Oleh. Drs. Jamhuri, MA*
Perkawinan yang sah adalah memenuhi syarat dan rukun : Yang termasuk syarat dalam sebuah perkawinan adalah adanya calon mempelai laki-laki yang beragama Islam, jelas orangnya, cakap bertindak dan tidak adanya halangan untuk menikah. Seorang mempelai perempuan haruslah beragama Islam, jelas orangnya, dapat dimintai persetujuan dan tidak ada halangan untuk menikah. Sedangkan ketentuan seseorang agar dapat menjadi wali diantaranya adalah beragama Islam, mempunyai hak perwakian dan tidak ada halangan untuk menjadi wali.
Berlangsungnya aqad nikah mesti disaksikan oleh dua orang laki-laki yang beragama Islam, sudah dewasa, hadir (menyaksikan pelaksanaan pernikahan) dan mengerti apa maksud dari pernikahan. Selanjutnya syarat ijab dan qabul adalah, Ijab dari wali si perempuan, qabul dari si calon mempelai laki-laki. Kata yang diunakan dalam melafazhkan ijab dan qabul adalah kata nikah atau lafazh yang searti, selanjutnya ijab dan qabul harus berkaitan dalam satu majelis dan tidak dibenarkan pelaksanaannya ketika sedang ihram.
Sedang yang menadi rukun adalah adanya calon mempelai pria dan wanita, wali dari pihak perempuan dan dua orang saksi serta mengucapkan ijab dan qabul.
Pelaksanaan pernikahan yang dilaksanakan dalam masyarakat kita selama ini adalah merupakan aplikasi syarat dan rukun seperti yang telah disebutkan di atas. Namun terkadang kelonggaran pemahaman terhadap syarat dan rukun seperti telah dirincikan terjadi sebagai akibat dari perkembangan kebudayaan masyarakat serta kemajuan teknologi.
Telah diakuinya sahnya pernikahan yang berlangsung melalui telepon kendati oleh sebagian ulama, pernikahan ini dikatakan sah asalkan dapat membuktikan bahwa kedua belah pihak (mempelai laki-laki serta wali dan mempelai perempuan) ada di ujung telepon, kendati keduanya pihak tidak saling berhadapan. Pada saat pernikahan seperti ini berlangsung, maka peran saksi dan wali sangatlah diperlukan sebagai orang yang dapat membuktikan kebenaran para pihak dan dapat menyebutkan proses terjadinya aqad tersebut.
Teknologi terus berkembang, pembuktian kebolehan menikah melalui telepoh semakin mudah, dimana para saksi dan wali dapat melihat secara langsung gambar mereka yang akan menikah. Keraguan dari mereka yang mengatakan ketidak bolehan menikah melalui telepoh secara keseluruhan adalah karena adanya unsur penipuan dan pemalsuan, untuk itu ketika kita bisa menghilangkan adanya unsur penipuan dan pemalsuan maka boleh.
Berdasarkan informasi dari salah seorang mahasiswa (Azmi) jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry yang berasal dari Malaysia, beliau mengatakan bahwa ayahnya pernah menikahkan saudaranya dengan Telkom fren, dimana si suami berada di Mesir sedang isterinya berada di Malaysia. Lebih menarik lagi menurut beliau mereka ini sebelumnya tidak saling mengenal, tetapi perjodohan keduanya adalah melalui usaha orang tua yang menjodohkan mereka. Setelah mereka menikah si isteri selanjutnya di antar ke Mesir.
Status mereka yang menikah melalui telepon secara otomatis akan menjadi pasangan suami isteri yang sah, maka apabila salah seorang diantara mereka meninggal dunia yang ditinggalkan akan menjadi janda/duda. Dari hukum kewarisan mereka ini saling mewarisi, walaupun belum pernah ketemu dan belum bergaul sebagaimana layaknya suami isteri.
Problema Hukum Islam kontemporer suatu saat akan berhadapan dengan pernikahan yang terjadi melalui dunia maya, dimana seorang laki-laki akan menikah dengan seorang perempuan yang saling kenal melalui dunia maya. Pernikahan akan dilangsungkan dengan adanya wali dan saksi, wali yang berhak menjadi wali berperan dalam mengucapkan (menuliskan) ijab dan dijawab (qabul) oleh calon suami. Saksi berperan membuktikan membuktikan kebenaran berlangsungnya akan nikah, hanya saja saksi tidak pernah melihat secara fisik salah satu dari kedua calon mempelai.
Jika pengandaian ini kita lanjutkan, keduanya yang telah menjadi suami isteri tidak pernah bertemu karena jaraknya tempat atau karena mereka hanya ingin mendapatkan status, diantara mereka secara jujur akan mengatakan kepada semua orang bahwa ia telah menikah, jika sebelumnya ia telah memiliki seorang isteri maka ketika ia menikah yang kedua dalam dunia maya, maka secara jujur juga ia akan katakan bahwa ia telah melakukan poligami.
Analogi ini beralasan, bahwa banyak sekali orang yang melakukan perselingkuhan melalui dunia maya dan berakibat pada keretakan rumah tangga, bahkan berakhir dengan perceraian .Kalaulah ita bisa katakan bahwa perbuatan yang dilakukan melalui dunia maya adalah sebuah ilustrasi yang tidak benar adanya, kenapa harus ada orang yang menjadi korban. Ini juga menunjukkan bahwa perbuatan sesorang yang selama ini depahami dengan perbuatan fisik semata akan berkembang menjadi perbuatan dalam bayangan (ilustrasi).
Kalaulah perbuatan perselingkuhan di dalam duania maya bisa terjadi kenapa pernikahan tidak bisa terjadi, kalaulah pernikahan dengan telepon bisa sah dengan menghilangkan penipuan dan pemalsuan kenapa penikahan di dunia maya tidak bisa terjadi.
Tulisan ini diturunkan bukan sebagai sebuah pembenaran, tetapi ini adalah sebuah andaian. Dari andaian ini diharapkan kajian Fiqh Kontemporer akan menyentuh pada problema masyarakat modern saat ini. Dari ilustrasi ini juga diharapkan kepada para pendidik dapat mengetahui gejala-gejala kemajuan yang sudah merasuk pada diri anak didik.