Berani (beuhe) ciri ciri rakyat Aceh. Bahkan muncul istilah dalam peperangan dengan Belanda, Aceh pungoe. Belanda menyebutnya gila, karena keberanian rakyat Aceh yang tidak takut mati.
Belanda kewalahan “menangkisnya”. Kolonial menilainya, perbuatan nekat itu, tidak takut mati, secara logika tidak mungkin dilakukan manusia waras.Aksi Aceh pungoe ini membuat Belanda sangat memperhitungkan peperangan di Aceh.
Namun dalam menghadapi Covid-19 rakyat Aceh jangan peu pungoe droe (jangan menggilakan diri, nekat dan berani). Karena corona tidak mengenal istilah manusia kebal, tahan pukul, atau memiliki ilmu aji pelimun (tak kasat mata).
Wabah ini akan menyapu rata, termasuk manusia yang pungoe. Tidak perlu menunjukan diri berani dan mengangap sepele dalam persoalan Covid-19. Bila memiliki sejumlah ilmu pusaka, untuk sementara simpanlah. Anda tidak harus mempergunakan ilmu itu (bila ada) untuk berperang dengan corona.
Aceh berpeluang akan menjadi tempat ledakan corona. Rasa khawatir banyak pihak, terutama mereka yang peka melihat keadaan Aceh saat ini, sudah menunjukan rasa gelisahnya. Kekhawatiran itu melihat hingar bingarnya masyarakat yang mengangap sepele persoalan corona.
“Aduh Bang! Kalau abang tanya bagaimana perasaan hati saya, nangis saya melihat rakyat Aceh sekarang. Paska tidak ada pasien di RSUZA yang positif corona, rakyat Aceh sudah melupakan protokoler kesehatan,” sebut Dr. Syafrizal Rahman, ketua IDI Aceh.
Pusat-pusat pasar diramaikan manusia. Warung-warung kopi, caffe dan sejumlah tempat, masih ramai manusia, tanpa mengikuti SOP kesehatan yang sudah ditetapkan. Mereka sepertinya tidak takut dan tidak merasa bahwa wabah corona itu adalah musuh.
Kegelisahan ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh dan sejumlah pihak lainya, kini menjadi kenyataan. Dalam “damai”, Aceh kembali muncul PDP positif Covid-19. Warga Gayo Lues tersentak, setelah mengetahui ada saudaranya yang postif Covid-19.
Melihat phenomena ini, Syahrizal mengusulkan agar dilakukan rapid test di sejumlah warung kopi, caffe yang sampelnya diambil secara acak. Hal itu harus dilakukan, mengingat pasien dari Gayo Lues yang tidak menunjukan gejala (OTG) justru positif Covid.
PDP yang kini dirawat di RSUZA ini sudah berinteraksi kemana-mana. Artinya dia sudah berjalan kemana-mana bersama virus yang ada ditubuhnya. Siapa lagi yang disambar virus ini? Tentunya, harapan agar virus ini tidak lagi menyebar. Namun harapan tidak selamanya sesuai dengan kenyatan.
Sejumlah pasien PDP lainya, kini masih mendapat perawatan intensif di sejumlah RSU di Aceh. Hasil swab mereka belum diumumkan. Semoga hasil swabnya negatif. Itu harapan, semoga harapan dan doa ini diistijabah Tuhan.
Tidak tertutup kemungkinan, sejumlah daerah lainya di Aceh yang selama ini rakyatnya santai, mengangap damai, tiba tiba dimunculkan dengan kasus corona. Air yang tenang dapat menghanyutkan.
Lantas bagaimana menghidupi keluarga bila tidak berusaha. Usaha dan ihtiar itu wajib. Namun Tuhan memberikan akal dan pikiran kepada kita, bagaimana mempergunakanya saat negeri ini dilanda wabah. Islam sudah mengajarkan kepada manusia, bagaimana kita menyikapi wabah.
Pandai-pandailah meniti buih, semoga badan selamat ditujuan. Pergunakanlah akal dan nurani, ikutilah protokol kesehatan yang sudah dianjurkan. Jangan merasa diri super, kebal dan peu pungoe pungoe droe.
Di dunia, saat ini mereka yang positif corona semakin hari semakin bertambah (update 19/4/2020). Ledakan manusia terkena wabah peningkatakan luar biasa. Saat ini 2.324.731 kasus. Manusia yang harus dikuburkan akibat wabah mencapai 160.434, sementara yang sembuh hanya serempat dari kasus (595.467orang).
Di Indonesia kian hari angka peningkatanya juga mengkhawatirkan, Jubir Covid Indonesia merilis, kini 6.248 pasien positif. Meninggal dunia mencapai 535, sementara yang sembuh 631. Apakah angka itu akan turun atau justru makin meningkat?
Di Aceh, jumlah positif corona ada 6, satu diantaranya meninggal dunia, satu lagi dalam perawatan, 4 lainya dinyatakan sembuh. Namun Aceh juga memiliki catatan, PDP kini mencapai 60 orang.
Menurut Syaifullah Abdulgani, jubir Covid Aceh, Sabtu (18/4/2020), Orang Dalam Pemantauan (ODP)angkanya juga meningkat mencapai 1.550. Dari jumlah ini, 221 diantaranya dalam proses pemantauan petugas, dan 1.329 sudah dinyatakan selesai karantina.
Apakah data di Aceh, sejak awal munculnya persoalan corona, angkanya semakin menurun atau bertambah? Apakah Anda akan menambah daftar angka itu? Bukankah menghindari, menjaga diri lebih baik, daripada menambah daftar angka corona ini?
Bek pue pungo pungo droe . Karena corona tidak mengenal istilah pangkat, jabatan, status, atau punya ilmu warisan indatu. Beuhe bukan disini tempatnya. Bek batat.
Anjuran protokoler kesehatan ikutilah, karena bukan hanya untuk menyelamatkan nyawa Anda, namun untuk melindungi manusia lainya. Berani saat menghadapi musuh, sehingga Belanda menabalkan nama Aceh pungoe, bukan tempatnya dalam perang dengan corona.
Bek peu pungoe pungoe droe bak corona (Jangan menggila-gilakan diri dalam corona). Dia tidak akan memilah dan memilih, semuanya akan disapu termasuk orang yang peu pungoe pungoe droe. (Bahtiar Gayo/Dialeksis.com)