Wen Yusri Rahman*
Awal bulan Nopember 2010 akan menjadi bulan dan tahun bersejarah bagi masyarakat Takengen khususnya Urang Gayo, dimana Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tengah mengajukan rancangan qanun Hari Jadi Kute Takengen kepada pihak Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tengah dan disahkan oleh DPRK Aceh Tengah pada sidang paripurna pada 9 Nopember 2010.
Pembahasan tentang Hari Jadi Kute Takengen sempat tertunda sangat lama, karena belum ada data-data/referensi yang valid yang bisa dijadikan landasan penetapan Hari jadi Kute Takengen. Meskipun sebelumnya telah dibentuk tim oleh Bupati Aceh Tengah untuk mengumpulkan data-data agar dapat dilakukan pembahasan pengesahan hari jadi Kute Takengen yang diketuai Drs. Mahmud Ibrahim, yang sampai saat ini tidak ada hasil yang diserahkan, kata salah seorang pejabat eksekutif Kabupaten Aceh Tengah.
Sehingga, pada tahun 2010 Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tengah mengajukan Rancangan Qanun (Raqan) Hari Jadi Kute Takengen kepada pihak Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Tengah. Bupati Aceh Tengah mengusulkan ke DPRK bahwa tanggal 17 Februari sebagai hari jadi Kute Takengen, agar bisa diperingati setiap tahunnya, mengingat daerah Takengen miliki sejarah yang fundamental.
Pembahasan rancangan qanun Hari Jadi Kute Takengen berlangsung alot dan sangat sulit menentukan tanggal, bulan dan tahun yang pasti karena tangal 17 Februari 1902 yang diajukan pihak eksekutif tidak memiliki dasar apapun, hanya berupa rekaan saja dan dikait-kaitkan dengan hal yang tidak jelas. Pihak yang diundang Tim Pansus selama beberapa hari untuk didengarkan pendapatnya dari berbagai kalangan tokoh masyarakat dan mahasiswa dianggap kurang repsentatif, tokoh yang diundang dianggap kurang kompeten dibidangnya dan kurangnya data-data ilmiah tentang Hari Jadi Kute Takengen yang dipaparkan.
Oleh sebab itulah, pada tanggal 8 Nopember 2010, beberapa elemen sipil dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Mahasiswa dan Masyarakat sempat melayangkan surat pernyataan sikap yang isinya menolak rancangan qanun yang diusulkan Pemerintah Daerah. Dalam pernyataan sikap tersebut, meminta pihak legislatif untuk mendesak eksekutif melaksanakan seminar dan kajian ilmiah agar tidak terjadi polemik dikemudian hari. Karena Hari Jadi Kute Takengen akan terus diperingati setiap tahunnya oleh masyarakat Takengen sebagai hari bersejarah dengan itu perlu dilakukan pembahasan secara komprehensif.
Selanjutnya pembahasan rancangan qanun Hari Jadi Kute Takengen dianggap terlalu tergesa-gesa dengan berbagai dalih yang dilontarkan pihak eksekutif maupun legislatif. Padahal sejarah tidak pernah berulang, dan akan terus diingat sepanjang hayat oleh seluruh generasi Gayo.
Tim Pansus Tidak Profesional
Dalam salah satu berita mingguan, Sketsa Publik terbitan Medan edisi 157 tahun IV 2010, seorang anggota pansus, Rahmianti (anggota dewan yang tidak bisa memperjuangkan masyarakat di dapilnya masalah pembebasan jalan Genting Gerbang), mengatakan “tidak satu orang pun dari kawan-kawan pansus yang menerima surat keberatan itu” yang dibenarkan oleh Ketua tim pansus Penetapan hari Jadi Kute Takengen, Drs. Ridwan, “surat pernyataan itu belum masuk kepada kami”, dan Ridwan menambahkan “silahkan menyatakan keberatan, asalkan memiliki landasan kuat, asal jangan hanya menggangu pekerjaan kami”.
