Kapan Saya Bisa Mengabdi di UGP ?

Oleh : Halauddin, S.Si, M.T.*

Pada awal tahun 1998 saya menamatkan kuliah saya tepatnya di Jurusan Fisika Fakultas MIPA Unsyiah Banda Aceh. Saat itu saya mendapat tawaran dari abang tingkat saya sewaktu kuliah di FMIPA agar ikut test CPNS jadi Dosen di Universitas Bengkulu (UNIB). Tawaran ini langsung saja saya terima, mengingat pada tahun 2008 formasi testing penerimaan di Jurusan Fisika FMIPA Unsyiah hanya 1 orang saja, tentu dengan kondisi ini kecil harapan saya untuk menang di Unsyiah.

Sekitar bulan Oktober 1998 saya langsung berangkat ke Bengkulu untuk ikut test, formasi yang diterima saat itu adalah 3 orang. Alhamdulillah saya menjadi salah satu orang yang diterima. Baru setahun saya mengajar di UNIB, dengan biaya BPPS dari DIKTI saya melanjutkan studi ke ITB di FIKTM dengan memilih Jurusan Geofisika Terapan. Alhamdulillah pada Juni 2003 saya kembali ke Bengkulu karena telah menamatkan Magister saya.

Bulan Februari 2004 saya memboyong keluarga saya dari Takengon ke Bengkulu, saat itu saya baru mau ngontrak rumah tepatnya di Perumnas Medan Baru, sebuah kota yang berjarak sekitar 300 meter dari UNIB. Tepatnya 14 Februari 2004, dengan takdir Allah saya sedang memasang listrik ke dapur yang baru saja diperbaiki. Ternyata ada kabel drat dari lampu yang mau saya gantungkan ke paku terkepal dan langsung aliran listrik melalui drat mengena jari manis saya. Saya tidak dapat melepaskan  aliran listrik ini, dengan bantuan adik saya saat itu kuliah di Kehutanan UNIB langsung melepaskan kabel dari colokan listrik menggunakan tangkai sapu ijuk. Saya selamat dari kesetrum listrik ini, dan setelah lepas langsung terpental ke tembok.

Setelah 6 bulan kemudian, stamina saya drastis menurun. Badan saya sering berkeringat dingin tiba-tiba. Secara rutin, saya periksakan diri ke Dokter Syaraf di RSU M.Yunus Bengkulu, tetapi belum juga mendapatkan hasil yang optimal. Sejak tahun 2004 itu, di benak saya cuma ada satu alternatif untuk pindah kerja lagi ke Medan atau langsung saja ke UGP Takengon.

Pertentangan terjadi di hati saya, karena sejak UNIB berdiri belum ada dan menurut peraturan yang dibuat di UNIB belum ada dosen yang berhasil pindah.

Walaupun dengan kondisi yang kurang optimal, saya berusaha untuk tetap menjalankan tugas saya, tetapi tidak pernah optimal disebabkan oleh kondisi tubuh sering sakit, dan ditambah lagi oleh niat untuk pindah kerja dari Bengkulu. Dari ke hari ke hari saya harus melawan hati nurani saya yang berlawanan dengan niat pindah yang tidak mungkin kesampaian.

Akhirnya pada tahun 2008 saya memberanikan untuk membuat lamaran pindah tugas dan menghubungi Rektor UNIB, Pak Zainal Muktamar. Walaupun setelah saya utarakan kondisi kesehatan saya yang sering sakit, tapi malahan sang rektor hanya menasehati saya, sakit kok minta pindah, usahakan berobat. Saya mengucapkan terima kasih, walaupun niat saya tidak kesampaian.

Sampai sekarang problema yang selalu menghantui hati saya adalah mengapa instansi dimana tempat saya bekerja punya peraturan seketat itu? Apakah tidak perlakuan/dispensasi untuk orang seperti saya ini sudah bertahun-tahun secara psikologis mengalami sakit?

Saya menyadari bahwa Allah tidak membedakan alam yang telah dibuatnya, dimana saja kita bekerja. Tapi secara pribadi, hal itu hanya berlaku bagi orang mempunyai kondisi kesehatan secara normal. Apakah kejenuhan saya mengajar di UNIB suatu saat akan kembali normal? Sangat susah bagi saya untuk menetralisir hati yang selalu bertentangan dengan pekerjaan yang saya jalani saat ini, akibat peraturan yang melarang saya untuk pindah kerja?

Saya yakin, obat yang paling mujarab saat ini adalah jika niat pindah saya untuk mengabdi ke UGP terealisir untuk menjadi dosen Kopertis. Sebagai putra daerah Gayo, sejak lama saya ingin mengabdikan diri sesuai dengan ilmu yang saya miliki untuk mengajar di UGP. Dengan tulisan ini, saya sagat berharap kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah melalui Bapak Bupati Ir. Nasaruddin, MM, agar memberi jalan keluar bagi saya agar niat pindah saya ke UGP bisa terkabul.

Bio Data :