Menyoal Wacana Pergantian Nama Kabupaten Bener Meriah

oleh: Mamfalutin (Ivan Tamy)*

Menarik mencermarti isu niat mundurnya Bupati Kabupaten Bener Meriah dan isu niat mengganti nama Kabupaten Bener Meriah yang bergulir hampir secara bersamaan. Terasa seperti ada sesuatu yang sedang bergerilya mencari panggung ditengah kita semua didera Pandemi Covid-19 yang melanda negeri ini. Kedua isu ini mendapat berbagai respon namun konteks terhadap substansi pembangunan yang dihajatkan oleh Tokoh sentral dan pejuang pemekaran kabupaten tidak ada sangkut pautnya. Nama Kabupaten Bener Meriah telah dilekatkan dengan undang-undang dan hari ini telah mengayun langkah membangun dengan bupati yang silih berganti (proses demokrasi). Dan sejak awal berdirinya Kabupaten Bener Meriah ini sangat menarik perhatian dikarenakan lahir dalam suasana “konflik” dan langsung dapat dibangun nya Bandara Rembele yg hari ini hadir menjadi pintu masuk investasi semestinya.

Mencermati dinamika yang bergulir dan mengingat pesan amanah Alm Mustafa M Tamy selaku Tokoh sentral pemekaran yang notabene adalah Bupati Aceh Tengah saat itu yang pernah mengatakan, inilah kesempatan emas, inilah saat nya pemekaran di dataran tinggi gayo, inilah kesempatan pemerataan pembangunan, membuka isolasi dan dengan segala resiko momentum tersebut di ambil dengan memimpin langsung tim pemekaran bersama tokoh-tokoh Aceh Tengah.

Tak berlebihan kiranya bila diungkapkan Alm Mustafa M Tamy mampu melihat momentum dan mampu mengkonsolidasikan tokoh-tokoh gayo dan diterima oleh tokoh-tokoh Aceh di Banda Aceh serta yang sangat luar biasa saat itu kepercayaan Pemerintah Pusat kepada beliau atas hajat pemekaran dan menjadikan dataran tinggi gayo sebagai salah satu pusat keunggulan komoditi dan parawisata. Bandara Rembele hadir justru di saat konflik dan mengiringi kelahiran pemekaran kabupaten Bener Meriah cukup menjadi indikator betapa ada sesuatu yang sangat besar dan strategis ingin di pancang di dataran tinggi gayo.

Dalam hal ini tidak banyak yang tahu betapa alm Mustafa M Tamy untuk semua itu bertarung di Propinsi dan Pemerintah Pusat sehingga saat itu ada tarik ulur di Pusat dimana Pemerintah Pusat harus memutuskan pembangunan Pelabuhan Sabang atau Bandara Rembele dan akhirnya Pemerintah Pusat memutuskan pembangunan bandara Rembele yang notabene nya hari ini ada di Kabupaten Bener Meriah. Dan itu juga masih menyisahkan kisah atas ketidakhadiran pejabat pemerintah propinsi Aceh pada peresmian Bandara Rembele 2003 silam namun sebaliknya dihadiri oleh Pemerintah Pusat dan juga dari jajaran Kodam Iskandar Muda yang datang yaitu Pangdam Iskandar Muda pada saat itu di jabat oleh Mayjen Djali Yusuf, Pangkoops yaitu Mayjen Bambang Darmono, Danrem 011/Lilawangsa yaitu Kolonel AY Nasution, Dandim 0106 Aceh Tengah Letkol Amrin dan juga jajaran lainnya.

Semua ini di ungkap sebagai pengingat kembali betapa ada niat dan hajat besar bagi dataran tinggi gayo oleh beliau-beliau yang telah berjuang dan sebahagian sudah mendahului kita.

Jadi bila hari ini kita tiba-tiba disuguhkan dengan wacana merubah nama Kabupaten Bener Meriah, terasa ada sesuatu yang tidak linier dengan cita-cita besar para pejuang pemekaran dan lebih menggelikan lagi bila dikaitkan dengan belum maksimal tergarapnya semua potensi dan keunggulan Dataran Tinggi Gayo umumnya dan Kabupaten Bener Meriah khususnya serta di iringi pula isu-isu penegakan hukum yang mengemuka.

Perlu diingatkan pula kepada semua pihak yang merasa memiliki kepedulian terhadap cita-cita pemekaran agar tidak terjebak dalam ayunan kepentingan sesaat yang tidak produktif. Lanscape pembangunan dataran tinggi Gayo yang telah di pancang oleh tokoh-tokoh Gayo dengan segala keunggulan dan potensinya seyogyanya menjadi rujukan dalam memajukan dan memakmurkan negeri diatas awan ini.

*Penulis merupakan Putra ke 6 dari  almarhum Mustafa M. Tamy

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.