (aceh.antaranews.com) mengenai, Rencana revisi Qanun Kota Banda Aceh Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima (regulasi PKL) yang draftnya sudah disiapkan, dan sudah di Badan legislasi (DPRK Banda Aceh).
“Hal ini perlu diapresiasi, karena Pemerintahan Kota Banda Aceh sudah mampu melihat gejala dan dinamika sosial yang terjadi pada PKL hari ini.” ungkap mantan Aktivis Mahasiswa Peduli Keadilan ini.
“Draft yang sudah di BANLEG DPRK Banda Aceh, harus diuji secara publik. Apakah sudah memuat beberapa masalah krusial yang terjadi selama ini di PKL. Seperti Penetapan Zona bagi PKL, hal ini harus dijelaskan secara kongkrit kriterianya. Tentang Perizinan PKL juga harus dapat mempermudah akses bagi Pedagang yang belum memperoleh perizinan. Dan pengawasan dari Pemungutan Retribusi juga harus diperjelas, agar dikemudian hari tidak menimbulkan Pungutan liar dan berdampak pada PAD tidak memenuhi target.” lanjutnya.
“Pemkot dalam hal ini WaliKota Banda Aceh, dalam menetapkan lokai PKL setiap tahunnya harus mengumpulkan data potensi dan perencanaan yang kongkrit dan strategis. Agar PKL yang berdagang dipermudah melakukan aktifitasnya. Seperti, lokasi ruang kota yang dekat dengan tempat wisata dan bagi pedagang pada hari-hari khusus serta pedagang musiman. Dan Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Pedagangan Kota Banda Aceh, harus mampu bergerak cepat untuk mendata kembali PKL yang telah memiliki izin dan mulai melakukan perencanaan bagi siapa saja calon PKL baru, dan menginventaris aset dan menata tempat usaha PKL serta pemberdayaan PKL dengan memberikan pemahaman tentang teknologi informasi dalam mengakses dan mengembangkan pasar digital.”
“Maka Kami Mendesak Pemerintahan Kota Banda Aceh (Walikota dan DPRK) untuk secepatnya membahas revisi Qanun Kota Banda Aceh Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima dan menetapkan Qanun baru untuk PKL pada tahun ini. Agar tahun 2020, Penataan dan Pemberdayaan PKL di Kota Banda Aceh akan mampu menumbuhkan Pusat Energi perekonomian baru di Kota Banda Aceh”. Relx Ihfa)