Konflik Tanah Blang Bebangka Dipicu Tanah Pemerintah Aceh

Takengon| Lintasgayo.com- Kapolres Aceh Tengah, AKBP Mahmun Hary Sandy Sinurat menyesalkan terjadinya konflik di Blang Bebangka, Kecamatan Pegasing Aceh Tengah, yang dipicu dari tanah Pemda Aceh.

Seorang ibu mengalami luka robek bagian kepala setelah dipukul dengan kayu. Tidak lama kemudian giliran pihak lainnya yang melakukan pembakaran rumah, bahkan melarang petugas pemadam kebakaran dan pihak kepolisian untuk membantu memadamkan api.

“Kita akan proses hukum terhadap pelaku tindakan kriminal ini. Namun inti persoalan tidak pernah selesai, bila Pemda Aceh tidak menyelesaikanya. Akan memunculkan konflik lainya, bila tidak segera diselesaikan,” sebut Kapolres Sandy Sinurat.

“Lihatlah rumah yang terbakar ini, hangus jadi arang. Semua ini dipicu oleh status tanah Pemda Aceh, hak pakai nomor satu, namun Pemda Aceh tidak menguasai tanah ini dan mengelolanya. Sementara dilapangan muncul pihak lain saling klaim kepemilikan,” sebut Sandy yang meninjau lokasi kebakaran rumah di Bebangka, kamis (22/10/2020).

Pemda Aceh memiliki asset berupa tanah hak pakai nomor satu, lebih dari 100 hektar di Belang Bebangka, Kecamatan Pegasing, Aceh Tengah. Sejak tahun 1982 tanah yang menjadi asset Pemda Aceh itu, tidak pernah dikelola dan dikuasai oleh Pemda Aceh.

Dampaknya di lapangan, banyak pihak yang memperebutkanya. Saling mengklaim sebagai pemilik, bahkan muncul pihak yang menyebutkan tanah tersebut merupakan tanah leluhurnya yang dikuasai secara adat.

Akibat saling klaim mengklaim itu munculkan penganiayaan, Rabu (21/10/2020), seorang ibu mengalami luka robek bagian kepalanya setelah dipukul dengan kayu. Tak lama kemudian muncul pihak lainya yang melakukan pembakaran rumah.

Pemadam kebakaran dan pihak kepolisian dihalangi untuk masuk ke lokasi. “Kasus penganiayaan yang dipicu oleh status tanah milik Pemda Aceh, tetap akan kita proses hukum. Namun disisi lain, kami minta semua pihak untuk berjuang menyelesaikan masalah ini, agar tanah ini jelas dikelola dan dikuasai, sehingga dilapanga tidak menimbulkan sengketa,” pinta Kapolres.

Kapolres saat meninjau lapangan tanah asset Pemda Aceh yang memunculkan konflik ini turut didampingi Dandim 0106 Aceh Tengah, Letkol. Teddy Sofyan, ketua MPU tgk. Amri Djalaluddin, ketua majelis adat Gayo Aspala. Kapolres sangat berharap agar persoalan tanah ini dapat diselesaikan.

Dimana pemerintah Aceh Tengah sudah berulang kali mengirimkan surat ke Gubernur Aceh, DPRA, agar tanah yang berada di Aceh Tengah ini diserahkan kepada Pemda Aceh Tengah untuk mengelolanya, sehingga tidak memunculkan konflik di lapangan.

Namun surat yang dikirim Bupati Aceh Tengah tidak menjawab jawaban yang pasti. Menurut Sarwa Jailani, Kepala Badan Pertanahan Kabupaten Aceh Tengah, pihaknya akan kembali meminta ketegasan Pemda Aceh mengenai status tanah ini, karena berada di Kabupaten Aceh Tengah.

Sementara itu ketua MUI Aceh Tengah, Tgk. Amri Djalaluddin yang sedih melihat keadaan lapangan adanya konflik, rumah terbakar, meminta agar Gubernur Aceh secepatnya menyelasaikan kasus ini, jangan dimain-mainkan. Dalam keteranganya kepada media di lapangan, Amri menyebutkan, sudah cukup konflik di lapangan akibat tanah ini, jangan lagi bertambah konflik lainya, untuk itu Gubernur dan DPRA segera menyelesaikanya.

“Pemda Aceh jangan mengadu masyarakat di lapangan , memperebutkan asset tanah yang menjadi hak pakai Pemda. Jangan ada ruang pertikaian antara masyarakat. Karena tanah ini sudah cukup lama tidak dikelola Pemda Aceh, sebaiknya serahkan kepada Pemda Aceh Tengah untuk mengelolanya,” sebut Aspala ketua Majelis Adat Gayo.

Gubernur Aceh sudah sering menjanjikan, bahwa tanah asset Pemda Aceh itu akan diserahkan untuk Kabupaten Aceh Tengah dalam mengelolanya, sebagian lagi akan dipergunakan untuk Kampus Gajah Putih.

Namun hingga saat ini tidak terjadi penyerahan asset Pemda Aceh ini tidak ada kejelasan. Dampaknya dilapangan memunculkan konflik. Muncul aksi saling klaim mengklaim sebagai pemilik tanah. Bahkan ada yang sudah memiliki sertifikat.

Di tanah asset Pemda berupa hak pakai nomor satu ini telah berdiri perkantoran pemerintah, gedung Universitas Gajah Putih, Rumah sakit, lapangan pacuan kuda, serta sejumlah bangunan lainya.

Dilain sisi masyarakat juga saling klaim mengklaim. Ada yang mengklaim tanah tersebut merupakan tanah adat milik leluhur mereka. Di lapangan muncul aksi klaim dan pemagaran. Di sana juga sudah berdiri puluhan rumah milik masyarakat. Karena status tanah ini milik pemda Aceh (hak pakai nomor satu) namun di lapangan Pemda Aceh tidak menguasai dan mengelolanya, tanah tanah tersebut banyak yang berpindah tuan. Menimbulkan sengketa di masyarakat. “Kalau Pemda Aceh merasa dirugikan dan membuat laporan atas tanah ini, kami akan memprosesnya.

Namun Pemda Aceh tidak membuat laporan. Justru membiarkan tanah ini terbengkalai tidak dikelola dan dikuasai, sehingga memunculkan sengketa,” sebut Kapolres Aceh Tengah.

Demi keamanan masyarakat dan tidak memunculkan konflik yang berkepanjangan, kapolres, majelis adat Gayo, ketua MPU yang meninjau lokasi tanah ini, Kamis (22/10/2020) meminta Pemda Aceh untuk sesegera mungkin menyelesaikan akan permasalahan ini (Baga/Dialeksis)

 

 

Comments are closed.