Pertama, kami menilai berbelitnya birokrasi di DPRK Aceh Tengah, surat penyataan sikap dikirim resmi kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Tengah tanggal 8 Nopember 2010. Dan bahwa dalam pembahasan Raqan, para mahasiswa membagikan selebaran tantang pernyataan sikap penolakan hari Jadi Kute Takengen kepada anggota dewan yang hadir. Ruang bagian umum Sekdakab ke ruang ketua Dewan hanya berjarak 10m2 dan jarak ke ruang tim pansus tidak lebih dari 15 m2.
Kedua, dari penyataan para anggota pansus, kami menilai kalau pansus ingin membuat sejarah bagi mereka, sebagai keberhasilan sepihak, karena baru kali ini bagi mereka membahas qanun selama mereka duduk sebagai dewan terhormat, tidak begitu mengerti akan perkara yang akan dihasilkan bagi masyarakat Gayo dan tidak tahu banyak upaya-upaya konkret apa yang harus dilakukan. Sehingga mengatakan masyarakat menggangu pekerjaan mereka, padahal dalam berbagai media cetak dan koran beberapa tokoh masyarakat dan LSM mengutarakan pendapat mereka seperti yang dituturkan Zamzam Mubarak dari Linge Antara Institute.
Kabupaten Aceh Tengah berdiri pada tanggal 14 April 1948 berdasarkan Undang-undang Nomor 10 tahun 1948 dan dikukuhkan kembali sebagai sebuah kabupaten pada tanggal 14 November 1956 melalui Undang-undang Nomor 7 (Darurat) tahun 1956. Wilayahnya meliputi tiga kewedanaan, yaitu Kewedanaan Takengon, Gayo Lues, dan Tanah Alas. Peringatan HUT Aceh Tengah didasarkan pada lahirnya Undang-undang Republik Indonesia No.7/DRT tahun 1956, karena mempunyai legalitas yang kuat. Begitu juga dengan penyataan Salman Yoga S di salah satu situs Online.
Ini menunjukan bahwa rekan-rekan di LSM dan kaum muda Gayo bukan tidak memiliki dasar, namun tidak pernah dilibatkan dalam persoalan-persoalan kemasyarakatan. Ketua pansus, M. Ridwan bilang mengundang LSM, kami yang hadir tidak melihat itu diruang sidang saat pembahasan Raqan. Lagi-lagi mereka menunjukan kalau anggota dewan kurang membaca berita-berita yang up to date, hanya pegang satu koran tiap pagi dan tidak mencari berita terkini di media lain maupun situs-situs online.
Orang-orang yang berkomentar tentang hari Jadi Kute Takengen bukan menggangu kerja para anggota pansus yang dibilang terhormat namun membantu pansus agar qanun yang mereka sahkan itu benar-benar valid dan dapat dipertanggung jawabkan dihadapan urang Gayo dan generasi Gayo selanjutnya, dan bisa diakui kecerdasan mereka bukan sebaliknya.
Apabila diadakan seminar, mengundang para tokoh-tokoh akademik meliputi, ahli bidang pemerintahan, bidang sejarah, legenda, peperangan, bahasa, dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya, yang nantinya hasil dapat dijadikan dasar/landasan pengesahan rancangan qanun menjadi Qanun hari Jadi Kute Takengen. Sehingga berdasarkan seminar sehari disahkan tentang hari Jadi Kite Takengen, tentu DPRK hanya tinggal melaksanakn paripurna saja, bukan pihak legislatif berdebat dengan masyarakatnya sendiri, ini jelas mereka tidak professional. Walaupun mereka berdalih dengan alasan keterbatasan anggaran dan waktu yang akan sia-sia, itu hanyalah alasan belaka dan tidak dapat diterima.
Orang Gayo yang menekuni bidang sejarah, Prof. Dr.M. Dien Majid, MA menyatakan “Menentukan tanggal bulan dan tahun hari jadi perlu didukung dengan suatu event yang heroik. jika perlu digandengkan dengan tahun arabnya. Saya memiliki buku perimbangan tahun masehi dan hijriyah itu. Diskusi harus tepat sasarannya untuk menentukan hari jadi Takengen. Saya belum mengetahui event apa yang dijadikan patokan menentukan tahun itu sebagai hari jadi takengen”.
