Takengon | lintasgayo.com – Aku hampir tak percaya kalau lelaki yang sedang berbicara di depanku itu, adalah orang yang selama ini ku kagumi.
Jika selama ini beliau hanya kulihat di televisi, majalah, koran, seminar dan buku, kini tepat di depanku.
Alhamdulillah. Aku bersyukur. Aku meminta tanda tangannya, pada tanganku. Kami bersalaman ditengah puluhan anak mata peserta. Aku menundukkan kepala hingga hampir menyentuh tangannya yang lembut.
Beliau, kemudian melanjutkan memberi materi. Aku duduk persis disebelah kirinya, berjarak sekitar dua meter saja
Berpenampilan sederhana. Berbaju batik, ditutup jaket hitam, celana bahan warna coklat, sepatu pantopel hitam dengan kaus kakinya.
Satu tangannya berada dikantong jaketnya, kaki kirinya disilangkan pada kaki kanannya. Hampir semua rambutnya telah memutih, kecuali pada bagian bawah dekat leher. Masih terlihat hitam. Usianya kini sudah 67 tahun.
Beliau memanjangkan jenggotnya serta mencukur kumis. Lelaki berperawakan sedang itu, sangat rileks.
Materi yang disampaikan Maestro ini adalah Botani Kopi, Varitas Kopi dan Ketahan Iklim,membahas botani faktor – faktor yang membuat pembungaan berhasil dan gagal.
Nada bicaranya lembut, semua katanya bernas karena berdasar penelitian dan pengalaman panjangnya sebagai peneliti.
Beliau memiliki gelar Profesor, Doktor,Insinyur Surip Mawardi, Sarjana Utama (SU).
Pak Surip, begitu beliau disapa, atau Surip Mawardi adalah pakar dan ahli kopi Indonesia, beliau juga ahli kopi Gayo.
Beliau juga pensiunan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka), sekarang fokus menjadi petani kopi di Silangit dan mengembangkan perkebunan kopi.
Di sana, Pak Surip mendedikasikan usianya pada edukasi dan pelatihan tentang kopi yang baik dan berkualitas.
Strata Satu kesarjanaan beliau di Universitas Gajah Mada jurusan Agronomi dan mengambil spesialisasi pemuliaan tanaman, lulus di tahun 1980.
Gelar Doktor diraihnya di fakultas yang sama pada tahun 1996 . Sejak tahun 1989, Pak Surip sudah meneliti kopi Gayo pada proyek LTA di Pondok Gajah, Bener Meriah
Banyak penelitian dan buku pak Surip soal kopi Gayo. Sehingga beliau paham betul tentang kopi Gayo, dari hulu hingga hilir.
Bahkan menurut data yang dimiliki pak Surip, kopi Gayo pertama sekali diintroduksi ke Gayo pada tahun 1900.
“Data kopi arabica gayo didatangkan Belanda tahun 1900 tersebut berasal dari buku Belanda”, ucapnya.
Menurut ahlinya ahli ini bicara kopi gayo sudahlah berbicara kualitas kopi. Kopi Gayo memiliki kualitas terbaik yang tidak dimiliki koi lain, seperti Brazil.
Bahkan naungan kopi Gayo itu sangat berpengaruh pada plavor kopi Gayo. Menjawab pertanyaan hingga kini Kabupaten Kopi di Gayo belum memiliki Kebun Induk, PaK Surip sangat menyayangkannya.
Pak Surip sudah pernah menyampaikan hal ini kepada kepala daerah di Aceh Tengah dan Bener Meriah, tapi hingga kini tak terwujud.
“Saya sudah capek menyampaikan perlunya kebun tapi, tak ada respon”, ucapnya kecewa. Tanpa kebun induk,.kopi Gayo sulit dijamin keaslian varietasnya . Selama di Gayo, pak Surip ditemani istri . Pak Surip hari itu, Senin (29 Mai 2023) sedang puasa Sunah.
Tovan Mahernata, sang inisiasi pelatihan ini bekerja pada rootcapiral.Root Capital adalah organisasi nirlaba yang beroperasi di daerah Afrika, Amerika Latin, dan Asia Tenggara.
Tovan adalah putra daerah yang berpengalaman di bidang budidaya kopi. Pernah bekerja di IOM SEGA, Conservation International , Starbuck.
Tovan kini sedang mengembangkan kopi gayo di Arul Badak Kecamatan Pegasing, Aceh Tengah. Seluas 100 hektar, selain menanam berbagai varitas kopi Gayo.
Tovan juga menanam banyak varitas lain dari luar. Kopi yang cocok dengan iklim gayo , nantinya akan dikembangkan lebih luas.
“Di lahan ini nantinya, saya ingin menjadi pusat pelatihan kopi untuk semua orang”, harap Tovan.
Pelatihan kopi kali ini, kata Tovan bekerja sama dengan koperasi produsen kopi Gayo.
Untuk meningkatkan pengetahuan para Staf lapangan untuk bidang yang sering menjadi pertanyaan petani di lapangan.
“Pembekalan ini penting untuk meningkatkan produksi melalui pengetahuan botani kopi dan varitas yang berkorelasi perubahan iklim” papar Tovan.
Lokasi pelatihan dilakukan di kebun milik Zaini. Warga Blang Gele yang juga pakar kopi gayo. Zaini menjadikan kebunnya sebagai pusat pelatihan kopi bagi banyak orang dan institusi.
Zaini banyak diminta memberi pelatihan kopi di daerah dan luar daerah hingga Tanah Karo.( Win Ruhdi Bathin/LG010)