Beliau juga mempertanyakan “Siapa saja ahli sejarah yang telah memiliki dredibelitas sebagai sejarawan yang ikut terlibat dalam diskusi membahas hari jadi Takengen yang diadakan oleh DPRK itu?, dalam diskusi itu harus muncul kritik intern dan kritik ekstern baru melahirkan makna serba tunggal”.
Dengan demikian, terlihat jelas akan kemampuan Eksekutif dan Legislatif dalam memberikan tinta emas bagi sejarah Kute Takengen. Karena Qanun yang disahkan akan terus terukir indah dalam sejarah orang Gayo khususnya.
Kado 1001 yang Diperingati Orang Gayo
Usulan 17 Februari 1902 dijadikan sebagai Hari Jadi Kute Takengen, adalah usul Pemerintah Daerah ke pihak DPRK Aceh Tengah. Namun dalam pembahasan oleh pansus tidak dapat dijelaskan oleh pihak eksekutif dasar usulan tersebut, sehingga ketua pansus mengatakan itu hanya sekedar pemicu saja agar dapat segera dibahas tentang Hari Jadi Kute Takengen.
Menurut pandangan kami, hasil paripurna tanggal 9 Nopember 2010 tentang Hari Jadi Kute Takengen, akan menguntungkan salah satu pihak tidak yaitu pengusul tanggal dan bulan yang tidak lain adalah seorang pejabat di Pemerintah Daerah yang berkaitan erat dengan angka keramat 1001.
Bahwa perbincangan kami dengan beliau saat digelar seminar Expo Budaya Lueser, tentang hari jadi Kute Takengen, ternyata terealisasikan sebagai usulan kepihak legislatif, namun beliau memberikan penjelasan berbeda dengan saat kami berdialog.
Pertama, tanggal yang diajukan merupakan tanggal bersejarah bagi kehidupan peribadi beliau, namun dalam pembahasan Rancangan Qanun hari jadi Kute Takengen, beliau mengatakan angka 17 adalah angka keramat yang dikaitkan dengan bilangan rakaat shalat dan angka 17 lain yang keramat.
Kedua, bulan Februari yang diusulkan adalah bulan terindah bagi kehidupan beliau dalam berrumah tangga, namun dalam pembahasan Raqan, beliau mengutarakan pilihan bulan tersebut karena faktor administrasi yaitu disesuaikan dengan bulan sidang anggaran daerah, agar dalam pembahasan anggaran dapat dibicarakan dan berguna bagi generasi penerus, jelas beliau dihadapan mahasiswa.
Ketiga, tahun 1902 tidak dapat disetujui karena dewan lebih menyepakati 1577 sebagai hari jadi Kute Takengen yang sampai saat ini hanya disetujui oleh mereka yang tidak faham akan rancangan qanun yang dibahas. Dan beliau tidak berkomentar banyak karena hanya tanggal dan bulan yang dianggap krusial.
Kesimpulan kami bahwa, karena kurangnya data-data ilmiah yang bisa dijadikan rujukan sebagai Hari jadi Kute Takengen yang berkaitan dengan tanggal dan bulan, maka seharusnya didasarkan kepada Undang-undang Nomor 10 tahun 1948, yaitu tangal 14 bulan April atau tanggal 14 bulan November, bisa dijadikan penetapan tanggal dan bulan HUT Takengen, masalah tahun bisa ditarik mundur kebelakang disesuaikan dengan tahun yang bersejarah bagi kute Takengen.Karena arsip maupun dokumen-dokumen pendukung sangat sulit ditemui dalam waktu yang relatif singkat dan sejarah Gayo sangat sedikit dibukukan.
Selanjutnya, 17 Februari yang seharusnya bersejarah bagi kehidupan pribadi “beliau” kini menjadi HUT Kute Takengen, secara tidak langsung akan menjadi kado terindah bagi “sang terkasih” karena setiap tahun kita orang Gayo juga akan memperingatinya sebagai HUT Takengen. Oleh karena beliaulah yang mengusulkan melalui Pemerintah Daerah kepihak DPRK untuk di jadikan Qanun HUT Kute Takengen pada tahun 2010 yang disahkan/disetujui oleh mereka yang tidak mengerti dan dibilang terhormat.
*Ketua LSM UNDERS (Universal Development and Research)